"Jes, cepat sembunyi. Bodyguard Ayahmu ada disini."
Jesika terkejut bukan main mendengar ucapan Steven. Tanpa menjawab perkataan sahabatnya itu, Jesika segera berlari mencari tempat untuk bersembunyi.
"Sial, bagaimana bisa mereka tahu
aku disini!" umpat Jesika.
Jesika menyapukan pandangannya mencoba mencari tempat untuk bersembunyi. Namun sialnya tidak ada tempat yang aman, sebab ia masi berada di depan pintu masuk taman hiburan. Hingga terbesit ide gila dalam otaknya, setelah melihat laki-laki bule sedang berdiri bersandar tembok sembari memainkan handphone miliknya.
Tidak ada pilihan lain, mungkin ini rencana bodoh. Tapi Jesika harus tetap melakukan nya untuk bisa kabur dari para bodyguard Ayahnya itu. Tanpa pikir panjang lagi, Jesika meraih tubuh laki-laki itu dan mendekapkan tubuh kecilnya pada dada bidang laki-laki berwajah Amerika didepannya.
"Hei, apa kau sudah gila?" tanya laki-laki itu dengan wajah heran.
"Please, tolong aku. Peluk aku seperti ini sebentar saja." Jesika memutar tubuh laki-laki itu untuk menutupi wajahnya dari para bodyguard.
Dahi pria itu berkerut tajam, sorot matanya mencoba memperhatikan wajah gadis yang sedang memeluk sembari menyembunyikan wajah di dada miliknya.
"Kau gila, Nona!"
"Jangan banyak bicara, aku benar-benar butuh pertolongan mu. Aku dalam bahaya sekarang." Jesika semakin mengeratkan pelukannya pada laki-laki itu.
"Baiklah, karena aku memang laki-laki baik dan tampan, aku akan menolong mu kali ini."
Laki-laki itu menghembuskan nafasnya pelan, dan akhirnya membalas pelukan Jesika, sehingga wajah Jesika semakin tenggelam dalam dada bidang laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal itu.
Samar-samar Jesika mendengar suara orang berteriak memanggil namanya. Sudah tidak salah lagi, itu pasti bodyguard keluarganya.
Untuk beberapa detik suara itu masih terdengar samar, hingga akhirnya suara itu menjauh dan menghilang.
Jesika melepaskan pelukannya, menatap wajah laki-laki yang berdiri tepat didepan wajahnya. Laki-laki itu sangat tampan, garis rahang tegas, serta mata peraknya yang begitu mempesona. Tatapan mata itu seolah membuat Jesika hanyut bersama gelombang samudra.
"Apa sekarang kau berniat menggoda ku, Nona?"
Jesika tersentak mendengar ucapan laki-laki didepannya. Refleks dia mendorong tubuh laki-laki itu agar menjauh darinya. Namun, sialnya laki-laki itu malah mendekap kembali tubuh Jesika dalam pelukannya. Jesika mencoba melepaskan dekapan laki-laki itu, tapi tenaga yang ia miliki seolah tak sebanding.
"Tolong lepaskan! Jagan mengambil kesempatan dalam kesempitan!"
"Hei, kau yang lebih dulu memelukku, Nona!"
"Tapi bukan berarti kau bisa memeluk ku lagi, tadi aku cuman terdesak. Dasar pria mesum!" Jesika beranjak pergi meninggalkan laki-laki itu.
"Siapa dia Jason?" tanya Vivian kekasih Jason yang sudah datang menghampiri nya.
"Gadis penggoda. Tapi sayangnya bukan tipe ku."
"Tapi pandanganmu tak beralih dari nya!"
"Dia yang menggodaku. Percayalah! Laki-laki tampan dan kaya seperti ku ini sangat setia."
Jason menarik lengan Vivian kekasihnya masuk kedalam taman hiburan.
***
Jesika berjalan mengendap-endap menuju mobil Steven yang ada diparkiran. Jesika mengira bodyguard keluarga nya itu sudah pergi. Ternyata ia salah, tak jauh dari tempat ia berdiri, Samuel sudah berdiri tegap menatapnya.
"Nona Jesika, Tuan Kim sudah menunggu anda."
"Astaga, Samuel! Kenapa kau dengan mudah menemukan ku. Tidak bisakah kau melepaskan ku kali ini saja?" protes Jesika.
"Maafkan saya, Nona. Tuan akan marah besar, kalau tau saya membiarkan anda untuk bolos kuliah lagi."
"Kau tau sendiri, Samuel. Aku sudah tidak tertarik sama sekali untuk melanjutkan kuliah!"
"Tapi, Nona?"
"Sudah lah, aku akan bilang sendiri sama Papa. Jadi kau bisa pergi sekarang, dan jangan pernah memata-matai ku lagi."
