Peliharaan Nakal

Ivy berlari tergesa-gesa, nafasnya memburu, rambut panjangnya berantakan terkena angin.

Sepatunya berdecit di lantai marmer ketika ia berusaha menjauh secepat mungkin dari Mr. Gabriel.

“Dasar sialan!” gerutunya, tanpa peduli beberapa pasang mata yang menatap heran.

Tangan Ivy mencengkeram gantungan kunci kesayangannya—benda yang ada di tangan Mr. Gabriel sebelumnya.

Ivy harus segera kabur sebelum Mr. Gabriel segera mengejarnya.

Saat tiba di tempat parkir, Ivy buru-buru membuka pintu mobilnya dan langsung masuk ke dalam mobil secara tergesa.

Dengan gerakan cepat, Ivy menyalakan mesin dan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang hampir gila. Namun, meski berhasil kabur, hatinya masih gemuruh.

Di tengah perjalanan, ponselnya berbunyi, notifikasi masuk. Ivy melirik layar dengan alis berkerut, penasaran siapa yang mengirim pesan di saat seperti ini.

Mr. Gabriel:  Besok bimbingan di kelas 103. Jangan pakai pakaian seperti itu lagi.

Mata Ivy membelalak, kemudian menyipit penuh emosi. “Siapa dia, ngatur-ngatur aku?!” Gumamnya, marah.

Pesan itu seolah menantangnya. Ia tak bisa menahan senyum licik yang mulai menghiasi wajahnya.

Kalau Mr. Gabriel pikir bisa mengendalikannya, dia salah besar. Ivy malah semakin bersemangat untuk mengerjainya.

"Dia akan nyerah." Gumam Ivy, yakin pada diri sendiri.

...****************...

Keesokan harinya.. waktu bimbingan. 

Ivy melangkah dengan santai ke dalam kelas 103. Kemeja putih yang ia kenakan begitu tipis hingga garis dalamnya samar terlihat.

Lalu rok span hitam yang sangat tinggi membuat setiap gerakannya memancing perhatian.

Ivy sengaja memilih pakaian ini agar Mr. Gabriel semakin kesal dengannya.

"Siang, Mr. Gabriel," sapa Ivy dengan suara manis, melengkapi penampilannya yang provokatif.

Mr. Gabriel, yang sedari tadi fokus membaca buku, mendongak tajam.

Mata hitamnya langsung menatap Ivy, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

BRAK!

Mr. Gabriel membanting buku tebalnya ke meja, membuat suara keras yang menggema di ruangan.

"Nona Ivy," katanya dengan nada rendah namun penuh ancaman. "Kamu sengaja lagi datang dengan pakaian seperti ini?"

Ivy, dengan senyum menggoda, pura-pura tidak mengerti.

"Ada yang salah, Mister? Ini kemeja, dan ini rok span. Bukannya dosen-dosen lain juga mengenakan pakaian serupa?"

BRAAK! 

Mr. Gabriel mengebrak meja, membuat Ivy sedikit terkejut. Tapi alih-alih mundur, gadis itu tetap berdiri di tempatnya, bahkan tampak semakin menantang.

"Ganti pakaianmu yang benar, lalu kembali ke sini," perintah Mr. Gabriel dengan nada tegas.

Namun Ivy, dengan senyum nakal, menggeleng. "Tidak mau, buang-buang waktu."

Kemarahan Mr. Gabriel memuncak. Ia menarik dagu Ivy, membuat gadis itu terdiam sesaat.

Wajah mereka begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas Ivy. Dengan nada lebih rendah namun tegas, Mr. Gabriel berkata, "Ganti pakaianmu. Sekarang."

Tapi tiba-tiba, pandangannya salah fokus pada bibir Ivy yang merekah, dan itu membuatnya kehilangan kendali.

Ivy menyeringai, menangkap kebingungan Mr. Gabriel. Ia mengambil tangan pria itu dan menekankan jarinya pada bibirnya sendiri.

"Mr. Gabriel kangen?" Tanyanya dengan nada penuh godaan.

Merasa direndahkan, Mr. Gabriel segera menjauh, menarik napas panjang, dan melonggarkan dasinya.

Mr. Gabriel tau, jika membiarkan ini berlanjut, ia akan benar-benar akan kalah lagi.

