Farah menepis lelehan air mata yang luruh, lalu berhenti untuk melihat jemarinya. Cincin itu masih di sana, cincin pernikahannya. Farah melepaskannya dengan tanpa kesulitan sama sekali. Biasanya dia sulit untuk melepaskan karena jemarinya ikut membesar seiring tubuhnya yang membengkak karena mengandung Galen. Bahkan berat tubuhnya masih belum susut banyak sampai sekarang karena masih menyusui. Farah selalu merasa lapar karena makanan yang masuk ke perutnya menjadi susu untuk Galen.
Entah karena berendam terlalu lama dalam air bathtub sehingga jarinya lebih menyusut atau karena memang dia merasa sudah tak memiliki ikatan pada pria yang menyematkan cincin itu di jari manisnya pada hari pernikahan mereka. Farah meletakkan cincin itu di tempat sabun. Farah harus mengembalikannya.
Sedari pertama dia tahu hati Ian tak pernah untuknya. Cincin itu dipersiapkan Ian untuk Mila, kisah masa lalu Ian yang jarang laki-laki itu ceritakan padanya. Ian cukup tertutup dan hanya mengatakan kalau Mala hanya masa lalunya ketika Farah mendesaknya. Nama Mala pun pertama kali ia dengar bukan dari bibir Ian. Namun, dari mama Ian sendiri. Seminggu sebelum mereka menikah.
Mala dan Ian seperti dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Mereka sudah menjalin hubungan sejak sekolah, tapi kemudian Mala dijodohkan orangtuanya. Mereka tidak setuju Mala menikah dengan Ian yang kekayaan keluarganya jauh dari Mala. Akhirnya mereka putus. Mama Ian dan papanya murka mengetahui alasan orangtua Mala. Mereka menyumpah tak akan pernah berhubungan kembali dengan keluarga Mala. Bahkan Ian disuruh memblokir segala akses yang bisa menghubungkan dirinya dengan Mala ataupun keluarganya. Harga diri mereka terasa terinjak-injak. Mereka mengharamkan diri dan seluruh turunan mereka untuk berhubungan kembali dengan keluarga Mala. Mama dan Papa Ian juga memberikan doa buruk kepada Mala dan keluarganya agar tak pernah dapat merasakan kebahagiaan.
Dua tahun berlalu, ternyata pernikahan Mala berakhir. Statusnya menjadi janda tanpa anak. Farah tak tahu bagaimana kelanjutan ceritanya setelah itu karena Mama Mertuanya—yang sebentar lagi menjadi mantan Mama Mertua—tidak mau bercerita lebih jauh. Ia bahagia Ian mau menikah dengan Farah dan melupakan Mala.
Namun ternyata, nama Mala tak pernah keluar dari hati Ian. Farah memukul air dan membuat percikannya mengenai muka dan matanya. Farah berteriak, “Akh!” kemudian merasakan perih dan menangis lagi. “Air jahat!” kesalnya, “Ian jahat!”
Farah berjanji bahwa malam itu adalah terakhir kalinya dia menangis.
Dini hari, Farah terbangun dengan perasaan yang lebih ringan. Ia melihat jam dinding dan mendapati kalau masih jam empat pagi. Farah kemudian mandi dan keluar dari kamar. Ia mendengar beberapa langkah kaki dan suara anak yang saling bercanda. Masih terlalu pagi tapi suara tawa anak-anak sudah memenuhi rumah Gwen. “Ah maaf, kami membangunkan Anda,” ujar Hermin—kepala pelayan di rumah itu.
“Anak-anak, huusst! Itu tantenya bangun karena kalian terlalu berisik.” Hermin memperingati adik-adik angkat Gwen. Mereka adalah Claire, Mike, Henry, dan Edwin. Keempatnya adalah anak-anak panti asuhan tempat Gwen dibesarkan. Setelah kejadian mengerikan di rumahnya, Ahmad mengadopsi keempatnya menjadi cucu angkat.
Claire dan ketiga saudara angkat laki-lakinya kemudian melihat ke arah Farah lalu meminta maaf. Farah tersenyum haru. “Kalian manis sekali,” jawab Farah. “Tante tidak terbangun karena kalian, kok. Memang Tante biasa bangun pagi karena harus menyusui adik Galen,” jelasnya.
Keempatnya kemudian tersenyum. “Apa kami boleh bermain dengan Adik Galen kalau sudah selesai shalat?” tanya gadis kecil bernama Claire.
Farah tersenyum lebar. “Tentu saja.”