"Maafkan saya, Nona."
"Astaga, Samuel!" Kau tau? Kau itu sangat membosankan. Kenapa kau sangat mematuhi perkataan Ayahku. Tapi tidak dengan perkataan ku!"
"Maafkan saya, Nona."
"Ya! Ya! Kau terus saja meminta maaf. Tapi aku sudah bosan dengan permintaan maaf mu itu, Samuel. Kenapa kau selalu tidak membiarkan ku bermain sebentar saja. Bermain itu tidak ada salahnya bukan?"
"Maaf, Nona! Saya hanya menjalankan perintah."
"Terserah! Kau memang juga tak peduli padaku!"
"Bukan begitu, Nona. Maafkan saya."
Jesika tidak mempedulikan lagi perkataan Samuel. Memang selalu seperti ini, Jesika tidak pernah berubah sekalipun. Gadis itu masih tetap saja pembangkang, pemberontak dan ceroboh. Ucapan Ayah dan Ibunya hanya bagai angin yang menyapa kedua daun telinganya.
Jesika mendengus kesal. Ya, gadis itu harus bersiap mendengar ocehan yang tidak ada hentinya dari kedua orang tuanya, terutama Ayahnya, Tuan Kim.
***
Jesika memasuki kamar. Merebahkan tubuh mungilnya disebuah kasur ukuran king size dengan sprei warna pastel. Gadis itu tidak menyadari bahwa ayahnya sudah berdiri tidak jauh dari jendela kamar, dengan kedua tangan yang terlipat didepan dada.
"Bolos lagi?"
Suara yang tiba-tiba membuat Jesika tersentak. Gadis itu dengan segera terbangun dari tempat tidurnya. Jesika sekilas menatap mata milik ayahnya, tetapi kemudian dengan cepat menunduk saat Tuan Kim menatapnya dengan tatapan membunuh dan penuh amarah. Jesika mengambil nafas dalam dan membuangnya perlahan. Gadis itu seolah telah siap untuk menampung semua ocehan yang akan diberikan oleh ayahnya.
"Kabur dengan pria tidak jelas mana lagi?" tanya Tuan Kim masih dengan tatapan membunuhnya.
"Dia bukan laki-laki tidak jelas, Pa. Dia Steven."
"Pria bertato itu lagi?"
"Tato itu hanya seni, Pa. Papa tidak bisa langsung menilainya buruk hanya karena ada tato di lengannya!" bela Jesika.
"Itu sudah buruk di mata, Papa. Orang-orang seperti mereka tidak punya masa depan. Kau ingin seperti mereka, huh? Seniman? Pelukis? Atlet renang? Papa tidak akan pernah mengizinkan itu.
"Tapi, Jesika ingin jadi seorang pelukis atau atlet, Pa!"
"Jes, sudah berulang kali Papa bilang. Papa tidak akan pernah mengizinkan cita-cita tidak jelas mu itu. Apa? Atlet renang? Pelukis? Siapa yang akan membeli lukisan jelek mu itu. Apalagi atlet renang, Papa tidak akan pernah mengizinkan nya."
"Pa, itu karena Jesika belum sepenuhnya mengasah kemampuan, Jesika. Papa sekalipun tidak pernah memberi kesempatan bagiku untuk mengembangkan bakat."
"Bisakah kau menjadi anak gadis yang penurut? Papa sudah bosan dengan sikap arogan mu ini. Tidak kah kau lihat Brian kakakmu? Dia selalu jadi anak penurut dan berprestasi. Tidak sepertimu yang hanya bisa bikin masalah dan mempermalukan keluarga."
"Papa malu punya anak seperti, Jesika? Kalau bisa memilih aku tidak akan pernah mau terlahir dari keluarga ini."
"Apa kau bilang? Dasar gadis keras kepala. Mengapa kau tidak mau sekali saja mengalah dan meminta maaf! Baiklah, kelihatannya Papa sudah cukup bersabar akhir-akhir ini!"
Tuan Kim berjalan meniggalkan kamar Jesika sembari membanting pintu kamar tersebut dengan keras. Sedangkan Jesika yang melihat hal itu hanya bisa membuang nafas kasar sembari mencoba menahan air mata yang sudah mulai mengenang di kedua sudut mata indahnya.
"Maafkan, Jesika, Pa! Jesika hanya putri yang bodoh bagi Papa. Maafkan Jesika yang tidak sepintar Kak Brian. Tapi Jesika mohon, jangan selalu membandingkan-bandingkan Jesika dengan Kak Brian." Batin Jesika
*
*
*
Follow Ig@idae_movic
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Ilma Kikyo
sabar Jesika
2020-11-23
0