Part 3

Tuan Kim menghela nafas kasar. Laki-laki paruh baya itu merebahkan tubuhnya pada sebuah sofa. Pusing? Ia itu yang mungkin Tuan Kim rasakan, melihat tingkah pemberontak anak gadisnya. Jesika sungguh sangat berbeda dari Brian saudaranya serta sepupu-sepupu Jesika yang lain. Jesika tergolong keturunan terbodoh yang pernah ada dalam keluarga Kim.

Brian, anak pertama dari Tuan Kim telah menyelesaikan pendidikan S2 di London dengan segudang prestasi. Begitu juga dengan saudara sepupu Jesika. Tapi kenapa tidak dengan Jesika? Gadis itu seolah menjadikan kuliah jadi ajang permainan petak umpet bersama bodyguard keluarganya.

Sejak kecil, Jesika sudah menjadi gadis pemberontak dan susah diatur. Tidak pernah mau belajar sehingga nilai-nilai disekolah nya selalu saja diurutan terakhir dari siswa yang lain. Hal itu membuat Tuan Kim tidak pernah sekalipun ke sekolah Jesika untuk mengambil hasil belajar dari putrinya itu. Tuan Kim selalu memerintah anak buahnya untuk datang menggantikan nya, dan ia lebih memilih menghadiri undangan sekolah Brian yang pasti akan membuat nya bangga dihadapan orang lain.

Tapi, dalam pandangan sebagai orang tua hal yang dilakukan Tuan Kim sangatlah salah bukan? Seorang anak sangat membutuhkan dukungan dari orang tuanya. Tetapi Tuan Kim seolah sudah buta akan hal itu. Ego yang dimilikinya sangat lah tinggi, sehingga ia selalu mementingkan anak laki-laki nya Brian dalam segala hal. Orang tua mana yang tidak bangga saat semua orang memuji kecerdasan dan keberhasilan anaknya? Begitu juga dengan Tuan Kim. Kamera pers akan selalu meliput kedatangannya dan memuji kecerdasan putranya saat laki-laki itu datang menghadiri undangan sekolah Brian.

"Joon, tidak kah kau terlalu keras pada, Jesika?" Sandra istri Tuan Kim menghampiri nya yang masi diam mematung di sofa.

Tuan Kim membuang nafasnya kasar. Lelah dengan sikap istrinya yang selalu membela gadis kecilnya itu.

"Kau selalu saja membela dan memanjakannya. Lihatlah, Jesika semakin hari semakin arogan dan selalu saja memberontak." Ucap Tuan Kim kesal.

"Joon, Jesika seperti itu karena ulahmu. Kau sejak dulu selalu memaksakan kehendak mu.

Joon, setiap anak mempunyai bakat dan kemampuan tersendiri. Begitu juga dengan kecerdasan, Joon. Kita tidak bisa memaksakan seorang anak harus menjadi cerdas seperti yang lainya. Kecerdasan itu anugrah dari Tuhan. Tugas kita sebagai orang tua harus mendukungnya untuk bakat dan kecerdasan yang sudah di anugrah kan."

"Kau setuju putri mu jadi seniman atau atlet yang tidak jelas itu?" Tuan Kim mengertutkan dahinya tajam.

"Jika memang itu yang Jesika inginkan, kita sebagai orang tua hanya bisa mendukungnya. Bersikaplah sedikit lembut pada Jesika, Joon. Jangan terlalu keras pada Jesika. Hem?"

"Gadis arogan seperti Jesika mana bisa di didik dengan lembut. Di didik dengan keras saja dia sudah memberontak. Apalagi kalau kita lembut padanya? Mau jadi apa dia nanti, Huh?"

"Tapi, Joon..."

Tuan Kim mendengus kesal mendengar perkataan istrinya. " Sudahlah! Jangan pernah membantahku lagi hanya untuk membela putrimu itu!"

Tuan Kim yang semakin kesal beranjak meninggalkan Sandra yang masih terdiam disudut sofa.

Sandra sadar, jika putrinya itu tergolong anak yang malas dalam hal belajar. Tetapi ia yakin, bahwa sikap arogan dan pemberontak putrinya hanya karena Jesika mencari perhatian. Namun, Tuan Kim suaminya seolah sudah lelah dengan sikap putrinya itu. Yang tidak pernah sekalipun mendengar permintaan kedua orangtuanya.

Pernah suatu kali, Tuan Kim mendapat laporan dari pihak sekolah, bahwa saat ujian putrinya memilih untuk kabur dari sekolah dengan cara memanjat tembok belakang sekolah. Hal itu mengakibatkan Jesika dilarikan ke rumah sakit karena cedera kaki akibat tingkahnya itu. Ya, begitulah Jesika. Seorang gadis yang hiperaktif, cenderung nakal dan jiwa pemberontak sejati.