Akhirnya, ia mengambil taplak meja di atas mejanya, melipatnya kasar, dan memasangkannya ke tubuh Ivy.

"Loh, Mister, ini apa?!" Ivy protes sambil mencoba melepaskan taplak itu. Tapi Mr. Gabriel dengan sigap menahan tangannya.

"Jangan dilepas, atau aku akan menghukummu."

"Hukum? Silakan saja hukum aku!" Tantang Ivy, senyum liciknya kembali merekah.

Dalam waktu singkat, Ivy menemukan dirinya duduk di kursi dengan setumpuk soal yang sangat sulit di depannya.

"Hwaa!! Apa ini?!" Teriak Ivy, tapi Mr. Gabriel hanya tersenyum dingin, sambil memutar kunci kelas di tangannya.

"Kerjakan sampai selesai, kalau tidak, kamu tidak akan keluar dari ruangan ini," katanya.

Ivy membatin kesal, menyebut pria itu iblis dalam hatinya. Namun, karna tak punya pilihan, ia mulai mengerjakan soal-soal itu dengan wajah cemberut.

Sebelumnya Ivy sudah mencoba trik nyosor lagi tapi Mr. Gabriel dengan cepat menghindar dan menutup mulut Ivy.

"Sudah kubilang jangan lakukan hal yang berlebihan seperti kemarin, aku tidak menyukainya." Tegas Mr. Gabriel dan membuat peraturan ketat.

"Kalau kamu bersihkeras, aku akan menambah soalnya lagi." Lanjut Mr. Gabriel.

Karna hal itu, Ivy mengusap rambutnya kasar, ia kini terjebak dalam aturan gila dosen killernya.

Kini Mr. Gabriel berdiri di depan, menjelaskan materi dengan detail yang membosankan.

Setiap kali Ivy menunjukkan tanda-tanda tidak peduli, Mr. Gabriel mendekat, menekan lebih keras.

"Kalau kamu tidak mengerjakannya dengan benar, waktumu akan semakin lama di sini. Kamu ingin bertahan lama denganku?" Sindirnya.

Ivy menggerutu pelan, "Dasar iblis." Tapi begitu Mr. Gabriel berbalik menulis di papan tulis, senyum nakal muncul di wajahnya.

Ivy mulai merencanakan sesuatu untuk membalas pria itu.

Kalau Mr. Gabriel berpikir bisa menang darinya, dia salah besar. Ivy tak akan menyerah tanpa perlawanan.

Ivy duduk dengan santai di kursinya, memainkan ujung pulpen dengan gerakan lambat namun penuh arti.

Matanya yang jenaka tak henti-hentinya memperhatikan Mr. Gabriel, yang tampak berusaha keras untuk tetap fokus pada materinya.

Saat Mr. Gabriel berbalik untuk menulis di papan tulis, Ivy perlahan berdiri.

Langkahnya pelan, sengaja dibuat lembut hingga suara hak sepatunya hampir tak terdengar.

Ivy mendekat ke meja besar di depan kelas, di mana Mr. Gabriel berdiri dengan punggung menghadapnya.

"Mister…" Bisik Ivy dengan nada lembut tepat di belakang pria itu.

Mr. Gabriel berhenti menulis. Bahunya sedikit tegang, tapi ia tetap berusaha terlihat tenang.

"Duduk kembali, Ivy," perintahnya dingin, tanpa menoleh.

Namun Ivy tidak mendengarkan. Sebaliknya, ia mendekat lebih jauh, kini berdiri begitu dekat hingga aroma parfumnya memenuhi indera penciuman Mr. Gabriel.

Ivy bersandar sedikit ke meja, membiarkan tubuhnya yang ramping terlihat jelas dalam pakaian yang ia kenakan.

"Mister kelihatannya lelah. Mungkin butuh istirahat?"

Mr. Gabriel berbalik, menatap Ivy dengan mata yang penuh peringatan.

"Jangan main-main, Ivy. Aku tidak punya waktu untuk ini."

Tapi Ivy hanya tersenyum kecil, memainkan ujung rambutnya dengan jari.

"Main-main? Aku serius, Mister. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."

Ivy berjalan ke arahnya dengan gerakan yang hampir seperti tarian, tubuhnya berayun pelan, membuat Mr. Gabriel semakin sulit untuk mengalihkan pandangan.

