Harry'S Love Story
Happy Reading
****
Emilya POV
Aku masuk ke dalam kereta bawah tanah dengan berdesak-desakkan. Tubuhku yang hanya 170cm dengan berat 50kg, membuatku terdorong dengan mudah oleh arus manusia. Aku melipat bibirku menjadi garis keras, menahan arus manusia yang mendorongku. Aku sudah di dalam kereta dan di sini sangat penuh. Aku menyelip di antara manusia, mencari sudut yang aman untukku. Yah, setidaknya dengan tubuh kurus, aku bisa menyelinap dengan mudah, tapi tidak dengan tinggi badanku. Saat remaja di masa pubertasku, aku senang dengan pertumbuhan tinggi badanku yang pesat, tapi dia berhenti tumbuh di 170cm. Yeah… Itu memang ukuran standar, tapi tidak cukup standar jika harus berjuang di kereta bawah tanah karena lawanku adalah manusia dengan tinggi 180cm ke atas,
dengan badan yang kekar tentunya.
Aku menutupi wajahku dengan syal dan menurunkan topi rajutku semakin dalam ke kepalaku. Untung sekarang musim gugur jadi tidak masalah jika berdesak-desakkan seperti ini. Namun jangan harap saat musim panas, kereta bawah tanah bagaikaan neraka. Sempit, panas, tidak ada AC, kulit lengket saling bersentuhan, dan yang terburuk adalah bau badan. Berbagai bau badan manusia di New York berkumpul menjadi satu di sini. Menjijikkan dan membuatku mual setiap mengingatnya.
“Perhentian selanjutnya Manhattan. Jauhi pintu dan patuhi aturan. Have a nice day.” Suara wanita moderator yang selalu kudengar setiap menaiki kereta bawah tanah. Mungkin itu hanya suara dari computer yang diputar berulang-ulang kali, tapi siapa pun pemilik suara itu itu, hanya dia seorang yang selalu menyemangatiku dengan kata-kata ‘Have a nice day’ setiap harinya dan aku memberi dia nama Clara, yeah aku tau itu konyol karena
memberi nama pada suara computer.
Kereta segera melambat dan aku segera mengambil ancang-ancang untuk menerobos manusia-manusia ini karena aku memiliki beberapa pengalaman buruk saat di kereta...Yeah, pernah sekali atau lebih tepatnya beberapa kali, aku pernah terdorong arus manusia yang masuk kereta karena badanku kurus dan ringan, membuatku terjebak di kereta daan memaksaku harus keluar di perhentian selautnya. Lalu, aku kehilangan pekerjaan karena terlambat. Fantastis bukan? Yeah, setidaknya ada Clara yang menghiburku dengan kata ‘Have a nice day’ miliknya saat itu.
Setelah berhenti dan pintu berhenti, aku segera menyelinap di antara tubuh. kami bersedak-desakkan, membuat udara dingin sedikit pengap. Aku menodongkan kepala ke arah depan, sebagai perisaiku dan berjalan dengan cepat. Lalu, yaps... Aku sudah keluar dari kereta dan mendesah lega. Aku memperbaiki topi kupluk rajutku seraya berjalan.
"Permisi..." ucapku pada beberapa orang saat berjalan di stasuin kereta yang padat. Aku menaiki tangga menuju kehidupan New York yang di atas tanah. Suara mesin mobil, klakson mobil, langkah kaki manusia adalah suara khas Kota New York. Bising dan bising. Aku berjalan cepat, mengikuti langkah pejalan kaki yang juga tidak kalah cepat. Sekarnag sudah larut, tapi kota ini tidak pernah sepi. Aku menarik lengan jaketku untuk memeriksa jam, sudah pukul sepuluh malam dan jalanan masih ramai. Aku melewati jalan dan gang yang kuhapal jelas. Aku menggunakan jalan tikus menuju rumahku untuk mempercepat perjalananku dan menghemat uangku. Aku bisa saja menggunakan bus dan lewat jalan besar, tapi akan sangat boros. Bagiku dan bagimu juga, uang sesuatu yang sangat berharga. Hanya dengan uang aku bisa bertahan hidup di kota kapitalis ini.
