Happy Reading
***
Emilya POV
"Astaga... Dia sangat panas. Kau lihat setelannya tadi? Sial, itu pantat terkeren yang pernah kulihat.."
"Kau benar... Sial karena aku tidak memiliki kesempatan berbicara dengannya."
Aku mengikat rambutku seraya mendengar cerita Alice dan Rose, rekan kerjaku di toko kaset. Setelah mengikat rambut, aku fokus memeriksa kardus kaset yang baru datang seraya mendengar cerita Alice dan Rosalie tentang pria tampan yang baru saja membeli kaset dari sini. Banyak album yang keluar awal bulan ini, membuat kami repot untuk mengisi stok.
"Aku menaruh nomorku di struk pembayaran, semoga dia menghubungiku..." timpal Alice.
"Lalu kau membiarkan dia memasuki selangkanganmu?" ucap Rose. Dia sangat pedas dalam berucap, tapi aku yakin Alice tidak marah karena sebagian besar yang dikatakan Rose benar.
"Yeah.. Siapa pula yang tidak ingin dimasuki pria sepanas dia... Astaga, mengingatnya saja membuatku bergairah." Mereka berdua selalu begitu, membicarakan tentang pria dan hubungan intim sepanjang waktu.
"Kau memang membuka selangkanganmu untuk semua pria, Alice..." Koreksi Rose.
"Kau tidak mau bertanya sesuatu, Em?" tanya Alice, mengabaikan komentar kasar Rosalie.
"Pria itu maksudmu?" Aku tidak terlalu tertarik membicarakan pria mana pun, bagiku Max adalah pria paling tertampan. Yah, itu terdengar menjijikkan, tapi siapa yang peduli. Max adalah priaku.
"Yeah..."
Aku mengangkat kardus lain dengan mudah dan menaruhnya ke lantai, "Album apa yang dia beli?" tanyaku.
"Album? Dari sekian hal dan kau bertanya tentang album yang dia beli?" ucap Alice dengan nada yang sedikit dilebih-lebihkan.
Aku tersenyum, "Aku serius. Aku ingin menilai dia dari album yang dia beli..."
Alice memutar matanya, "Dia membeli album seorang pianist terkenal itu dan itu keping terakhir album itu di sini. Aku ragu dia suka albumnya, kurasa dia suka pianistnya..."
Aku kembali mengingat-ingat siapa pianist yang tengah naik daun akhir-akhir ini, "Maksudmu Kenny Sharp?" Aku tau wanita cantik itu karena rata-rata pelanggan kami memburu albumnya beberapa hari ini.
"Yeah.. Kenny Sharp.." sambung Melanie, "Kurasa dia suka album itu karena dia benar-benar suka, Alice. Dan bukan kerena pianistnya cantik. Albumnya memang bagus. Dan itu album keduanya, bukan? Sangat laku di pasaran.."
Aku mengangguk menyetujui perkataan Melanie. Aku suka mendengar musik dari Kenny, musik pianonya benar-benar sesuatu. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana, tapi saat mendengarnya membuat perasaanmu teraduk-aduk dan membawamu ke tempat magis. Dia benar-benar pianist terkeren pada dekade ini.
"Yeah, Kenny Sharp... Aku ingin seperti dia.." lanjut Melanie, "Dia sangat cantik, berbakat, kaya, dan memiliki suami yang luar biasa tampan.. Betapa beruntungnya dia.."
"Kita tidak tau masalah hidup apa yang dia alami.."ucapku. Aku yakin semua orang memiliki masalah dalam hidupnya masing-masing, mau dia konglomerat atau putri kerajaan.
"Masalah? Aku tidak yakin orang-orang kaya seperti dia memiliki masalah.." timpal Alice, "Tapi, suaminya benar-benar tampan, panas, dan... Ahk.. Kenapa tidak ada pria yang melamarku seperti Scout Sharp itu?"
Yeah, aku setuju bahwa Kenny Sharp benar-benar wanita yang cantik dan beruntung. Dia memiliki segala hal yang diinginkan setiap wanita-wanita seluruh dunia ini. Mulai dari kecantikan, ketenaran, kekayaan, dan suami yang luar biasa tampan. Bahkan dia baru melahirakan tiga anak kembar. Media sangat penasaran tentang kehidupan pasutri ini walau mereka cukup tertutup. Tapi aku tidak yakin dia meraih itu dengan mudah, pasti dia meraih itu semua dengan perjuangan keras. Aku yakin tenang itu.
