Part 4

Jesika tersenyum manis, saat Mark membelanya dihadapan Brian. Memang seperti itu sedari dulu, Mark selalu membela Jesika saat Brian menggoda habis-habisan adiknya itu. Hal itu lah yang membuat Jesika semakin jatuh hati pada laki-laki yang usianya 12 tahun lebih tua darinya.

"Ya, Tuhan! Jantungku!" gerutu Jesika dalam hati.

Sejak kecil Jesika sering bermain dengan Brian dan Mark. Namun, saat Mark dan Brian sudah memasuki Sekolah menengah, Jesika jarang bertemu lagi dengan Mark yang sudah sibuk dengan kegiatan sekolahnya. Disaat itu, Jesika menyadari bahwa dirinya sangat merasa kehilangan sosok Mark dalam keseharian nya. Jesika merasa ada perasaan aneh dalam dirinya saat Mark perlahan menghilang dalam hidupnya.

Seiring berjalannya waktu, Jesika akhirnya mengerti. Bahwa hatinya sudah mengukir nama Mark tanpa ia sadari. Semakin lama nama itu semakin terukir dalam, entah bagaimana hatinya seolah tak dapat lagi menghapus nama Mark sahabat kakaknya itu. Hal itu membuat Jesika sulit membuka hati untuk sekedar berpaling dari laki-laki bernama Mark.

"Hei, Kurcaci! Apa yang kau lihat?" Brian menghampiri Jesika yang menatap Mark sembari memegang kamera miliknya.

"Brian! Kau sangat menyebalkan!"

"Ha.Ha.Ha! Lihatlah, mukamu sangat jelek saat marah, Jes!" ledek Brian

"Masa bodoh!" Jesika sangat kesal dengan saudara laki-laki nya. Selalu saja mengejek dan menggoda dirinya hingga berakhir pertengkaran diantara keduanya.

Jesika yang sangat kesal, berjalan meninggalkan Mark dan Brian yang masih tersenyum melihat kearahnya. Jesika membalikkan badan dengan cepat, tanpa menyadari keberadaan Sandra yang sedari tadi berdiri dibelakang nya.

"Mama!" Jesika nampak terkejut.

"Apa yang kau foto, Sayang? Boleh Mama melihatnya?" Sandra tersenyum penuh arti menatap Jesika.

Jesika menggeleng cepat. Dia takut Sandra mengetahui kalau kamera miliknya penuh dengan foto Mark. Jesika tidak mau, kalau Sandra mengetahui bahwa dirinya sudah menaruh hati pada Mark. "Tidak, Mama tidak boleh mengetahuinya!" batinnya.

"Hanya bunga yang sedang mekar, Ma."

"Bunga yang mekar disebelah sana, Sayang! Apa ada bunga yang lain?" Sandra melirik kearah Mark.

"Bukan seperti itu, Ma!" Bantah Jesika yang mengerti maksud dari perkataan Sandra.

"Mark nampak seperti bunga Matahari bukan? Sangat bersinar."

"Ah, apa maksud, Mama?"

Sandra tersenyum. "Ajaklah dia mengobrol! Kalian sudah lama tidak bertemu bukan?"

"Tapi, Ma?"

"Sayang, Mama dengar nanti malam Brian dan Mark akan pergi ke Teater. Kau ikut saja bersama mereka, Hem?"

"Tidak, Ma! Brian sangat menyebalkan. Dia tidak akan mau aku ikut bersamanya."

"Tidak apa-apa, Sayang. Biar Mama yang akan bicara dengan Brian. Sudah lama juga kalian tidak pergi bersama bukan?"

"Huh, baiklah! Tapi, apa Papa akan mengizinkan aku pergi? Jesika sudah membuatnya marah hari ini."

"Jangan khawatir. Mama yang akan bilang sama, Papa. Dia pasti mengizinkan, kalau kamu pergi bersama Brian dan Mark. Bersenang-senang lah, Sayang. Lupakan kata-kata Papa tadi sore, Hem?"

"Tapi, Ma. Jesika takut Brian akan marah"

"Sudah, kau bersiap-siap saja, Sayang. Biar itu jadi urusan Mama."

Sandra pergi meninggalkan Jesika yang masih diam mematung. Senyum kecil nampak terlihat di sudut bibir wanita paruh baya itu. Ada rasa damai dalam hati melihat putri kecilnya sudah beranjak dewasa.

***

Jesika menatap kamera miliknya melihat foto Mark yang ia ambil secara diam-diam. Pikiran Jesika melayang entah kemana. Hal-hal aneh mulai berlarian dalam otaknya, saat membayangkan dirinya akan pergi ke Teater bersama Mark. Gadis itu sudah membayangkan bergandengan tangan dengan Mark sembari menyusuri koridor Teater. Tapi lamunannya seketika buyar, saat menyadari Brian juga akan ikut pergi bersamanya.

