Gwen membuka pintu kembar perpustakaan dan mempersilakan kedua temannya untuk duduk. Farah menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Permukaan bantalan kursi yang halusnya seperti beludru tak membuatnya merasa nyaman. Gwen kemudian duduk di sebelah Farah dan bicara pelan. “Ceritakan Farah. Di sini hanya ada kita.”
Farah sudah memendam lama masa lalunya yang kelam, bahkan orangtuanya pun tak tahu apa yang terjadi padanya. Di depan mereka, Farah menjadi anak yang penurut, tak banyak bicara dan patuh. Sampai masalahnya kian membesar dan Farah tahu yang ia inginkan. Pergi jauh dari rumah.
Farah memandangi wajah Sammy dan Gwen lalu mulai bicara, “Mmm sebenarnya aku malu menceritakan hal ini, tapi kalian adalah teman yang kupercaya.”
“Okee, pelan-pelan saja,” jawab Sammy.
Farah kemudian mengangkat blus yang ia kenakan sampai perutnya terlihat. Gwen dan Sammy memperhatikan lengan Farah lalu terkesiap. Perut Farah penuh dengan bekas luka garis-garis seperti bekas sayatan pisau.
Farah sudah siap akan ekspresi wajah yang ditampakkan oleh kedua sahabatnya. “Dulu gue suka menyakiti diri sendiri. Dari mulai SMP kelas 2 waktu pertama kali dengar istilah self harm, sampai semester kedua kuliah.
Gue dari dulu selalu dapat tuntutan dari Ibu tidak boleh nangis, tidak boleh nunjukin emosi berlebihan. Kalau sampai gue melakukannya ibu akan memukulku dengan rotan dan mengurung gue seharian di kamar mandi. Akibatnya gue jadi benar-benar takut mengekspresikan emosi. Tapi kemudian lama kelamaan tak ada emosi lagi yang tersisa, gue mati rasa.
Kalian semua bisa bayangin, kan gimana anak kecil itu, mau apa kadang ngerengek atau nangis. Sedangkan gue jatuh dari sepeda aja gak boleh nangis.
Gue jadi anak pendiam, anti sosial. Itu terjadi sampai lulus SMA. Lalu pas kelas 2 SMA itu gue dengar di luar negeri orangnya gak terlalu kepo kayak di Indonesia, makanya gue ngejar beasiswa ke sana. Akhirnya kesampaian. Gue ketrima di salah satu universitas di New York tapi biaya hidup gue harus nanggung sendiri. Otomatis gue harus kerja di sana kalau mau survive. Gue gak bisa ngandelin ortu karena lo berdua tahu sendiri kalau ortu gue bukan orang tajir.”
Farah menghela napas berat. “Waktu di New York kebiasaan self harm jadi menggila. Gue sering ngelakuin itu karena pekerjaan sebagai waiters harus selalu tersenyum dan bicara dengan orang lain. Gue harus ngerasain rasa sakit setidaknya sekali sehari supaya bisa merasakan emosi. Jadi kalau di apartemen gue sayat-sayat perut di kamar mandi. Kalau udah ngelakuin itu perasaan jadi lega dan pas ngelihat ke cermin senyuman gue gak laku lagi. Tapi kalau lembur kadang di toilet tempat kerja gue lakuin lagi.
Sampai suatu ketika teman kerja mergoki gue di toilet karyawan yang lupa gue kunci, saking stressnya. Dia kemudian manggil manajer. Gue udah takut kalau dikeluarkan dari restoran itu karena dianggap membahayakan.
Ternyata, manajer itu orang yang baik. Dia menelepon ke temannya yang psikiater untuk datang dan bicara dengan gue. Dan selanjutnya gue jadi pasien psikiater itu sampai setidaknya dua tahun gue dinyatakan sembuh. Gak self harm lagi, bisa ekspresikan emosi secara wajar, dan gue juga udah mampu menghilangkan stress dengan cara wajar.”
Gwen dan Sammy menghela napas lalu tersenyum.
“Gue bangga sama lo, Farah,” ujar Sammy sambil mendekatkan diri untuk mendekap Farah dalam pelukannya.
Gwen memegang telapak tangan Farah lalu ikut memeluknya. “Andai kita kenal lebih awal,” ujarnya.
“Gak pa-pa Gwen,” tukas Farah, “gue beruntung kenal kalian saat sudah ngelewatin hari-hari gelap itu.”
