Delila mengerjapkan mata terbangun dari tidurnya, padahal pagi masih gelap. Dia baru saja terlelap beberapa jam yang lalu sebab dia tidak bisa tidur semalaman akibat terlalu memikirkan Lucas, pria yang sangat di cintainya. Delila tidak habis pikir dengan dua orang yang dia sayangi ternyata tega menusuknya dari belakang.
Delila terkejut kala melihat seseorang yang terbaring di ranjangnya bukanlah Tante Mita seperti tadi malam. Tapi seseorang dengan tubuh tinggi tegap dan pundak yang kokoh. Lelaki itu tertidur memunggunginya dan Delila tahu siapa lelaki itu.
"Maaf ... maafkan aku telah menyeretmu ke masalah besar ini," lirih Delila.
Delila mengerti bagaimana sulitnya Alan saat ini, lelaki yang patah hati terpaksa harus menikahi gadis yang tidak dia cintai. Belum sembuh luka di hatinya, dia harus mengemban beban berat di hidupnya.
Delila menghela nafas beratnya, kemudian kaki telanjangnya turun dari atas ranjang, berjalan tertatih menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Delila bisa melihat jelas pantulan dirinya yang begitu menyedihkan. Tampak matanya sembab dan wajahnya yang memerah, penampilannya terlihat kacau saat ini.
'Tenang Delila, kamu harus kuat. Kamu bukan wanita yang lemah, tunjukkan pada mereka bahwa kamu bisa melewati semua ini.'
Delila menyemangati dirinya sendiri agar tidak terpuruk dengan keadaan yang seperti saat ini.
Tak lama Delila keluar dari kamar mandi, setelah itu dia menyiapkan segelas air putih di atas nakas di sebelah Alan. Tampak lelaki itu masih terlelap dari tidurnya, Alan sama sekali tidak terganggu dengan aktifitas Delila yang ada di dalam kamarnya.
Delila duduk di sofa yang ada di dalam kamarnya. Dia menyalakan tv di depannya dengan volume yang sangat kecil sebab Delila tidak ingin membangunkan lelaki yang telah menjadi suaminya itu.
🌷🌷🌷
5 menit kemudian, Alan terbangun dari tidurnya ketika cahaya matahari terasa hangat menyinari tubuh kekarnya. Lelaki itu belum sadar berada dimana sehingga dia meregangkan tubuhnya dengan bersuara.
"Ngggghhh ...," erang Alan ketika meregangkan tubuhnya.
Suara erangan Alan membuat Delila menolehkan wajahnya. Seketika pandangan mereka bertemu seolah keduanya berbicara lewat pandangan tersebut. Detik berikutnya Delila yang memutus kontak mata terlebih dulu dengan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kamu sudah bangun?" tanya Delila sembari beranjak dari duduknya dan berjalan tertatih ke arah suaminya.
"Hu'um," jawab Alan canggung. Mendadak lelaki itu berbicara sangat irit di hadapan Delila. Padahal sebelumnya Alan tak pernah seperti itu, lelaki itu selalu bicara panjang lebar dengan Delila.
"Selamat pagi," sapa Delila dengan lengkungan indah di wajah cantiknya.
Alan terdiam untuk sesaat, kemudian dia membalas senyuman itu dengan senyuman canggung di wajahnya.
Lelaki itu sekilas melihat penampilan wanita yang sudah menjadi istrinya. Terlihat jelas Delila yang begitu hancur. Bola matanya sembab dan bengkak, serta wajahnya yang memerah tapi Delila masih bisa bersikap selembut ini padanya. Bagaimana bisa sosok Delila bisa sekuat ini? Pikir Alan yang masih bergelut dengan pikirannya.
"Air minumnya di atas nakas," ucap Delila menunjukkan segala air untuk suaminya dan membuyarkan lamunan Alan tentang Delila.
"Terimakasih," balas Alan dengan suara serak khas bangun tidur.
Alan meminum air itu hingga tandas, lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
🌷🌷🌷
Selepas kepergian Alan, Delila kembali menonton tv. Tatapannya masih fokus pada layar kaca yang ada di hadapannya. Delila melihat berita perihal dirinya sendiri. Berita tentang dirinya yang gagal menikahi seorang pengusaha muda dan berakhir dirinya dengan seorang manager yang bekerja di perusahaan miliknya.
"Jangan menonton itu," ucap Alan dengan nada dingin tanpa Delila sadari lelaki itu berdiri di belakangnya.
Alan mengambil alih remote yang di pegang Delila, lalu mematikannya.
