Bab 4 Sakit?

Di hari pertamanya sebagai murid baru di SMA Bintara, Alvyna masih belum punya teman. Lebih tepatnya dia memang tidak berniat untuk mencari teman.

Padahal sejak tadi pagi, cukup banyak siswa yang mencoba berkenalan dengannya. Tapi Alvyna yang memang punya sikap jutek dan acuh, memilih untuk mengabaikan mereka. Ia sudah terbiasa menyendiri. Selama lebih dari dua tahun, Alvyna menutup diri dari yang namanya pertemanan.

Bukan tanpa alasan ada masa lalu yang membuatnya kehilangan kepercayaan terhadap yang disebut ‘sahabat’.

Saat ini, Alvyna sedang duduk sendirian di kantin sekolah, menikmati semangkuk bakso. Penampilannya yang cantik alami dan aura misteriusnya membuat banyak pasang mata diam-diam memperhatikannya. Beberapa siswa laki-laki bahkan terang-terangan mencoba menyapa dan menggoda, tapi Alvyna tetap bersikap dingin. Dia sudah punya pacar walaupun kini mereka tak lagi satu sekolah.

Tiba-tiba, suasana kantin yang semula tenang langsung berubah riuh.

"Aaaaa...!!!"

"Oh my God, pangeran gue datang!"

"El ganteng banget sih! Gue rela deh jadi selingkuhan asal cowoknya kamu!"

Suara para siswi membahana ketika sekelompok cowok memasuki kantin. Alvyna mengangkat wajah, menatap satu per satu, lalu akhirnya pandangannya bertemu dengan El. Ya, cowok populer SMA Bintara dan tiga sahabat dekatnya yang jadi sumber kehebohan ini.

“Ck lebay amat. Padahal mukanya juga biasa aja,” gumam Alvyna pelan, memutar bola matanya sambil lanjut menyuap bakso dan sambil memainkan ponsel.

Seseorang mendekat. "Kiw kiw cewek. Sendirian aja nih? Boleh duduk bareng gak?" Darian mencoba mendekat dengan senyum nakalnya.

“Gak,” jawab Alvyna ketus, tanpa basa-basi.

Sempat terjadi kontak mata sebentar antara Alvyna dan El. Hanya sedetik sebelum Alvyna buru-buru mengalihkan pandangan, apalagi setelah cowok itu mengedipkan sebelah matanya dengan genit.

“Ck, pengen banget rasanya nyolok mata cowok itu,” gerutu Alvyna dalam hati.

“Pfftt syukurin lo dicuekin,” sahut Sethian sambil kabur dari Darian yang kesal karena ditolak.

Alvyna kembali fokus pada layar ponselnya. Namun tak lama kemudian, suara langkah kaki cepat disusul dengan teriakan manja menarik perhatiannya lagi. Seorang cewek tiba-tiba menghampiri El dan langsung bergelayut manja di lengannya. Alvyna yang semula tak tertarik, kini memicingkan mata.

Pandangan matanya langsung tajam saat menyadari siapa cewek itu. Lyra.

"Dia? Dia pacarnya El?" gumam Alvyna dalam hati.

Tangan Alvyna mengepal di bawah meja matanya penuh emosi. Dia masih menatap Lyra yang tampaknya belum menyadari keberadaannya. Senyum miring terbit di sudut bibirnya.

“Menarik gak nyangka banget kita bakal ketemu lagi. Tunggu aja pembalasan gue bitch.” Alvyna tersenyum penuh rencana.

“El siap-siap. Gue cabut kata-kata gue tadi pagi. Mulai hari ini, gue Alvyna Rae Damaris gak akan biarin lo berduaan sama cewek lo itu lagi.”

Drrtt...

Drrtt...

Alvyna melirik ponselnya yang tiba-tiba berdering. Sebuah nomor tak dikenal. Ia ragu, tapi akhirnya mengangkatnya.

“Halo Alvyna? Ini mama, mamanya El. Ini benar nomor kamu kan?” Alvyna mengernyit.

“I-iya tante benar. Ada apa ya?”

“Kamu sudah jam istirahat kan sayang? Ke Rumah Sakit Mandiri sekarang ya. Mama kamu masuk rumah sakit”

“APA?! Mama masuk rumah sakit?! Kapan? Kenapa?!”

Alvyna langsung berdiri panik, lalu bergegas meninggalkan kantin. Beberapa siswa menatapnya heran. El yang semula masih sibuk bersama Lyra pun ikut menoleh.

“Hmm? Kenapa tuh anak?” pikir El, menatap punggung Alvyna yang menghilang dari pandangan.

Ponselnya berdering. Nama mamanya terpampang di layar.

“Halo Ma?”

“Cepat ke Rumah Sakit Mandiri sekarang. Gak pake nunda-nunda!”

“Loh, ada apa Ma? Mama kenapa?”

“Nanti Mama jelasin. Sekarang langsung ke sana!”

Tut.

Telepon diputus sepihak. El menatap layar ponselnya dengan bingung. “Apa sih yang terjadi?”

“Sayang kenapa?” tanya Lyra dengan nada manja.

“Mama nyuruh ke rumah sakit. Katanya penting banget. Gue cabut dulu ya.” Lyra langsung merengut.

“Gak! Aku gak izinin kamu pergi! Kamu harus temenin aku di sini! Aku bakal ngambek!” El menghela napas berat.

“Ly please, ini beneran penting. Mama ngomongnya serius banget.”

“Oh jadi mama kamu lebih penting dari aku gitu?!”

El makin frustasi. Ini bukan pertama kalinya Lyra bersikap seperti ini. Sudah terlalu sering kata 'putus' keluar dari mulut Lyra hanya karena masalah sepele.

Tanpa banyak bicara, El merogoh saku mengambil kartu kredit, lalu menyodorkannya ke tangan Lyra.

“Seratus juta cukup? Belanja puas-puas. Gue harus pergi sekarang.”

Lyra langsung berubah senyum manis.

“Makasih tapi kamu janji besok temenin aku belanja ya?”

“Hmm,” sahut El dingin sebelum melepaskan diri dan pergi.

Ketiga sahabatnya hanya bisa menggeleng lelah. Drama El dan Lyra, selalu diselesaikan dengan satu solusi yaitu uang. Sepertinya kalimat yang mengatakan uang berkuasa di atas segalanya itu memang nyata!

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!