Kebangkitan

Aku berjalan perlahan, menyeret tubuh manusia terkutuk itu di belakangku.

Di tanganku yang lain, aku menggenggam kepalanya-dingin, berat, dan bisu seperti batu kutukan.

Langkah-langkahku menimbulkan suara gesekan logam di atas tanah kering, seolah dunia sendiri enggan menyentuh makhluk sepertiku.

Namun ada yang mengganggu pikiranku.

Kenapa manusia terkutuk ini bisa membunuh Putri Fera?

Tidak masuk akal.

Fera bukanlah wanita lemah.

Dia pewaris kerajaan.

Terlatih.

Penuh sihir dan kecerdasan.

Dan makhluk yang kini tubuhnya tergolek seperti karung rusak ini... bahkan tidak sanggup menggores armorku sedikit pun.

Mustahil.

Sesuatu tidak beres.

Aku melirik kepala itu lagi.

Mata yang terpejam, rahang yang mengendur... seharusnya itu wajah kematian. Tapi entah mengapa, wajah itu terlalu tenang.

Terlalu... puas.

Angin malam menyentuh wajahku seperti bisikan arwah penasaran.

Pepohonan bergetar padahal tak ada badai.

Bumi terasa gelisah di bawah langkahku.

Tapi aku menepis semuanya.

"Ah, biarkan saja," gumamku.

Aku melanjutkan perjalanan.

"Aku akan membawa kepala manusia terkutuk ini ke Raja..."

Namun di dalam hatiku-yang bahkan aku sendiri tak suka mengakuinya-ada sesuatu yang terus berbisik.

"Apa benar dia sudah mati?"

Aku telah sampai di istana, bangunan megah yang menjulang seperti raksasa tidur yang tak pernah benar-benar memejamkan matanya. Saat aku melangkah masuk, lorong-lorong panjang menyambutku dengan diam yang mencurigakan.

Setiap langkahku menggema seperti suara kematian yang berjalan perlahan menuju takdirnya.

Prajurit-prajurit kerajaan berdiri tegak. Mereka memberi hormat, tapi matanya menyiratkan keterkejutan-sebagian bahkan ngeri-saat melihat tubuh Putri Fera yang terkulai tak bernyawa, dan kepala manusia terkutuk yang kupegang erat seperti peringatan dari neraka.

Aku terus berjalan menuju singgasana. Di sana, Raja duduk membatu. Bahunya jatuh, matanya redup seperti api yang kehabisan oksigen.

Dari wajahnya, aku tahu: hati seorang ayah baru saja dikoyak oleh kenyataan paling pahit.

"Yang Mulia... Tuan Putri telah dibunuh oleh orang terkutuk ini," ucapku sambil memperlihatkan kepala Dakken.

Raja tidak langsung menjawab. Ia menatap kepala itu dengan mata kosong yang seperti menembus waktu.

Lalu ia menarik napas panjang, begitu dalam, seolah mencoba menghembuskan seluruh beban dunia.

"Manusia terkutuk itu..." ucapnya, suaranya berat seperti tanah longsor di dalam hati,

"...sebenarnya telah dipenggal oleh Pendeta. Tapi setiap kali tubuhnya dihancurkan, ia selalu menumbuhkan yang baru. Kepala, tubuh, bahkan darahnya pun... kembali. Seolah dunia menolak kematiannya."

Aku membeku.

Raja melanjutkan, nadanya penuh getir.

"Aku akan berkata jujur... Clara, buka helm dan penutup matamu. Lihat dia dengan jelas."

Aku menuruti perintah. Kulangkahkan kaki, kulepaskan helmku, dan kain yang menutupi pandanganku.

Mataku langsung terpaku pada kepala itu.

Dan saat itulah aku melihatnya.

Wajah yang sangat kukenal.

Wajah yang menghantui masa kecilku.

Wajah yang tak pernah kulupakan meski waktu mencabiknya.

Itu... wajah Pangeran Kenta.

Wajah Tunangan ku.

Tubuhku bergetar. Tapi aku tahu... ini bukan dia.

Raja melanjutkan.

"Dia bukan Kenta. Dia hanya menyerupainya. Dan itu... yang paling menyakitkan."

"Dulu... aku egois," suara Raja kini nyaris berbisik. "Aku memberinya waktu. Satu bulan sebelum sihir jiwa menghisapnya sepenuhnya. Sihir itu... akan menghancurkan jiwanya perlahan, sampai tak tersisa apa-apa kecuali tubuh kosong."

"Dalam satu jam..." lanjutnya, menatap kepala itu dengan tatapan takut yang dibungkus penyesalan,

"...dia akan menumbuhkan kepalanya lagi."

...--POV Dakken--...

