Gwen menggeret koper Farah keluar dari kamar Galen. Bayi itu masih tidur nyenyak tak terusik meskipun Farah memindahkannya ke gendongan. Farah bersyukur ia belum paham apa yang terjadi di antara ia dan suaminya.
Pria itu masih duduk di sofa ruang tamu. Ia melihat koper dan beberapa tas yang dibawa Gwen. “Kamu mau ke mana?” tanya Ian kepada Farah.
“Apa pedulimu aku mau ke mana?” balas Farah.
“Setidaknya aku tahu kamu mau ke mana. Aku masih suami kamu.”
Farah menelan saliva yang mengganjal di tenggorokannya. Menahan diri agar tak meledak amarah karena Galen bisa terkejut. “Aku tak tahu, pokoknya jauh dari kamu.”
“Nyalakan terus hapenya.”
Farah kemudian menatap pria itu. Menanti beberapa saat sebelum benar-benar meninggalkannya. “Kamu tahu kalau ini bisa jadi terakhir kalinya kita bertemu sebelum sidang, kan?”
“Apa maksud kamu?” tanya Ian yang mengerutkan dahinya.
“Oh please, Ian. Jangan pura-pura bodoh.” Wajah Farah tampak lelah. “Apa kamu pikir aku diam saja dikhianati seperti ini?” desisnya.
“Keluarga kita tak akan setuju.”
Farah tertawa miris. “Berapa umur kamu? Kurasa kamu bukan anak kecil lagi. Apa begini cara kamu menyelesaikan masalah? Berlindung di bawah ketiak mama kamu?”
“Jaga ucapanmu, Farah!” tangan Ian bergerak ke atas hendak menjatuhkan tamparan ke pipi Farah, tapi Gwen bergerak cepat memeluk Farah sehingga tamparan itu mengenai belakang kepala Gwen.
“Gwen!” pekik Farah.
“Aku gak pa-pa,” jawab Gwen.
“Baiklah Ian, aku rasa ini terakhir kalinya kamu bisa bertemu dengan Farah dan Galen.” Gwen mendorong bahu Farah agar segera keluar dari rumah itu.
“Jangan senang dulu, aku pastikan Galen akan berada di dalam hak asuhku.”
Gwen berkata lirih pada Farah, “Jangan hiraukan dia.”
Setelah sampai di mobil, Gwen membantu Farah meletakkan Galen di baby car seat lalu Farah duduk di sampingnya. Gwen mengemudi dalam diam sampai ia keluar dari area perumahan.
“Kamu mau ke tempatku dulu?” tanya Gwen.
Farah yang terlihat melamun memandangi jalan menoleh ke arah spion tengah, saling bertatapan dengan Gwen. Matanya tampak berkaca-kaca. Farah bingung mau menjawab bagaimana. Dia ingin pulang ke rumah orangtuanya tapi dia belum siap bercerita tentang kejadian tadi.
Akhirnya Farah mengangguk pelan, tapi karena Gwen yang harus memperhatikan jalan ketika mengemudi, ia tak tahu bahwa Farah sudah mengangguk.
“Aku ke rumahmu.”
“Oke,” jawab Gwen singkat lalu kembali memperhatikan jalan.
Setelah sampai di rumah, Gwen segera meminta pengacara yang bekerja untuk keluarga Ilyas segera menemuinya. Rahardian atau yang biasa dipanggil Hardi—pengacaranya—sampai di rumah Gwen setengah jam kemudian. Disusul kemudian Sammy—sahabat Gwen dan Farah.
Gwen minta tolong kepada Jane untuk menjaga Galen, sedangkan ia dan Farah akan berbicara dengan pengacara itu di ruang kerja Zach.
Gwen menceritakan bahwa temannya mengalami masalah rumah tangga, dan ia meminta Hardi membantunya.
“Coba ceritakan kembali kronologi yang terjadi Bu Farah,” pinta Hardi.
Kembali, Farah harus memutar memori kejadian tadi siang yang membuat dunianya serasa runtuh. Rasa sakit dihianati membakar tubuhnya. Dia masih syok mendapati suaminya selingkuh dan berada di dalam rumah perempuan yang ia enggan menyebutkan namanya, tapi demi memenuhi tuntutan Hardi dia meloloskan nama Mala. Wanita yang seharusnya menjadi masa lalu Ian, ternyata tanpa ia sadari selalu membayangi pernikahannya.
“Lalu bagaimana keputusan Anda?”
“Bercerai,” kata Farah pelan tapi tegas.
“Anda yakin?” tanya Hardi sekali lagi.
“Iya.”
“Kalau boleh saya tahu, apa yang membuat Anda yakin kalau bercerai adalah jalan terbaik?”