***

Jesika membuka mata indahnya yang terkena pancaran sinar matahari sore yang masuk melalui jendela kamar miliknya. Gadis itu berjalan menuju balkon mencoba menikmati senja yang mulai menampakkan diri sore itu.

Angin bertiup kencang menyapa tubuh mungil gadis yang berdiri di samping pagar balkon sembari menikmati pemandangan taman belakang yang ada di rumahnya. Tatapan gadis itu tertuju pada sosok dua orang laki-laki yang sedang asyik bermain karate ditanam belakang. Mata hitam gadis itu tak berpaling sedikitpun pada salah satu laki-laki yang dengan mudah mengalahkan Brian Kakak laki-laki nya.

Jesika mengarahkan kamera miliknya untuk memotret keindahan ciptaan Tuhan yang selalu menjadi favorit nya selama ini. Sudah menjadi pemandangan yang wajar, saat Brian ada dirumah. Laki-laki yang merupakan sahabat dari kakaknya itu akan sering berada dirumah Jesika, dan Jesika dengan diam-diam akan mengambil gambar Mark dari kejauhan.

"Ya, Tuhan! Sungguh indah ciptaan Mu." Batin Jesika.

Entah, sudah berapa banyak foto Mark yang Jesika ambil secara diam-diam. Jesika seolah tidak bisa membiarkan keindahan itu pergi begitu saja. Bagaimana tidak, Mark selalu tampil menawan dengan penampilan seperti apapun. Apalagi hari ini, ketampanan Mark seolah bertambah berkali-kali lipat saat berkeringat dan senyum manis yang selalu terlihat dari kedua sudut bibirnya.

Jesika berlari keluar dari kamarnya menuju taman belakang untuk menghampiri Brian dan juga Mark. Ya, gadis itu akan berpura-pura mengambil foto bunga-bunga yang bermekaran dibelakang rumahnya, hanya agar bisa menyapa Mark lebih dekat.

Mata hitamnya tak berkedip sekalipun. Jesika seolah terpesona dengan Mark yang berdiri tidak jauh darinya sedang mengobrol bersama Brian.

"Hai, kurcaci! Apa yang kau lakukan?" teriak Brian pada adik perempuannya. Ya, Brian selalu memanggil Jesika dengan sebutan kurcaci. Sebab, Jesika merupakan gadis yang mungil seperti Sandra ibunya.

Jesika mengerutkan dahinya kesal, saat Brian memanggilnya dengan sebutan Kurcaci. Apalagi didepan Mark.

"Bukan urusanmu, Hulk!" balas Jesika.

Mark hanya terkekeh melihat tingkah kedua saudara layaknya Tom and Jerry itu.

"Hai, Jes!" sapa Mark pada Jesika sembari melambaikan tangannya.

"Hai, Kak Mark! Bagaimana kabar, Kakak?" Jesika mencoba mengontrol detak jantungnya.

"Lama tidak berjumpa. Apa yang kau foto? Diriku?" goda Mark.

"Ti-tidak!"

"Lalu? Mau bertanding denganku? Lama juga tak menguji ilmu karate mu!"

Jesika terkejut dengan ajakan Mark. Bukanya tidak berani, tapi Jesika takut tidak dapat mengontrol jantungnya apabila harus berdekatan dengan Mark. Laki-laki dengan perawakan tinggi tegap dengan otot yang terbentuk sempurna, membuat Jesika lebih baik menyerah dari pada masuk dalam kandang singa yang bisa membuat jantungnya meledak seketika.

"Tidak juga, Kak. Aku hanya mengambil foto bunga"

"Mark, apa kau bercanda? Bagaimana bisa kau menantang kurcaci itu? Dia bisa langsung terlempar jauh jika terkena tendangan kakimu" ledek Brian pada Jesika.

Brian adalah kakak yang sangat menyebalkan menurut Jesika. Ya, laki-laki itu berada diurutan kedua orang paling menyebalkan setelah Tuan Kim ayahnya.

"Dasar menyebalkan!" gerutu Jesika.

"Sudahlah, Brian! Jangan ganggu Jesika lagi!" bela Mark.

Jesika tersenyum manis, saat Mark membelanya dihadapan Brian. Memang seperti itu sedari dulu, Mark selalu membela Jesika saat Brian menggoda habis-habisan adiknya itu. Hal itu lah yang membuat Jesika semakin jatuh hati pada laki-laki yang usianya 12 tahun lebih tua darinya itu.

"Ya, Tuhan! Jantungku!" gerutu Jesika dalam hati.

*

*

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!