Aku mempercepat langkahku saat melewati bar tua di gang, bar yang di penuhi pemabuk tua, penggangur, dan preman New York. Berurusan dengan mereka bukanlah ide yang bagus. Aku membelok menuju jalan besar yang mengarahkanku ke perumahan rakyat menengah ke bawah. Aku menyebrangi jalan yang sepi dan bunyi musik beat keras terdengar. Yeah, pesta anak-anak zaman sekarang. Mereka berpesta hampir tiap malam dan membuat keributan, tapi tidak ada yang melarang karena lokasi rumah kami kumuh. Hukum tidak berlaku di sini, jika kau mengganggu pesta mereka maka imbasnya kau bisa kehilangan nyawa. Dan sialnya, jarak rumahku ke rumah yang selalu mengadakan pesta itu hanya berjarak empat rumah. Bayangkan aku menghabiskan setiap malamku dengan mendengar musik sialan mereka.
Aku memasuki pekarangan rumahku yang kecil dan menatap ke arah Rumah Georgo, pemilik rumah yang selalu membuat keributan dengan musik kerasnya sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah. Aku membuka sepatuku dan menaruhnya pada rak sepatu.
"Aku pulang..." teriakku dan tidak ada yang menyahut. Aku berjalan ke arah dapur dan membuka kabinet, mencari makan malamku, tidak ada. Aku menurunkan tanganku dengan hati kecut. Mereka tidak meninggalkan makan malam lagi, yah mereka.. Keluargaku lebih tepatnya. Aku menarik kursi dan duduk. Aku mengetuk-ngetuk tanganku di atas meja. Aku lapar. Sial. Aku meremas tanganku dengan keras, menahan amarahku.
"Emi... Kaukah itu?" aku mengangkat kepala ke arah suara kaki yang menapaki anak tangga kami yang berdecit setiap di pijak. Dia tua dan butuh di ganti. Untung keluarga yang tinggal di rumah ini memiliki berat badan standar, kalau tidak, tangga itu sudah roboh sejak dulu.
"Yah.." ucapku dan Hailey muncul di dapur dengan piyama tidurnya.
"Hai, little bird..." Hanya dia yang memanggilku little bird sejak dulu, kakakku yang berhati lembut.
"Kalian tidak meninggalkan makanan untukku?" ucapku kecut dan dia tersenyum seraya berjalan ke arah kabinet yang lain. Setelah itu, dia membawa sepiring omelet sosis untukku dan sedikit mie kuning saos.
"Ini...." ucapnya, "Apa perlu kupanaskan dulu di microwave?"
Aku menggeleng seraya menarik piring itu, "Tidak perlu, nanti hanya menambahi beban biaya listrik."
Hailey ikut duduk di hadapanku saat aku mulai menyantap makananku.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?"
"Baik..." aku tersenyum dengan perhatiannya. Kakakku yang satu ini adalah wanita rapuh dan paling lembut hatinya. Hanya saja, karena terlalu rapuh membuat dia tidak bisa melakukan apa pun. Fisiknya lemah, mudah sakit, dan mudah tertipu oleh rayuan pria. Itu bisa dibuktikan dengan dia yang hamil diluar nikah sekitar 10 tahun lalu dan menambah beban keluarga. Saat itu usianya bahkan belum genap 17 tahun dan tentu saja mantan kekasihnya itu tidak mau bertanggung jawab. Untuk membela haknya pun kami tidak bisa karena lemahnya hukum yang melindungi wanita dan anak zaman sekarang. Terutama karena kami miskin.
Hailey merogoh sesuatu dari saku piyamanya dan menaruh sebuah amplop putih di sana. Aku menatap matanya yang sendu lalu melihat jemarinya yang lecet.
"Gaji pertamaku..." bisiknya, "Tidak banyak, tapi aku berharap kau mengambil setengah gajiku untuk dirimu sendiri dan setengahnya untuk keperluan keluarga..."
Aku menarik napas dan membuang muka darinya, merasa bersalah. Hailey harus bekerja di pabrik sebagai pemecah biji-bijian karena dia tidak menyelesaikan pendidikan SMA-nya dan itu membuat dia kesulitan mencari pekerjaan yang layak. Di tambah, dia jauh dari kata pintar. Dia ceroboh, suka linglung, polos, dan dia tipe wanita yang harus dilindungi selalu.
Aku kembali melanjutkan makan dan tidak menatapnya, "Simpan saja untuk keperluan Will...." Will adalah anaknya yang berusia delapan tahun. Dia pria kecil yang manis, ceria, cerdik, dan pintar. Aku berharap penuh padanya untuk bisa mengangkat derajat keluarga kami, keluarga Teatons.
"Aku ingin kau yang memegang uang ini, Em..."
Aku segera mengambil uang itu dan memasukkannya dalam kantongku, enggan berdebat dengannya, "Akan aku simpan dalam tabungan Will...."
"Kau harus mengambil setengah."
"Tidak perlu, Hailey..."
