Angin yang bertiup pelan seakan menjadi penanda betapa heningnya suasana saat ini. Aku melihat dengan seksama seakan menilai cowok yang ada di depanku. Dia tinggi, tampan, persis seperti Male Lead dikomik-komik yang sering ku baca, tipe yang selalu ada dikhayalanku. Matanya yang tajam, bibir tipis yang indah menambah karisma yang terpancar dari dirinya. Aku benar-benar menikmati keindahan yang ada di depanku saat ini. Suara gemericik air, hembusan angin, berisiknya ranting, seakan semua inderaku tak merasakan semua itu. Dunia benar-benar berhenti.
"Kamu ada duit gak?" tanya nya tanpa basa-basi.
Seketika khayalan-khayalan yang ada di pikiranku pecah bagaikan kaca yang dihantam batu.
Aku mundur perlahan-lahan mencari peluang untuk kabur.
Belum sempat aku melangkahkan kaki untuk berlari, tanganku sudah berada di genggamannya. Aku terbelalak kaget menerima perlakuan seperti itu oleh cowok asing.
Apa nih? Apa? Gila nih cowok, cabul sangat, main pegang-pegang tangan orang sembarangan. Cowok ini benar-benar begal yah? Iya pasti, pasti begal mesum yang nggak bakal ngelepasin mangsanya. Kenapa kejadian seperti ini harus terjadi di hari pertamaku sampai di sini? Ku menangis.. :(
"Mas tolong ya Mas, saya nggak ngerti kamu bicara apa. Tolong lepasin tangan saya," ucapku menggunakan bahasa lokal. Aku memberontak untuk lepas dari genggaman tangannya, tapi nihil.
"Mbak ada duit gak? Tolong mbak, saya habis kecopetan," ucapnya.
Lah kukira begal, taunya dia yang dicopet. Dia bisa bahasa lokal juga.
"Mas nggak usah bohong ya. Nggak mungkin mas nya kecopetan. Lepasin tangan saya. Saya harus kembali ke teman saya. Atau saya panggil polisi nih?"
"Jangan mbak. Saya nggak bohong. Gini aja deh mbak. Mbak kan pasti capek nih, saya bantuin bawa kopernya deh. Terus nanti mbaknya gantian nolongin saya, gimana?" tawarnya sambil menaikkan alisnya.
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Kosong, tidak ada apa-apa. Hari sudah mulai sore, tempat ku berdiri saat ini adalah salah satu sudut tempat wisata. Orang-orang pasti sudah mulai berkemas untuk pulang.
" Ya udah deh. Awas ya kalau macem-macem."
"Tenang aja Mbak, saya orang baik kok. Hehehe."
"Justru dengan kamu bilang kayak gitu buat aku semakin sulit untuk percaya sama kamu."
"Saya juga nggak nyuruh Mbak buat percaya sama saya," ucapnya enteng.
Koper yang ada di tanganku sudah berpindah tempat. Dia berjalan di samping ku sambil menyeret koper yang ku bawa tadi. Dia tidak membawa apa-apa, tas pun dia tidak bawa. Penampilannya kasual seperti orang yang menjalankan aktifitas ringan harian.
"Mbak sudah pernah ke sini belum?" tanya nya memecah keheningan perjalanan.
"Jangan panggil saya Mbak. Saya bukan Mbak kamu," ucapku ketus.
"Saya harus panggil apa dong? Kakak? Bibi? Omoni? Omma? Adek? Nuna? Onni? Ajuma? Agassi? Nona? Sister?"
"Ah udah, udah. Panggil aja aku Kyra," ujarku cepat.
"Kyra. Panggil aja aku Felix," ucapnya memperkenalkan diri.
"Oh. Saya nggak tanya nama kamu."
"Ketus amat Ky. Aku kan cuma ngasih tahu aja biar kamu nggak panggil aku Oppa? Aboji? Samchon? Appa? Ajossi?," ujarnya.
Ni anak k-popers pasti. Cogan k-popers, nggak cocok. Dia cocoknya jadi idol bukan fans. T_T
"Saya baru pertama kali ke sini. Apakah kamu menawarkan jasa tour guide?" ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Nggak. Saya sudah bolak-balik ke sini. Kalau kamu mau saya menjadi tour guide, kamu harus bayar 50 dolar untuk sekali jalan," ucapnya membanggakan diri.
"Kamu mencoba menipu saya? Saya nggak akan mau jadi customer kamu meskipun kamu kasih diskon sekalipun," ucapku jengkel sambil memalingkan muka.
Tanpa ada aba-aba, tanpa ada pertanda, aku merasa tangannya menyentuh rambutku.
Apakah dia mau mengelus kepalaku? Aduh gimana nih, aku kan tadi habis lari-lari pasti rambutku berantakan. Batinku cemas.
"Mikir aneh-aneh ya? Ada daun di rambutmu," ucap Felix dengan santai.
"A..Apaan sih? Ng..Nggak ahahaha," ucapku gelagapan. Dalam hati aku merasa malu banget. ಥ‿ಥ
"Udah mau petang nih. Tempatmu masih jauh nggak? Kita makan dulu yuk?" ucap Felix.
"Emang kamu ada duit?" tanyaku gamblang.
"Nggak, tapi kamu kan ada," jawabnya enteng.
"Ayo ku tunjukin tempat makan yang enak di sekitar sini," ajak Felix sambil melangkah meninggalkanku yang masih bengong.
***
Aku berdiri di depan sebuah restoran yang cukup bagus. La Gueule de Bois, tulisan itu tepat berada di pintu masuk. Tidak lain, tidak bukan, nama restoran yang sudah dimasuki Felix bersama koperku.