"Cukup!" Mr. Gabriel berkata dengan tegas, tapi suaranya mulai goyah. Ia tau harus menghentikan ini sebelum semuanya lepas kendali.

Tapi Ivy tidak mendengarkan.. ia semakin dekat, jemarinya yang halus menyentuh dasi pria itu, menariknya perlahan.

"Ivy sudah kubilang jangan macam-macam! Jangan menciumku lagi, aku memperingatimu." Pergelangan tangan Ivy kembali di tahan, dan Mr. Gabriel menatap gadis itu tajam.

Ivy terkekeh, "Memangnya aku mau menciummu?"

Mr. Gabriel salah kaprah dan malu sendiri lalu ia mengendurkan cenkramannya pada tangan Ivy.

Mr. Gabriel melirik tangan Ivy yang masih diperban, seketika ia sadar bahwa dirinya tidak boleh terlalu kasar.

"Atau Mr. Gabriel memang mau dicîûm ya?" Bisiknya, mata Ivy menatap langsung ke matanya, penuh godaan.

Mr. Gabriel menahan napas, tubuhnya menegang. Ia tau ia harus menjauh, tapi sesuatu dalam dirinya menahannya di tempat.

Dalam satu gerakan cepat, ia meraih Ivy, mendorong gadis itu hingga punggungnya menyentuh meja.

Nafas mereka bertaut, dan sebelum ia sadar apa yang dilakukannya, bîbírnya sudah hampir menyentuh Ivy.

TRINGG!! 

Tapi tiba-tiba, suara ponselnya berdering keras, memecah ketegangan di ruangan.

Mr. Gabriel tertegun, menyadari apa yang hampir ia lakukan. Dengan marah, ia mundur, meraih ponselnya tanpa melihat siapa yang menelepon.

Tatapannya kembali dingin, penuh kontrol diri yang dipaksakan.

"Keluar dari sini," katanya tajam, suaranya rendah namun memerintah.

Ivy, yang masih terkejut dengan perubahan sikapnya, berdiri dengan bingung.

Tapi sebelum ia sempat bertanya, Mr. Gabriel meraih kunci kelas dari saku jasnya dan melemparkannya ke lantai dengan suara keras.

"Ambil itu dan pergi," ucapnya sambil menunjuk kunci tersebut.

Tatapannya yang tajam seolah mengusir Ivy tanpa berkata apa-apa lagi. Ivy mengernyitkan alisnya, ia tidak Terima diperlakukan seperti ini.

Ivy segera mendekat ke Mr. Gabriel dan menatapnya kesal.

"Mr. Gabriel keterlaluan! Mister pikir aku ini peliharaanmu? Selalu saja menyuruhku menurut, walau tindakan Mister menyiksa dan merendahkanku!"

Mr. Gabriel melirik Ivy dengan tajam, ia menjauhkan ponselnya sesaat. "Aku bilang keluar." Tegasnya dengan suara lebih dingin, seolah tidak ingin diganggu.

Ivy menggigit bibirnya kesal, ia melayangkan tatapan yang bisa semua orang artikan.

Tatapan itu berarti Ivy tidak menyukai Mr. Gabriel.

"Aku benar-benar membencimu." Ucap Ivy terkesan berani tetapi, masih ada nada yang goyah.

Melihat hal itu Mr. Gabriel diam sesaat lalu terkekeh. "Ya benci aku sepuasmu." Mr. Gabriel segera mendekat dan membuat Ivy mundur beberapa langkah.

"Kamu bertanya apakah kamu peliharaanku?" Suara dingin itu menggema di dalam ruangan kelas, membuat Ivy makin was-was.

Kemarin merayap di pipi Ivy dan menyentuh helai rambut gadis itu. Sesaat.. Mr. Gabriel segera menarik dagu Ivy kembali.

Tatapan tajam itu menusuk Ivy begitu saja, nafas berat diantara keduanya mulai terdengar..

"Ya, kamu peliharaanku yang nakal dan aku akan menjinakanmu."

Ucapan Mr. Gabriel membuat Ivy ternganga, dan sepersekian detik selanjutnya Mr. Gabriel yang nyosor ke Ivy duluan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!