Ketenangan di rumah Gwen sangat melenakan. Meskipun semua orang sibuk, tapi sepertinya mereka terlihat tak terbebani bahkan terlihat bersemangat. Pagi hari Ahmad dan Zach joging di sekitar tanah pekarangan mereka. Tidak cocok disebut pekarangan karena luas halaman rumah mereka bisa dijadikan kebun raya. Ahmad meskipun sudah cukup umur untuk pensiun tapi tetap berangkat kerja tiap hari. Dia tak mau menyerah dengan usia. Selama masih ada kesempatan ia ingin terus bekerja. Justru di usianya sekarang ia merasa lebih hidup jika masih bisa terus dibutuhkan pemikiran dan tenaganya.
Farah rasa sudah cukup suntikan semangat yang ia peroleh dari keluarga Ilyas. Waktunya sekarang adalah menghadapi masalahnya sendiri.
Farah menghidupkan ponselnya. Belasan pesan, laporan panggilan tak terjawab, dan laporan pesan di aplikasi percakapan berlomba muncul di layarnya. Yang menjadi perhatian pertama adalah dari ibunya. Betapapun buruknya hubungan orang tua dan anak, tapi seorang ibu selalu terkoneksi dengan anaknya. Jika ada masalah yang terjadi pada sang anak, Ibu adalah orang pertama yang merasakan firasatnya.
Dari beberapa pesan yang Farah terima, ia tahu kalau Santi si kakak sepupunya menepati janji untuk tidak menceritakan apa yang terjadi kemarin. Farah cukup lega tapi perasaan mengganjal dan beban berat di dadanya belum hilang.
Farah menghela napas dan memenuhi paru-parunya dengan udara sebanyak mungkin. Berharap dengan cara itu sebagian sesak yang menghimpit dadanya hilang. Hingga Ia siap menghubungi ponsel ibunya. Pada dering ketiga ibunya telah tersambung.
“Halo Bun.”
“Farah, ada apa, Nak? Kamu kenapa nginap ke rumah Gwen, kamu baik-baik saja?” Terdengar nada cemas pada suara Fatma—ibu Farah. Pertanyaan itu cukup mengejutkan bagi Farah, ia yakin bahwa ibunya jarang sekali mengeluarkan emosi, dan dia menurunkan bakatnya kepada Farah. Pelan dan pasti Farah menerimanya dan itu membuatnya seperti robot tak bernyawa. Ia cukup heran, apa yang membuat ibunya sekarang lebih manusiawi?
“Farah, baik-baik saja ... sekarang,” jawab Farah dengan kalimat yang bisa diartikan sebagai banyak hal. Farah oke, tapi sebelumnya tidak. Farah sedang tidak baik-baik saja tapi ia berusaha menutupinya.
“Farah, ada apa? Ini seperti bukan kamu. Ada apa sebenarnya? Bunda kemarin telepon ke Ian katanya kamu gak nurut dengan Ian dan pergi dari rumah.”
Farah tertawa tanpa suara mendengarkan pernyataan Ian melalui ibunya. “Dia bilang begitu?”
“Iya. Apa itu benar?” ibunya malah menimpali Farah dengan pertanyaan.
“Sebenarnya Farah gak kabur. Farah ada di rumah Gwen untuk bersiap-siap menghadapi Ian.”
“Farah, yang jelas ngomongnya. Bunda gak faham.”
Dengan nada pelan dan tegas ia berkata, “Farah mau cerai sama Ian, Bun.”
“Apa?” Sebenarnya pendengaran ibu Farah baik-baik saja. Sinyal juga sedang dalam kondisi stabil. Namun, pernyataan Farah baginya tak masuk di akal. Pernikahan mereka baru berumur kurang dari dua tahun, dan Farah ingin bercerai. Apa ini semacam prank?
“Jangan bercanda, Farah. Pernikahan kalian baik-baik saja. Hari Minggu lalu kalian merayakan ulang tahun Ian di rumah mertua kamu. Kalian tampak mesra. Apa-apaan ini?” Yaa, Farah juga heran apa yang terjadi sekarang ini. Hidupnya mendadak seperti drama Korea.
“Bun, apa Bunda percaya padaku?”
“Percaya,” jawab ibu Farah tanpa berpikir lama. Farah mengerutkan keningnya, ia takjub betapa cepat ibunya menjawab.
“Ian selingkuh di belakang Farah.” Farah tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi ibunya sekarang ketika mendengar kalimat itu karena ia tak bisa melihat wajah ibunya. Farah cukup yakin kalau ibunya tak memasang emosi macam apapun di wajahnya karena ia terbiasa seperti itu.