Aku melangkah masuk dan mataku melihat restoran tersebut ke segala arah. Tepat di meja pojok belakang aku melihat Felix duduk dengan santai sambil tersenyum ke arahku. Suasana yang sangat nyaman. Restoran ini memiliki konsep interior yang memberikan suasana damai untuk para pengunjung.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Felix tepat saat aku hendak duduk di kursi yang ada di depannya.
"Gaya mu seakan mau mentraktirku," ucapku setengah mengejek.
"Aku sarankan kamu pesan ini saja," ucapnya bersemangat, perkataan ku tadi benar-benar tidak diambil hati olehnya.
"Terserah kamu saja. Kamu yang paling tau tempat ini. Kalau tidak enak, awas saja."
"Baiklah. Mari kita pesan," ucap Felix senang.
Felix memanggil pelayan dengan memberikan kode tangan, pelayanpun langsung datang menghampiri meja kami.
Aku melihat setiap sudut dari restoran tersebut. Suasana yang baru untukku.
"Kamu nggak ada teman di sini?" tanya ku basa-basi ke Felix.
"Kenapa? Kamu mau jadi temanku?" tanya Felix polos.
"Heh, aku nggak minat jadi temanmu," jawabku ketus.
"Oh. Maunya apa dong? Doi? Pacar? Kekasih? Istri?"
"Apaan sih. Candaanmu benar-benar garing," ucapku.
"Aku tau kamu orang baik, Ky," ucap Felix sambil menatap mataku.
Aku tersentak mendapat tatapan Felix yang tiba-tiba. Sekali lagi, mataku dan mata Felix saling menatap. Aku tidak bisa mengalihkan pandangan ke arah lain. Suasana hening hadir diantara kami sampai pelayan datang mengantarkan makanan ke meja kami. Pandanganku langsung berpindah haluan, makanan yang dipesan Felix terlihat sangat enak. Pelayan meninggalkan meja kami dengan senyuman berharap kami puas dengan makanan yang disajikannya.
Perutku keroncongan, aku tidak tahan lagi. Seharian belum makan apapun setelah turun dari pesawat, ditambah harus berlari menghindari para penggemar Auris. Aku langsung menyantap makanan yang ada di depanku. Aku makan dengan lahap dan Felix makan dengan tenang.
Memikirkan kejadian yang terjadi seharian ini membuatku tersadar aka keberadaan Auris. Bagaimana keadaan dia sekarang.
Setelah makan aku menelfon Auris. Suara panggilan terhubung mengisi keheningan diantara aku dan Felix. Felix melihatku dengan diam, dia tahu bahwa aku sekarang sedang cemas.
"Halo Ky,Ky kamu dimana?" suara Auris penuh dengan kecemasan.
"Aku sedang makan. Aku nggak apa-apa kok Ris. Aku bentar lagi sampai di penginapan. Kamu nggak apa-apa kan Ris?" tanya ku.
"Aku nggak apa-apa kok, Ky. Kamu cepetan pulang ya. Kita ngobrol lagi nanti saat kamu sudah sampai penginapan," ucap Auris sedikit tenang.
"Iya Ris," ucapku mengakhiri telefon antara aku dan Auris.
Felix sudah berdiri seakan menungguku mengakhiri telfon, dia sudah memegang koperku dan bersiap untuk pergi meninggalkan restoran. Aku berdiri dan membayar makanan yang sudah kami santap tak bersisa.
Aku dan Felix pergi meninggalkan restoran tersebut. Saat aku sudah berada di luar, aku seakan tidak mau pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak apapun. Ini adalah restoran pertama yang aku kunjungi di Kanada, terlebih lagi aku mengunjunginya bersama orang yang pertama kali aku temui.
Aku mengeluarkan kamera yang ada didalam koper.
"Tolong dong fotoin aku," ucapku memohon pada Felix.
Felix seakan enggan untuk menuruti permintaanku tapi dia tetap menerima kamera tersebut dan bersiap memotret. Aku berdiri disamping pintu restoran dan berpose keren sambil tersenyum manis.
Cekrek.
Aku berjalan menghampiri Felix dan kulihat ternyata hasil jepretannya lumayan bagus. Aku cukup puas tapi belum sepenuhnya puas. Aku mengambil kamera yang dipengang Felix dan merubah posisi kamera untuk ber-selfie. Aku mendekatkan diri pada Felix dan tersenyum mengarah ke kamera, begitupun dengan Felix, tidak ada penolakan.
Cekrek.
Alhasil aku punya dua jepretan di depan restoran. Cukup untuk kenangan pertama di Kanada. Aku merasa puas.
"Udah?" tanya Felix.
"Udah. Hehehe," jawabku sambil mengangguk dan tersenyum puas.
"Jangan lupa diedit, aku harus terlihat keren," ucap Felix sambil menyeret koperku.
"Nggak bakal aku edit," ujarku mengikuti langkah Felix.
Aku dan Felix meneruskan perjalan.
Hari yang cukup melelahkan tapi memberikan kenangan yang cukup menyenangkan.
*
*
*
*
*
Hai teman-teman. Terima kasih sudah mampir ke sini. Jangan lupa buat like 👍, komen 🖊️ , dan juga pencet tombol love ❤️, kasih tip dan juga vote 😉 biar author lebih semangat buat lanjutin cerita. Kritik dan saran selalu ditampung biar author bisa berkembang lebih baik lagi 🥰. Aku tunggu jejak kalian di karyaku ini ☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
ANAA K
Waah keren thor
2021-09-15
0
R_armylove ❤❤❤❤
mampir lagi ka q
2020-12-07
2
Dhina ♑
ini tinggal lanjut, tapi proses support nya
2020-12-04
1