Aku kembali fokus ke kasetku, membongkar dari kardus, menghitung jumlahnya, dan menyusun ke dalam rak dengan tetap mendengar celotehan Alice tentang pria yang dia temui di bar. Yeah, Alice tidak akan pernah selesai membahas tentang pria. Dia benar-benar seorang pemuju pria.
"Aku akan ke kasir sebentar.." ucap Rose saat bunyi telepon pesawat terdengar dan segera bangkit berdiri.
"Em.." aku mengangkat kepalaku saat namaku di sebut, "Em, ini telpon untukmu..." Untukku?
Aku segera bangkit dan meninggalkan Alice sendiri, saat melewati lorong rak kaset, aku berpapasan dengan dengan Rose, "Telpon dari kantor polisi.."
Kantor polisi? Aku berjalan setengah berlari menuju kasir. Aku mengangkat telepon yang di taruh di atas meja kasir.
"Halo?" ucapku.
"Apa ini dengan Emilya Teatons?" suara pria berat yang nada bicaranya malas dan tidak semangat. Jelas dia melakukan panggilan seperti ini sepanjang hari, terdengar dari dia yang tidak membalas sapaanku.
"Yah, itu aku..."
"Kami dari Departemen Kepolisian New York bagian Manhattan. Saudara anda, Julia Teatons kami tangkap karena melanggar beberapa peraturan. Kami harap anda dapat datang ke sini."
"Okay..." bisikku dan segera menutup telepon. Julia. Julia lagi.. Sampai kapan dia berhenti membuat masalah. Dia selalu membuat masalah dan terpaksa aku yang menyelesaikannya. Pernah sekali aku berpikir untuk membiarkannya di penjara dan tidak membayar tebusannya, tapi aku tidak bisa. Aku benar-benar tidak bisa. Seberapa buruk apa pun yang dia lakukan padaku, aku tidak bisa meninggalkannya. Dan Julia memanfaatkan sifatku yang lemah.
Aku berjalan cepat ke tempat Alice dan Melanie, "Hai, guys..." mereka menatapku, "Aku memiliki sedikit masalah, shiftku tinggal 30 menit lagi. Bisakah aku pulang lebih dulu dan kumohon jangan memberi tahu Bob?" Bob adalah bos kami.
"Pergilah, Em. Kami tidak apa-apa.." ucap Melanie.
"Apa saudarimu membuat masalah lagi?" tanya Alice.
"Begitulah..."
"Good luck kalau begitu..."
Aku tersenyum, "Trimss..." aku segera meninggalkan mereka menuju kamar ganti. Aku membuka lokerku dan memasukkan baju kerjaku dan memakai pakaianku. Aku memakai jaketku dan syalku. Aku segera bergegas menuju halte bus menuju departeman polisi Manhattan.
Aku naik ke bus dan berdiri menggantung karena tidak ada kursi kosong. Aku menggigil ditambah aku belum makan siang. Aku memang sering melewatkan makan siang dan makan malamku. Atau lebih tepatnya aturan makan tiga kali sehari tidak berlaku untukku, aku hanya makan saat aku lapar. Jika seharian aku tidak lapar, maka seharian aku tidak makan.
Aku segera turun saat aku sudah sampai. Aku berjalan satu blok sebelum aku sampai di Departeman Kepolisian. Aku segera masuk ke tempat itu dan melihat betapa ramainya tempat itu. Aku melihat papan pengumuman yang penuh pengumuman orang dan peliharaan yang hilang. Aku berjalan ke arah penjara yang berada di sudut ruangan.
"Julia..." ucapku melihat dia duduk di lantai bersama tahanan lainnya. Beberapa dari mereka adalah gelandangan yang tidka punya rumah, sengaja melakukan kejahatan hanya untuk menerima tempat tinggal semalam.
Julia melihat ke arahku dan tersenyum kecil. Rambutnya di cat lagi menjadi warna merah nyentrik, sangat kontraks dengan kulit putihnya. Terakhir rambutnya berwarna hitam dicampur dengan warna hijau nyentrik. Maskara hitam tidak pernah lepas dari kelopak matanya. Dia berdiri dan terkejut dengan pakaiannya. Dia memakai kaos ketat yang menunjukkan belahan dadanya, jaket kulit hitam, hotpants, stoking jaring-jaring, dan sepatu boot. Dia benar-benar anak punk. Mungkin orang akan berpikir bahwa kami tidak kembar identik
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Hidup yg berat
2023-10-25
0
Nina Melati
Harry menjadi pria yg dingin akibat patah hati, semoga Emi bisa merubahnya. Jadi penasaran
lihat kisahnya.
2022-11-26
0
dewi
mungkin Julia yg ditiduri Harry...
2022-04-09
0