"Kau harus berbelanja dan membeli baju baru.."
"Akan aku lakukan..." ucapku akhirnya, "Trims..." aku tersenyum kecil padanya.
Bagiku, membeli baju baru adalah sebuah kemewahan yang jarang kumiliki. Aku dan Hailey terbiasa membeli baju bekas di pasar ilegal New York.
"Apa kau sudah menjenguk Ibu?" tanyanya.
Aku menggeleng. Kesibukanku membuatku tidak sempat menjenguk ibuku yang dirawat di rumah sakit sejak dua tahun lalu. Dia mengalami store berat, gangguan psikis, dan trauma berat yang harus membuat dia harus di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Dia masih berusia 45 tahun , tidak terlalu cukup tua tapi hidup cukup berat untuknya. Ayahku seorang pecandu, yang sangat keras, dan pemarah. Dia suka memukuli kami dan Ibu selalu ada untuk menjadi tameng kami. Hal itu menimbulkan trauma serius dan membawanya ke titik ini, seorang pasien dengan penyakit berat.
"Kau harus mengunjunginya atau dia akan lupa wajahmu..."
"Yeah, aku akan pergi hari minggu ini..."
Aku bangkit dari dudukku dan mencuci piringku yang sudah kosong, lalu menaruhnya dalam rak piring. Aku melap tanganku yang basah ke celanaku seraya menatap Hailey.
"Trims untuk makan malamnya..."
"Baiklah. Aku akan kembali ke atas. Good nite, Em..."
"Good nite..." dia memutar tubuhnya, "Hailey..." cegatku dan dia memutar kepala.
"Yeah?"
"Apa Julia sudah pulang?"
Julia Elizabeth Teatons, saudara kembarku. Orang yang pertama kali bertemu kami mungkin tidak akan bisa membedakan kami karena kami sangat mirip. Bahkan suara kami cukup mirip. Perbedaan yang mencolok dari kami adalah warna rambut, dia berambut coklat yang dia wariskan dari Ibu dan aku berambut hitam kecoklatan yang kudapatkan dari Ayahku. Tulang pipinya lebih tinggi dan badannya jauh lebih berisi dari badanku. Tinggi kami sama. Lalu sifat kami adalah yang paling jelas. Dia pelawan, tidak peduli dengan sekitarnya, suka berpesta, bersenang-senang, menghabiskan uang, dan tidak bertanggung jawab. Berbanding terbalik denganku yang sekarang berperan seperti kepala keluarga.
"Mungkin dia sedang menikmati pesta George...." ucap Hailey. Tnetu saja dia berpesta, memangnya dimana lagi dia? Bekerja? Mana mungkin.
Aku mengangguk dan segera mematikan lampu dapur sebelum akhirnya naik ke lantai dua dan menuju kamarku. Kamarku yang sempit dan satu-satunya tempat untukku bisa bernapas lega. Ada singel-bad di sudut ruangan, meja belajar dengan komputer tua di sudut lain, ada sofa kecil, lemari keyu tua, dan rak kecil berisi buku-buku. Aku melepas syal dan jaketku, mengganti celana jeansku dengan celana piyama. Lalu, berjalan ke arah rak dan mengambil sebuah novel. The Great Gatsby.
Aku segera melemparkan diriku di atas tempat tidur dan mulai membaca. Aku suka membaca, bukan hanya novel, dongeng, tapi segala jenis buku yang berbau ilmu pengetahuan. Aku suka belajar sesuatu yang baru, tapi keadaan hidup membuatku tidak memiliki kesempatan untuk menempuh bangku pendidikan. Aku bahkan belum genap 25 tahun, tapi aku masih berharap dan bermimpi jika suatu saat aku bisa menempuh bangku kuliah. Aku sangat tertarik dengan sesuatu yang berbau bisnis dan sastra. Pasti menyenangkan bisa belajar hal baru.
Penampilanku tidak menarik, jauh dari kesan cantik, tapi ada seseorang yang bisa menerimaku yaitu Max Logan. Dia pacarku yang tiga tahun lebih muda dariku atau lebih tepatnya dia masih berusia 21 tahun. Aku dan dia sudah pacaran selama empat tahun, tapi dia harus melanjutkan kuliah di Seattle. Dia menggeluti dunia seni dan dia suka berpetualang. Dia sangat baik, ramah, memiliki lesung pipi manis, rambut pirang, mata hijau yang cantik, dan yah.. Beberapa orang melihat dia sebagai orang yang membosankan karena bisa dilihat jelas dari penampilannya. Kardigan, kemeja, kacamata, dan sepatu sneaker. Mungkin Max tidak punya selera yang bagus dalam pakaian, tapi aku mencintai dia apa adanya.