Mereka saling berpelukan sampai beberapa saat. Farah merasa sangat beruntung kini ia mempunyai sahabat andai masalah seperti ini terjadi dan ia tak punya teman, mungkin ia akan kembali melakukan hal-hal buruk pada tubuhnya. Dan Ia benar-benar akan kehilangan Galen.
Kemudian Gwen melepaskan pelukannya. “Oke, Farah apa kamu siap menceritakan hal ini ke Pak Hardi?” tanya Gwen.
Farah mengangguk masih dalam pelukan Sammy. “Iya, gue gak mau Ian gunain masa lalu itu jadi kelemahan gue supaya bisa ambil Galen. Gue gak sanggup kalau itu terjadi.”
Mereka bertiga kembali lagi ke hadapan Hardi dan menceritakan tentang masa lalu Farah. Hardi mengangguk paham lalu bertanya lagi “Apakah Bu Farah bisa menghubungi psikiater itu lagi seandainya dibutuhkan bantuannya sebagai saksi ahli?”
“Tentu, saya masih simpan nomernya,” jawab Farah yakin.
“Lalu kemudian ... masalah finansial. Apa rencana Bu Farah ke depan?”
“Farah besok jadi asisten saya.” Bukan Farah yang menjawab, tetapi Sammy.
“Eh gimana maksudnya?” tanya Gwen.
“Begini, supaya kelihatan kuat secara finansial Farah harus punya pekerjaan. Nah gimana kalau Farah kembali kerja sama gue di agensi. Ga pa-pa seandainya Farah gak terlalu fokus di kerjaan karena mengurus Galen. It's no big deal. Farah bisa nangani event yang di dekat sini aja, yang luar kota dan luar negeri gue bisa sama Maura asisten gue satunya.”
Gwen mengangguk paham. Meskipun suaminya pemilik agensi itu tapi dia tidak mengenal dunia permodelan. Gwen dan Zach sama-sama memasrahkan keberlangsungan agensi kepada Sammy. Hanya saja sekarang Gwen memberlakukan peraturan kalau mereka tidak akan menerima project yang mengharuskan model tampil terlalu terbuka. Untungnya Sammy tak masalah dengan hal itu dan dia memang sudah minta ijin kepada Gwen untuk mengurangi project di luar negeri yang sering meminta model berpenampilan terbuka, karena kini ia memutuskan untuk menikah dan calon suaminya ingin Sammy melindungi para wanita agar tak terlalu terbuka secara fisik.
“Baiklah, saya rasa cukup sampai di sini. Saya minta berkas-berkas dari Bu Farah besok, tolong dipersiapkan.” Hardi merobek selembar kertas post it berisi dokumen yang harus dipersiapkan l lalu memberikannya kepada Farah. “Nomer saya ada di situ, kalau semua berkas sudah terkumpul Anda telepon saya. Gugatan cerai akan saya daftarkan, Bu Farah tidak perlu risau karena semua akan saya urus.”
Farah mengangguk lalu tersenyum kecil di akhir kalimat Hardi. “Terima kasih.”
*****
Hari itu adalah hari yang terasa berat bagi Farah. Atas saran Gwen, Farah memerah asinya dan menyimpannya di kulkas. Gwen sudah meminta salah satu pengasuh anak di rumahnya untuk menjaga Galen. Ia meminta Farah untuk istirahat dengan nyaman.
Setelah Farah duduk sendiri di atas ranjang, ia memberi pesan kepada ibunya bahwa ia menginap di rumah Gwen. Lalu Farah mematikan ponselnya. Ia belum siap menceritakan tentang hari ini ke orangtuanya, pun mendapatkan pertanyaan detail mengenai hubungannya. Ia membuka kran air untuk mengisi bak bathup sampai penuh lalu menaburkan garam mandi dan aroma terapi. Farah berendam ke dalam air hangat yang wangi itu. Pikirannya berkelana ke perjalanan pernikahannya, membuat air mata Farah luruh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Lea Octa
Untung Farah punya temen yang bener² mendukung dan memberikan bantuan yg bisa bikin Farah kuat dan sanggup jd singel parent
2022-01-16
0
Pratiwi Lusi Arifin
komunikasi 2 arah itu penting
thd siapa saja
terutama anak dan pasangan kta
2021-11-23
0
Juan Sastra
sahabat sejati..
2021-04-15
0