Selesai menceritakan kejadian kemarin, Farah terdiam dan ibunya pun masihubelum meresponnya. Farah belum berani memperkirakan bagaimana reaksi ibunya, tapi ia sudah yakin dengan keputusannya. Farah bukan anak kecil lagi.
“Apa kamu bisa pulang sekarang? Kita bicara di rumah.” Akhirnya Fatma memecah keheningan di antara mereka. Farah berkata, “Iya Bun, Farah memang berencana pulang sore ini. Setelah Gwen pulang kerja. Farah gak enak kalau pergi tanpa berpamitan langsung padanya.”
“Ya, tentu saja,” jawab Fatma. “Bagaimana dengan Galen?” tanya Fatma kemudian. Farah terdengar lebih lega saat Fatma menanyakan tentang Galen. Apapun yang terjadi di antara Farah dan Ian, Farah ingin agar orang tuanya tetap memperhatikan Galen sebagai cucu yang harus mereka beri perhatian dan lindungi.
Farah yakin ia bisa melalui perceraian ini dengan baik, tapi Galen ... ia ingin anak itu tumbuh dengan baik, penuh dengan limpahan kasih sayang orang-orang di sekitarnya meskipun tanpa sosok seorang ayah.
****
Sore menjelang, Gwen turun dari mobil disusul dengan Zach yang terlihat buru-buru. Samar-samar Farah bisa mendengar Zach berteriak memohon kepada Gwen. “Come on, Honey! I'm sorry Ok?” Gwen bersikap acuh dan meninggalkannya.
Farah sedang berada di beranda sedang menikmati waktu sore bersama Galen yang terlelap karena kekenyangan menyusu. Setelah melihat mereka berdua, Farah jadi ragu untuk segera menemui Gwen dan berpamitan pulang. Sepertinya sekarang bukan waktu yang baik.
Saat sepasang suami istri itu sudah menghilang masuk ke rumah, satu mobil lagi memasuki halaman rumah. Mobilnya berhenti tepat di sebelah mobil Zach dan Farah bergidik ngeri membayangkan bagaimana kayanya keluarga Ilyas. Kedua mobil itu adalah mobil yang termasuk dalam jajaran sepuluh mobil termahal di dunia. Farah tak perlu mengintip garasi mereka yang seperti showroom mobil mewah hanya untuk membuat jiwa miskinnya menjerit.
Seorang pria keluar dari pintu pengemudi dan Farah merasakan seketika waktu berhenti berjalan. Udara pekat berderak di sekitarnya dan Farah merasakan kembali perasaan itu. Perasaan yang telah lama terkubur di alam bawah sadarnya.
Farah kira, perasaan seperti itu tak akan pernah kembali lagi. Bagaimana jantungnya serasa berdegup kencang, perutnya menahan nyeri karena simpulan imajiner yang terbentuk di dalam sana, dan ujung jari kakinya tertekuk tanpa ia bisa mengontrolnya. Mata Farah tak pernah meninggalkan sosok yang berjalan semakin dekat ke tempatnya mematung.
“Farah?” Pria itu mengeluarkan suara yang membuat Farah bernapas kembali tanpa ia sadar kapan ia menahannya. “Hai, lama tidak ketemu. Gimana kabarnya?” tanyanya lagi. Farah berkedip-kedip. Otaknya mendadak melalui proses booting ulang. Membuat ia harus memikirkan apa yang baru saja malaikat di depannya katakan.
“Kamu lupa denganku?” tanya pria itu lagi dengan senyum yang menampakkan lesung pipi. Ia berdiri menjulang di hadapan Farah.
“Lupa?” tanya Farah dalam hati. Mana mungkin dia lupa dengan pemilik bola mata biru itu. Alis yang membingkai kedua matanya sempurna, tebal dan rapi. Hidung yang mancung khas orang-orang Eropa. Yang berubah adalah garis rahangnya terlihat lebih tegas dari dua tahun lalu. Dan otot bisepnya tercetak memenuhi lengan kemeja putih yang ia kenakan. Selama dua tahun ini mungkin pria di hadapannya telah melakukan work out tiap hari sehingga badannya terlihat lebih berisi.
“Ah tidak,” jawab Farah akhirnya yang berhasil menguasai ledakan emosional dalam dirinya. “Kabar gue gak terlalu baik, but I'm OK. Bagaimana denganmu Theo?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Bunda
Akhirnya ketemu Theo
2021-08-05
0
Juan Sastra
kenapa lagi gwen sama zach..
2021-04-15
0
Apthree80
semangat up thor, jgn lama" up nya .... critanya semakin buat penasaran ...
2020-09-19
2