Aku Bukan Malaikat
“Katakan apa salahku? Aku sudah menjadi anak yang penurut, menyetujui perjodohan yang diatur orang tua. Merelakan karierku dan menjadi perempuan rumahan dengan harapan ibu mertuaku bangga mempunyai menantu yang ia inginkan. Cantik, pintar memasak, penurut, dan sepenuhnya di rumah. Aku juga tidak banyak menuntut.”
Laki-laki di depannya bergeming.
“Jangan diam saja!” bentak Farah kepada pria yang saat ini masih berstatus sebagai suaminya.
-----------------
Dua jam yang lalu, adalah neraka baginya.
Keanu, keponakan Farah yang kemarin bermain ke rumahnya ternyata meninggalkan jam tangan teleponnya di tas kerja Ian—suami Farah. Si gembul itu merengek ke mamanya agar jamnya kembali segera, sehingga mau tidak mau Farah harus menghubungi Ian yang masih kerja. Sayangnya ponsel Ian belum bisa dihubungi.
“Maaf Santi, Ian sedang ke luar kota, kemungkinan jam Keanu baru bisa kembali besok.”
Keanu menangis meraung-raung ketika mendengarkan penjelasan Farah. Perlu lima belas bungkus jajanan berbentuk telur isi coklat dan susu agar membuat Keanu berhenti menangis. Setelah anak itu tenang Santi membuka aplikasi tracking GPS yang terkoneksi antara ponselnya dengan jam tangan Keanu, mungkin saja Ian sudah kembali dari luar kota sehingga ia bisa mengambil jam Keanu. Namun, hasil dari tracking GPS membuat Santi mengerutkan dahinya.
Jam Keanu tidak berada di luar kota, tapi di salah satu kawasan apartemen elit.
“Masa sih, San?” tanya Farah yang tak yakin. Hari itu adalah hari Senin di jam yang paling sibuk bagi orang kantoran.
“Tuh, kamu lihat sendiri.” Santi menyodorkan ponselnya yang masih menampilkan tanda seperti tetes air mata terbalik berwarna biru.
“Jam Keanu sudah ketemu, Ma?” tanya Keanu yang antusias. Bibirnya belepotan dan ia masih sibuk menyendok coklat susu dari cangkang telur di tangannya. Farah tak mendengarkan ocehan Keanu karena kepalanya sedang penuh dengan pertanyaan yang melintas.
“Tapi ini apartemen elit, kita gak bisa masuk sembarangan kalau gak kenal penghuninya,” kata Santi kemudian. Farah mudah saja mendapatkan akses untuk masuk ke apartemen itu karena gedung itu milik Ilyas Limited Corporation. Yang berarti dia hanya perlu menghubungi Gwen untuk mengijinkannya masuk. Hanya saja, alasan apa yang harus Farah berikan kepada sahabatnya itu?
Farah tidak pernah berbohong dan dia takut untuk mengatakan hal yang sejujurnya kepada Gwen. Terlebih hal itu hanyalah asumsinya saja. Meski di pikirannya sudah dipenuhi hal-hal buruk mengenai suaminya, Farah masih tetap berpikir positif.
Mungkin Ian sedang ada rapat mendadak di sana.
Mungkin bos Ian sedang berada di apartemennya dan Ian ditugaskan ke sana.
Sayangnya pikiran positif itu kalah kuat. Tubuh Farah bergetar seiring detak jantungnya yang semakin naik.
“Farah.” Panggilan dari Santi membuat Farah terbebas sesaat dari pertarungan batinnya. Santi yang kerepotan menolak keinginan anaknya terpaksa meminta Farah untuk segera ikut menemui Ian. Farah mengambil Galen yang tengah tidur dari dalam box bayi.
Taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah apartemen elit dan Farah masih belum yakin akan langkahnya. Santi masuk lebih dulu dengan langkah cepat. Sayangnya langkah Santi terhenti karena dia tidak punya akses masuk.
“Adik ipar saya ada di dalam, Pak,” kata Santi kepada petugas keamanan yang memakai seragam serba hitam. Ia berharap bapak yang terlihat garang itu percaya dengan kata-katanya.
“Di unit berapa, Bu? Biar petugas lobi yang menghubungi ke penghuni yang dituju. Kalau Ibu tidak punya acces card, tidak bisa masuk ke sini,” ujar Bapak itu yang bertindak sesuai prosedur keamanan.