Kemudian Farah melihat Ahmad, kakek keempat anak manis di depannya, atau Kakek Mertua Gwen. Meskipun sudah terlihat seluruh rambutnya memutih, tapi aura ketampanan pria tua itu masih terlihat. “Anak-anak sudah siap?” tanya Ahmad. Keempat anak tadi menjawab bersamaan, “Sudah, Kek.”
Farah melihat Gwen berjalan beriringan dengan Jane. Wanita yang Gwen anggap sebagai Ibu. Mereka menyusul Ahmad setelah menyapa Farah dan bertanya bagaimana keadaannya. Gwen mengelus punggung Farah ketika Farah berkata bahwa perasaannya lebih tenang.
Ahmad dan keluarganya mengawali pagi dengan shalat berjamaah bersama, termasuk para pengasuh dan pelayan. Kemudian Zach datang tak lama setelah mereka sudah menempatkan diri masing-masing di barisan.
Farah terbiasa melihat Zach karena suami sahabatnya itu sering menemani Gwen. Apalagi setelah kejadian tahun lalu yang membuat Gwen yang sedang hamil si kembar hampir diperkosa, Zach tak mau lama meninggalkan istrinya. Farah bergidik ngeri membayangkan kejadian itu lagi. Padahal dia hanya mendengarkan ceritanya saja.
Zach adalah pemilik agensi tempat ia bekerja. Meskipun Farah tak pernah berkomunikasi langsung dengan Zach, hanya melihat Sammy dengannya saling melemparkan candaan dan sarkasme membuat Farah merasa dekat juga dengan Zach.
“Kamu tidak masuk juga?” tanya Zach.
“Aku sudah tadi,” jawab Farah.
“Oke. Aku duluan kalau begitu.”
Farah mengangguk lalu meninggalkan mereka untuk pergi ke kamar Galen. Seorang pengasuh menjaga Galen, ia terlihat sedang membaca buku dan terkejut saat pintu Galen terbuka.
“Ah maaf aku mengagetkanmu,” ucap Farah.
Gadis itu menggeleng. “Tidak apa-apa.”
“Apa dia menyusahkanmu?” tanya Farah sambil memandang box Galen. Semalam Farah tertidur seperti mayat, tak bangun sama sekali sampai tadi pagi. Itulah pertama kalinya ia tidur nyenyak tanpa harus bangun malam hari untuk menyusui. Akibatnya kini asi yang terkumpul semalaman membuat dadanya penuh dan nyeri.
Gadis yang bernama Lisa itu menggeleng, “Tidak, Galen bayi yang manis. Dia tidak berisik dan suka tersenyum,” jawab Lisa sambil tersenyum ke arah Galen yang tertidur.
“Ah iya, maaf belum sempat memperkenalkan diri. Nama saya Lisa. Saya pengasuh sementara di rumah ini.”
“Sementara?” tanya Farah heran. “Ah maaf. Namaku Farah.”
Lisa tersenyum lalu berkata. “Iya sementara. Saya sedang libur kuliah jadi ke sini membantu Mama.”
“Mama?”
“Nama mama saya Hermin. Dia pelayan di rumah ini.”
“Aah.” Farah mengangguk paham. “Oh ya, apa kamu sudah shalat. Aku bisa menunggui Galen sendiri kalau kamu mau keluar dulu.”
Lisa mengangguk. “Terima kasih.”
“Aku yang seharusnya berterima kasih,” balas Farah dengan tersenyum. Gadis itu kemudian meletakkan bukunya di nakas lalu segera berpamitan keluar dari kamar Galen. Kamar Galen ternyata adalah kamar lama si kembar Al dan Bil, atau Gwen dan Zach biasa memanggil mereka Baby A Baby B. Panggilan itu di telinga Farah terdengar lucu sekaligus manis.
“Halo anak Bunda. Apa kamu merindukanku, Sayang?” bisik Farah lembut sambil membawa Galen yang masih tertidur pulas ke dalam gendongannya. Farah kemudian duduk di sofa yang selalu digunakan Gwen untuk menyusui. Galen meskipun tertidur, tapi insting bayinya tetap peka. Ia menyurutkan pipinya ke dada bundanya. Farah tertawa kecil lalu membuka kancing gaunnya untuk menyusui Galen.
Cukup Galen saja, pikir Farah. Dunianya kini hanya untuk Galen, berpusat pada Galen saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Runa💖💓
lanjut baca k mari setelah novel Hutang kepada mr Devil😊😊
2021-08-16
1
Bunda
kasian Farah😢😢😢😢
2021-08-05
0
Juan Sastra
galen,, untung bukan galon namanya..
2021-04-15
0