"Kamu sudah makan?" tanya Alan dan di jawab Delila dengan gelengan kepala.
"Ayo kita sarapan di bawah," ajak Alan yang berjalan duluan tanpa menunggu Delila.
"Tadi room service sudah mengantar makanan ketika kamu masih tidur. Semua makanan sudah tersedia di meja sana," ucap Delila sembari menunjuk banyak makanan yang sudah terhidang di atas meja.
Alan menghentikan langkahnya dan kembali berjalan ke arah Delila.
"Kenapa belum makan?" tanya Alan dengan dahi yang berkerut.
"A- aku menunggumu," jawab Delila terbata.
Dulu mereka berbicara tidak secanggung dan seformal ini. Tapi kini semua telah berubah.
"Oh kalau begitu ayo kita makan. Aku yakin kamu makan nggak benar dari kemarin karena aku juga begitu," kata Alan sembari menarik kursi dan duduk di depan meja dimana sudah ada makanan yang sudah tersedia disana.
Alan dan Delila menikmati sarapannya dalam keadaan sunyi. Hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu di piring.
"Kamu sakit? Wajah kamu memerah, aku yakin kamu pasti demam." Alan mengamati wajah Delila yang terlihat beda dari sebelumnya.
"Sedikit pusing, mungkin karena terlalu banyak ...." Delila menghentikan ucapannya.
"Menangis?" Alan melanjutkan perkataan Delila yang sempat terhenti dan menatap tajam matanya.
Delila terdiam mematung tak membenarkan perkataan Alan. Suasana menjadi hening beberapa saat, hingga Delila memecahkan kesunyian itu.
"Alan ... terimakasih atas semuanya dan maaf ...," ucap Delila sembari menatap wajah lelaki yang sudah jadi suaminya.
Alan menghentikan kegiatan makannya dan menatap balik wajah sendu Delila.
"Terimakasih sudah menyelamatkan nama baik aku dan keluargaku. Maaf sudah menyeretmu ke masalah besar ku ini," ucap Delila tulus.
Alan hanya terdiam tanpa berkata apapun, dia tak menanggapi pernyataan Delila.
"Aku tahu kita menikah karena terpaksa. Jika kamu ingin menceraikan aku, maka aku akan menerimanya dengan lapang dada." Lanjutnya tanpa sadar telah menyinggung perasaan Alan yang membuat lelaki itu salah paham.
"Kamu mau cerai sekarang juga?" Setelah lama menutup mulut sebelum akhirnya Alan membuka suara meskipun dengan nada dingin.
"Bu- bukan seperti itu maksudku. Tapi ...." Belum selesai bicara Alan langsung memotongnya.
"Aku lagi nggak bisa mikir, kepalaku terasa kosong. Tak perlu menjelaskan apapun, ku rasa kita sama-sama mengerti dan juga merasakan sakit yang sama," ucap Alan sembari tersenyum muak dengan fakta yang ada.
"Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Sebagai istri aku akan patuh," tanya Delila bingung.
Alan pun terkejut mendengarnya.
'Sebagai istri akan patuh? Aah ... Delila memang istriku.'
Alan menghela nafas beratnya sembari menatap wajah Delila.
"Delila, kita menikah di hadapan Tuhan. Meski kita tak menginginkan ikatan pernikahan ini, namun tetap saja pernikahan ini sah dan suci di mata Tuhan. Kita akan melakukan ini sampai menemukan batasnya, bagaimana?" ucap Alan yang mengambil jalan tengah atas hubungan pernikahannya dengan Delila.
"Apa batasannya?" tanya Delila penasaran.
"Jika salah satu dari kita telah menemukan seseorang yang membuat kita kembali jatuh cinta. Maka kita harus rela untuk saling melepaskan, dan ku rasa itu cukup," jawab Alan.
Sementara Delila hanya bisa menghela nafasnya dengan dalam sebelum dia menjawab pertanyaan Alan. Berpikir untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia memutuskan walau dengan penuh keraguan.
"Baiklah ... sampai waktunya kita harus berpisah, mari kita bekerja sama saling menguatkan melewati masa sulit ini," balas Delila dengan yakinnya.
"Kita bisa terus berteman, bukan?"
.
.
.
🌷Bersambung🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
ora
Semoga kalian saling jatuh cinta, agar enggak ada siapa yang melepaskan siapa ...
2025-04-14
0
Kaizy celine
Yuk bisa yukk saling menguatkan dan bahgia bersama ...
2025-04-14
0