Kami sangat sibuk, tapi kami tetap berusaha untuk tetap memberikan waktu untuk saling bicara melalui ponsel kami. Aku merindukannya, rindu pelukan hangatnya, rindu tawanya ringan, rindu mendengar dia bercerita tetang peengalamannya, dan aku benar-benar merindukan segala hal tentang dia.
****
Author POV
Suara desah terdengar keras mengisi kamar hotel itu. Harry mendorong keras dan terus mendorong untuk menemukan pelepasannya. Wanita itu menggantungkan kakinya pada pinggul Harry, memberi akses lebih dalam. Harry semakin masuk dan tidak mempedulikan wanita itu mulai meringis kesakitan karena Harry sangat kasar dalam mendorong. Tidak lembut dan tidak hati-hati. Hanya membabi buta. Gerakannya penuh keegoisan, yang dipikirkan Harry adalah pelepasannya dan bukan wanita itu.
"Ahkkkk..." pelepasan mereka segera datang. Harry mendesah lega dan segera ambruk di samping wanita yang tampak kelelahan itu. Napas mereka memburu. Wanita itu memeluk Harry dan Harry segera menepis tangan itu. Dia segera bangkit berdiri.
"Kau akan pergi?" tanya wanita itu saat Harry memakai bajunya.
"Yeah..."
"Tidak mau menginap?" ucap wanita itu dengan nada menggoda
Harry mengancing kemejanya. Bahkan nama wanita itu saja Harry tidak tau. Hanya wanita acak yang dia ditemukan di pesta. Wanita bodoh. Seingat Harry dia seorang selebriti. Sekarang, banyak selebriti hanya mengandalkan wajah. Tidak punya bakat dan bodoh. Hanya bisa mengandalkan tubuhnya untuk mendapatkan peran dalam sebuah film. Menggoda siapa pun dengan tubuhnya.
"Aku sudah membayar tagihan hotel..." ucapnya dan segera pergi dari kamar hotel.
Harry memiliki hidup yang rapi, disiplin, dan teratur. Dia tampan dan sangan tampan, kuat, berbakat, hebat, super kaya, wajah aristokrat, muda, dan dia bujangan yang paling diincar oleh wanita-wanita. Semua wanita berharap bisa meniduri bujangan kaya nan tampan ini tanpa bayaran bahkan mereka memohon-mohon. Namun, tidak ada yang cukup hebat untuk bisa menarik perhatian Harry. Mereka cantik, badan sintal, berisi, dan itu tidak cukup untuk menarik perhatian Harry. Bagi Harry, wanita-wanita itu hanya teman semalam di tempat tidur, pemuas birahi, dan penyedot uang yang paling hebat.
Dia pernah memiliki seorang wanita dalam hidupnya dan satu-satunya yang mungkin akan dia cintai seumur hidupnya. Dan itu dulu. Hanya saja, wanita yang dia cintai dengan tulus itu memilih pria lain. Sekeras apa pun Harry memohon agar wanita itu kembali, tapi dia tidak kembali. Hati wanita itu tidak untuknya,tapi mengetahui bahwa wanita yang dicintai itu bahagia bersama pria lain sudah cukup untuk Harry.
Asalkan dia bahagia, itu sudah cukup untuknya.
Dia tampan, hebat, kuat, berbakat, kaya, populer, tapi dia rapuh di dalam. Dia sangat sendirian di hingar-bingar dunia yang kacau ini. Dia ingin mencari cahaya, tapi dia tidak menemukannya. Akhirnya dia berubah menjadi pria penyendiri, pendiam, tegas, disiplin, dan menata hidupnya dengan sangat rapi. Wajahnya yang keras dan datar adalah temengnya, setelan rapi adalah jubahnya, dan keahliannya adalah senjata untuk menghadapi dunia yamg tidak ramah ini.
****
MrsFox
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Yulla_Gv
Stlh dr sblh.. lanjut maraton karyamu yg k 4 disini 😍💪🏻.Yuu semangat sllu thor
2025-02-09
0
sweetheart 🥰🥰
maraton disini lagi, gak tau udah yg ke berapa kalinya karna othor yg satu ini 🥲🥲 rindu aku rindu kamuuuu
2024-04-23
0
sweetheart 🥰🥰
baca dari awal lagi 😌 rindu aku rindu kamu thor, harus berapa kali putaran biar kamu bisa balik lagi buat karya baru?? miss foxy
2023-10-31
1