Gwen mengerutkan dahinya. Hardi tersenyum lalu menjelaskan kepada ketiga wanita yang ada di hadapannya yang seakan meragukan niat Hardi membantu mereka.
“Begini maksud saya. Selama kita melakukan proses persidangan Hakim juga akan mengajukan pertanyaan yang sama dan meminta kalian untuk mempertimbangkan sekali lagi. Biasanya proses itu tidak bisa langsung diputuskan bercerai, ada setidaknya dua kali mediasi.”
“Bagaimana caranya agar saya bisa benar-benar lepas dari Ian?”
“Memang apa yang bisa menahan Bu Farah bisa bercerai dengan Ian?” Farah mengerutkan dahi tampak berpikir. “Ceritakan saja semua Bu Farah, biar saya bisa membantu Anda,” ujar Hardi.
Gwen memegang telapak tangan Farah lalu mengangguk, menyuntikkan rasa percaya diri kepada Farah. Sedangkan Sammy membelai punggung Farah.
“Saya takut mengecewakan orang tua,” ujar Farah sambil menunduk.
Gwen mengeratkan pegangannya ke telapak tangan Farah.
“Bu Farah harus yakinkan diri dulu untuk bercerai, karena tidak jarang perceraian batal terjadi karena kedua belah pihak masih mau memperbaiki hubungan.”
Farah menggeleng. “Saya tidak bisa memberikan Ian kesempatan memperbaiki hubungan kami karena saya tahu ego dia sangat tinggi. Dia pasti berpikir kalau saya akan kembali padanya karena dia tahu kelemahan saya yang mudah luluh dengan permintaan orang tua. Sedangkan dia sendiri, tak mungkin mau berhenti berhubungan di belakang saya. Bahkan tadi saja dia tidak mau meminta maaf.” Setitik air mata lolos ke pipi Farah.
Hardi mengangguk ringan. “Saya ulangi lagi pertanyaannya. Kalau seandainya Ian atau orangtua kalian meminta Anda membatalkan gugatan cerai apa Anda akan melakukannya?”
Farah menatap wajah Hardi beberapa saat lalu menjawab dengan yakin, “Tidak.”
Hardi mencatat sesuatu dalam notebook-nya dan mengangguk.
Gwen yang mengingat kalimat Ian saat akan pergi segera bertanya kepada Hardi. “Apa yang bisa membuat seorang ibu kehilangan hak asuh?” tanya Gwen langsung.
“Saya rasa posisi Bu Farah lebih kuat karena putranya masih menyusu jadi sementara sidang perwalian tidak akan ada masalah.”
“Tapi tadi Ian yakin sekali kalau dia akan memenangkan hak asuh Galen,” kata Gwen yang masih ragu.
Hardi meraba bakal janggutnya. “Kalau mantan suami melakukan permohonan hak asuh setelah putra Bu Farah lepas masa menyusu lain lagi posisinya.”
“Apa yang bisa melemahkan posisi Farah?” tanya Gwen kembali.
“Kalau ada kondisi medis tertentu atau kesehatan mental yang membuat Bu Farah dinyatakan tidak bisa mengasuh putranya. Bisa juga pertimbangan kondisi ekonomi.”
Gwen bertanya kepada Farah dengan hati-hati, “Lo gak ada penyakit tertentu, kan?” Selama ini Gwen melihat Farah sehat-sehat saja, tapi mendengarkan kalimat Ian tadi ia takut kalau sebenarnya kondisi Farah tidak begitu dan ia merahasiakan hal itu kepada sahabatnya sendiri.
Farah mengangguk tapi dia masih ragu.
“Ada apa?” tanya Gwen.
Farah menggigit bibir bawahnya. “Katakanlah,” desak Gwen dengan halus.
Farah kemudian mendekatkan bibir ke telinga Gwen untuk membisikkan sesuatu. Setelah Gwen mendengarkan ucapan Farah, segera dia mengajak Farah dan Sammy untuk ke ruangan lain. “Maaf Pak Hardi, girl's talk. Nanti saya kembali lagi ke sini. Anda nikmati saja hidangannya,” Pamit Gwen kepada pengacaranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Lea Octa
iya bener Farah jangan mau bertahan percuma apa lg Ian laki² egois udh tahu salah tp tetep arogan berasa paling bener
2022-01-16
0
Juan Sastra
suami tukang selingkuh apa yg bisa di banggakan ggak mungkin juga jadi ayah yg baik
2021-04-15
0
netizen maha benar
pngn cerai dan pngn hak asuh anak tp gk mau jujur ma pengacaranya...repot manusia bgn
2021-03-30
0