"Ah... apakah ini surga?" gumamku sambil membuka mata perlahan. Cahaya putih menyelimuti sekelilingku seperti kabut lembut yang menyembunyikan rahasia langit.

"Bukan, bodoh. Ini alam bawah sadar mu," jawab suara wanita-lalu... PLAK! pipiku diremas tanpa ampun.

Aku terlonjak. "Alam bawah sadar...?"

Mungkinkah ini dari sihir penyembuhan Raja? Seperti yang dikatakan Fera, bahwa aku mirip dengan Pangeran yang sudah mati?,mungkin saja raja menyembuhkan ku atau ini hanya ilusi kematian?

"Dengar, aku di sini!" katanya sambil memukul pelan bagian atas kepalaku.

"Ada apa? Kau bilang ini alam bawah sadarku?" tanyaku, masih bingung dengan tempat aneh ini.

"Iya, ini memang alam bawah sadarmu," jawabnya ceria, merentangkan tangan seperti memperkenalkan panggung sirkus.

"Tapi... kenapa kau ada di sini?"

"Oh, itu karena akulah 'Sang Bintang'. Aku yang memberimu kekuatan super overpower!" jawabnya dengan bangga

Aku mengerutkan alis. "Kekuatan? Kekuatan macam apa itu?"

"Kekuatan yang memungkinkan tubuhmu menyembuhkan luka parah dalam waktu satu jam. Bahkan kalau kepalamu terlepas, kamu tetap bisa hidup!" ucapnya dengan semangat, suaranya meledak-ledak seperti kembang api di dalam kepalaku.

Aku terdiam beberapa detik.

"Itu saja?" tanyaku, kecewa. "Kau menyebut itu overpower? Aku cuma jadi samsak latihan yang bisa nyembuhin diri. Kekuatan macam apa itu?!"

Dia tertawa kecil, tidak tampak terganggu.

"Hei, dengar ini yang paling keren: kau bisa memindahkan jiwamu ke bagian tubuh manapun. Misalnya, kalau kau memotong jarimu, jiwamu bisa pindah ke sana. Jari itu akan membentuk tubuh baru, sedangkan tubuh lama-akan membusuk dalam waktu singkat."

Aku membelalak.

"Jadi... aku bisa menipu kematian?" bisikku pelan, otakku mulai menyusun kemungkinan gila.

"Iya! Tapi... ya, tubuh lama kamu bakal kayak bangkai ayam busuk sih," katanya sambil mengangkat bahu, seolah itu hal biasa.

Aku menatapnya tajam. "Sebenarnya, ini... mungkin bisa jadi kunci untuk melawan sihir jiwa itu."

Tapi sebelum aku sempat menanyakan lebih jauh, dia melambaikan tangannya buru-buru.

"Udah, udah, cukup basa-basinya. Sana balik!"

"Hah? Kenapa tiba-tiba?" tanyaku, menatapnya dengan kening berkerut.

Perempuan itu tersenyum jahil. "Karena tubuhmu sudah sembuh. Kalau kamu tinggal lebih lama di sini, nanti tubuhmu keburu bangkit tanpa jiwamu. Bisa-bisa kamu jalan-jalan kayak mayat hidup."

Aku melongo. "Apa?!"

Tapi sebelum aku sempat memprotes, dia menjentikkan jarinya. Suara dentingan halus terdengar seperti jam pasir yang pecah di tengah waktu.

"Selamat kembali ke dunia nyata, Dakken. Oh ya... jangan mati lagi ya, aku males repot!" katanya dengan wajah ceria yang tidak cocok dengan suasana mengerikan ini.

Tiba-tiba seluruh ruang runtuh.

Putih itu berubah menjadi kelam. Suara seperti pusaran angin menarikku.

Tubuhku melayang, jatuh tanpa arah. Rasanya seperti disedot lubang hitam yang lapar, sementara kesadaranku bergetar hebat.

Lalu-

Mataku terbuka.

Aku terbaring di lantai dingin berlapis marmer. Di sekitarku... para kesatria membeku. Wajah mereka campuran antara takut, kaget, dan seolah mereka melihat iblis bangkit dari kubur.

menggerakkan jari.

Tubuhku... sempurna. Tak ada bekas luka. Bahkan rambutku masih rapi.

Kepalaku, yang seharusnya terpenggal, kini kembali di leherku-dan aku bisa melihat Raja di singgasananya menatapku dengan mata kosong, seperti mimpi buruk masa lalu baru saja menjelma menjadi nyata.

Aku tersenyum. Tipis.

"Kita ketemu lagi, Yang Mulia," bisikku pelan.

Dan pada saat itulah... jeritan terdengar dari ujung ruangan.

Terpopuler

Comments

🔍conan

🔍conan

Wajib lanjutin ceritanya thor!

2025-04-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!