Santi tahu bahwa dia tidak akan bisa menyebutkan dengan pasfi nomer unit, bahkan nomer lantainya. Aplikasi tracking yang terpasang di ponselnya tidak sepintar itu, dia juga tak yakin kalau Ian adalah pemilik unit di apartemen itu.
“Aduh gimana, yaa. Saya lupa lantai berapa?”
Farah masih terdiam di tempatnya berdiri. Pertarungan batinnya terasa lebih hebat saat ini. Firasatnya mengatakan bahwa sebentar lagi badai masalah akan datang menggulungnya. Farah tahu bahwa akan ada konsekuensi yang besar yang harus dia tanggung, tapi apakah dia berani menerima resiko itu?
Santi sudah patah semangat, tapi Keanu malah meledak-ledak. Petugas Concierge sampai ikut keluar dari meja lobi untuk merayunya dengan permen. Bapak petugas keamanan tidak mau mengendurkan penjagaannya. Di tengah kekacauan, Galen dalam gendongan Farah menambah dengan tangisannya yang memekakkan telinga. Padahal Galen biasanya bayi yang selalu tenang, asal dia mendapatkan asi yang cukup dan popoknya kering, dia tidak akan rewel.
Farah menitikkan air mata, lalu sambil mengayun tubuhnya agar Galen tenang, ia meraih ponsel dalam tas bayi. “Halo, Assalamu’alaikum. Gwen aku butuh bantuan kamu.”
---------------------------------------------------------------------
Kini mereka berdua, Farah dan Ian bicara di ruang tamu rumah mereka. Santi dan Keanu sudah pulang lebih dulu. Ia berjanji tidak akan cerita apapun kepada keluarga mereka tentang masalah itu sebelum Farah membolehkannya. Bahkan Santi menyuap Keanu agar si gembul itu juga bungkam. Namun mengingat bahwa anak kecil selalu berkata jujur, Santi ragu kalau efek satu kotak es krim bisa bertahan lama.
Sedangkan Gwen, ia menjaga Galen yang tertidur di box bayi di dalam kamarnya. Gwen yakin akan ada masalah besar ketika mendapatkan telepon dari Farah yang terisak. Ia sengaja pulang lebih awal dan membatalkan rapat direksi pada rumah sakit miliknya yang akan dibuka seminggu lagi.
Gwen membiarkan kedua suami istri itu bicara tapi dia tidak mau meninggalkan Farah sendirian.
“Jawab aku, jangan diam saja! Kamu pikir aku bodoh selama ini?” tanya Farah yang berurai air mata.
“Kamu sudah kuberi tahu tentang Mala. Bukankah kamu juga bisa mengerti?” Akhirnya pria itu bicara, tapi Farah justru ingin meledak mendengarnya.
“Aku bisa mengerti dia masa lalu kamu. Aku bisa mengerti kalau sulit melupakan orang yang kamu cintai. Tapi bukan begini!
Aku mengerti kamu masih belum bisa mencintai aku, tapi bukan berarti kamu boleh seenak itu selingkuh di belakangku! Apa kamu pikir pernikahan kita hanya main-main saja?”
Kembali pria itu tak bicara. Farah menunggu Ian menjelaskan sesuatu meskipun Farah tak yakin bahwa kalimat Ian akan mengubah pendiriannya. Cukup sudah sepuluh menit Farah menunggu Ian bicara. Keheningan yang mencekam di antara mereka membuat Farah yakin bahwa ia tak bisa bertahan lebih lama.
Farah menggeleng lalu tertawa miris. “Sudahlah, aku yang bodoh.” Farah kemudian menghapus air matanya lalu menuju ke kamar Galen. Ia mengambil tas lalu memasukkan baju-baju, peralatan mandi Galen dan popoknya. Gwen memeluk Farah yang sibuk memasukkan baju Galen. Tangis Farah pecah di dalam pelukan sahabatnya.
--------------
Halo pemirsaaa
Ini adalah karya kedua aku. Seperti biasa mohon dimaklumi kalau tidak bisa update terjadwal 😊
Terima kasih atas dukungan kalian selama ini. 💕💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Lea Octa
baru baca aja udh kaya begini....kesellll nyebelin banget suaminya...kasian Farah
2022-01-16
0
Ndhe Nii
sama kerennya ceritanya dg yg cerita sebelumnya..... makasih banyak thorr..🙏😍
2021-07-11
0
Lintang Maharani
habis dr Mr Devil lanjut kesini,aq suka aq suka😍😍😍
2021-04-27
0