"Kak Mark! Kenapa kau semakin membuatku gila seperti ini!" Jesika mengusap wajahnya kasar karena frustasi.

"Tenang, Jes! Tenang. Ayo kita berpikir saja kostum yang akan dikenakan." Gerutu Jesika mencoba menenangkan diri.

Setelah hampir satu jam membongkar seluruh isi lemari miliknya, Jesika sedikit kesal. Tidak ada dress yang menurutnya cocok untuk ia kenakan. Akhirnya gadis itu menyerah untuk mengenakan dress yang sudah ada dalam bayangan otaknya dan lebih memilih berpakaian casual seperti biasa. Celana jeans hitam, kaos putih beserta jaket denim tak lupa sneaker andalan miliknya.

Setelah beres dengan pakaian yang ia kenakan, Jesika memoles makeup tipis dengan eyeliner untuk mempercantik mata hitamnya, serta lipstik warna cerah yang menambah kesan segar.

"Wow, ini sungguh sempurna." Gumamnya.

***

Jesika menarik nafasnya pelan dan membuangnya secara kasar selama berkali-kali. Perdebatan dengan Brian kakaknya, yang tak mengizinkan Jesika untuk ikut pergi ke Teater sedikit menguras tenaganya. Ya, walaupun akhirnya dia yang memenangkan perdebatan panjang itu, berkat bantuan Sandra, Mamanya.

"Jes, kau nampak cantik hari ini." Goda Mark sambil melirik Jesika yang sedang duduk teridam di kursi belakang mobil Brian.

"Cantik? Siapa yang cantik? Adik kurcaci ku? Yang benar saja kau, Mark!" sambar Brian

"Diam, Hulk! Jangan bicara denganku."

"Sudahlah, Brian! Kau itu sudah tua. Jangan ganggu Jesika terus."

"Hei, siapa yang paling tua disini! Kau, Mark! Brian tak terima.

"Tapi, Kak Mark jauh lebih tampan dari mu, Hulk. Lihatlah! Kau kelihatan seperti seorang Ahjussi."

" Sembarangan kau, Jes!" Brian sebal.

Mark terkekeh mendengar perkataan Jesika, yang menyebut Brian sebagai seorang Ahjussi. Sangat menyenangkan bagi Mark suasana seperti ini. Suasana yang sudah lama tidak ia rasakan, karena kesibukannya dan juga Brian.

Setelah memasuki gedung Teater, Brian meminta Mark menemani Jesika karena ia akan memesan tiket untuk mereka bertiga.

Saat itu, jantung Jesika mulai berdegup lebih kencang dari seharusnya. Bayangan saat Mark mengandeng tangannya seolah akan segera menjadi kenyataan.

"Astaga, Jesika! Apa yang kau pikirkan. Kenapa kau menjadi gadis mesum seperti ini?" Batin Jesika dalam hati.

Namun, apa yang ada dipikiran Jesika nampaknya hanya akan menjadi khayalannya saja. Kenyataan nya, Mark lebih dulu berjalan dan meninggalkan ia sendirian dibelakangnya.

"Apa ada yang salah, Jes?" tanya Mark, yang menyadarkan Jesika dari lamunannya.

"Tentu saja tidak, Kak." Jawab Jesika lesu

"Ayo masuk!"

Brian mengandeng tangan Jesika, memasuki gedung Teater diikuti Mark yang mengekor dibelakang nya. Brian memilih tempat duduk paling depan agar lebih mudah menikmati pertunjukan.

Brian duduk di kursi paling ujung, sementara Jesika duduk ditengah antara Brian dan Mark.

Selama pertunjukan, Jesika sesekali melirik kearah Mark yang fokus dengan pertunjukan.

"Hei, Kurcaci. Kau suka dengan, Mark?" Brian berbisik ke telinga Jesika, saat laki-laki itu memergoki Jesika yang sedari tadi hanya fokus kearah Mark.

"Berisik!"

"Sadarlah, bodoh! Mark tidak mungkin melirik gadis kecil sepertimu. Jadi jangan pernah memikirkan hal yang aneh-aneh. Apa kau mengerti!"

Jesika memejamkan mata indahnya. Ya, gadis itu sadar dan membenarkan perkataan Brian. Mark adalah laki-laki dewasa yang mempunyai jarak usia jauh dengannya. Maka tidak mungkin Mark akan menyukai gadis ingusan sepertinya. Mark akan lebih memilih wanita yang sepantaran dengannya dan lebih bisa bersikap dewasa.

"Ya, Tuhan! Nasibmu, Jes!" Jesika mendengus kesal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!