Setelah kata-kata yang cukup mengejutkan itu situasi yang semula aku kira canggung, kini semakin lebih buruk dengan aku yang merasa bahwa aku baru saja mendengar apa yang seharusnya tidak aku dengar
"Ha?!.", Truman yang semula hanya berdiam dengan kedua tangan Ia silangkan di depan dadanya kini menghela nafas dengan gusar
"Fidei, lebih baik kalau hal seperti itu dibicarakan ketika waktunya lebih tepat.", Nada suara Truman terdengar penuh dengan amarah, Ia mendecakkan lidahnya ketika berkata demikian, kedua tangannya masih Ia silangkan
"Kamu belum memberitahunya?.", Aku menoleh ke arah Truman yang menoleh ke arah lain, seluruh tubuhnya berusaha untuk berlari dari tatapanku
"Aku tidak melihat adanya sebuah keadaan yang mendesak sehingga aku harus memberitahunya.", Tawa lembut keluar dari mulut Fidei, tawa yang sama sekali tidak terdengar terhibur
"Bukankah merupakan suatu keuntungan bahwa kita semua ini robot, Truman?, Karena manusia biasanya tidak terlalu suka ketika saudaranya bertindak sangat egois dengan mengambil sepenuhnya apa yang seharusnya dibagi.", Nada suara Fidei yang semula seperti desiran angin di musim semi kini layaknya hujan badai di musim salju, mendengar perkataan itu Truman hanya tertawa kecil, senyumnya menyeringai
"Aku setengah manusia jadi aku berhak untuk merasa egois.", Tatapan Truman tajam menatap Fidei
Aku yang kini merasa bahwa situasi ini akan berubah menjadi lebih buruk dan berbahaya segera memegang lengan Truman, pandangannya sontak menoleh kepadaku, mendapat perhatiannya aku menggelengkan kepalaku dan dengan kesal Ia menghela nafasnya
"Lebih baik kita bicarakan ini di tempat lain.", Dengan langkah yang tegas dan berani Truman melewati gadis Android itu, di saat mereka berpapasan tidak ada satu kata pun keluar dari mulut mereka
Aku berjalan tepat di belakang Truman dan ketika giliranku dengan A.V yang berpapasan melewati gadis itu, mata kami bertemu dan untuk sesaat sebuah tatapan yang begitu sedih terpancar melalui mata Aqua gadis itu dan sosok dari diriku tercermin dengan jelas di dalamnya
Sering aku lihat adegan seperti ini di film-film lama, musuh duduk di sofa berhadapan dengan satu sama lain, tatapan mereka tajam menganalisis gerakan satu sama lain tetapi aku tidak pernah menyangka bahwa aku sekarang akan berada di dalamnya
Di dalam keheningan yang mencekik ini aku duduk di sebelah Truman, A.V melingkarkan tubuhnya di dalam pangkuanku, walaupun sebelumnya mereka terlihat sudah siap untuk menembak satu sama lain kini mereka hanya saling menatap satu sama lain tanpa sekalipun menolehkan pandangan
"Ada masalah dengan Omnis, sehingga kamu datang kemari?.", Mendengar perkataan Truman gadis Android itu bergidik melihat reaksinya Truman tersenyum menyeringai, kedua tangannya Ia gosok dengan satu sama lain
"Tebakanku benar berarti, bodoh aku berpikir bahwa kamu kemari hanya untuk mengunjungi-ku.", Kini Truman menarik kepalanya ke belakang sofa sebelum kemudian menghela nafas kesal
Mulut Fidei terus Ia katupkan , lama waktu berlalu sebelum Ia menghela nafas,kepalanya Ia tundukkan dan tangannya Ia kepalkan
"Tebakan-mu hampir benar, Egalita, tetapi kamu sendiri yang tidak ingin aku bertemu dengan Toivo.", Truman yang sebelumnya telah bersiap untuk tertidur seketika duduk tegak
"Kalian yang masih tunduk menjadi ****** bagi Omnis tidak berhak untuk menyentuh Toivo.", Kini situasi yang sebelumnya aku ingin hindari seketika kembali dan karena panik aku berdiri
"Hey, Hey! Kenapa kalian begini?!, Ada apa sampai-sampai kamu ingin sekali bertemu denganmu.", Dengan tawa yang begitu terpaksa aku berusaha untuk meredakan suasana, leherku yang sudah bercucuran keringat dingin aku usap secara perlahan
Fidei menatapku dengan mata terbelalak, Ia terdiam sejenak, menatapku dengan baik-baik dan setelah beberapa saat membuka mulutnya sembari terus menatapku layaknya menganalisis
Sebelum Fidei dapat berkata apa-apa Truman memelukku dan menutup telingaku dengan lengannya, aroma tubuhnya yanga bagaikan mesin dan abu membuatku merasa sesak
"Sebelum kamu mengatakan apa-apa,aku ingin tahu apa yang terjadi dengan Omnis dan situasi Scientia Deus.", Fidei tidak melanjutkan perkataannya, kedua alisnya mengkerut dan dengan sebuah anggukan Ia tersenyum kepada Truman
Melihat ekspresi Fidei, Truman berhenti memelukku
"Scientia Deus, Kacau, Omnis menggila, apakah aku perlu menjelaskan secara lebih detail, kedatanganku disini sudah cukup jelas menunjukkan segalanya, bukan?". Truman terdiam sejenak, kepalanya Ia tundukkan dan sebuah kerutan terlukis di sudut bibirnya, Kedua tangannya menopang keningnya
"Egalita, aku tahu kamu tidak mau membantuku tetapi aku, ini merupakan harapan terakhirku Egalita, harapan terakhir-."
"Bahwa Omnis akan selamat?.", Fidei tidak melanjutkan kata-katanya ketika mendengar letupan Truman
"Jangan bercanda Fidei, sudah bertahun-tahun kamu mengharapkan hal yang sama berpegang teguh akan pengharapan yang sama dan lihatlah!". Tangan kanannya yang Ia kepal, dihantamkan nya ke meja yang berada di depan kami berhasil melahirkan sebuah retak di atasnya
"Tidak ada yang berubah.", Suara Truman pecah ketika mengatakan kalimat itu, menyadari perubahan nada suaranya Ia mendecak-kan lidahnya, dan memandang kan wajahnya ke arah lain
"Sudah seharusnya kamu berhenti berharap akan sesuatu yang tidak akan pernah terjadi.", Bulu kudukku berdiri mendengar dalamnya suara Truman, pandangannya masih menuju ke arah lain menolak menoleh ke arah gadis yang kini menundukkan kepalanya
"Ayah pernah berkata kepadaku bahwa-", Gadis itu mengangkat kepalanya dan dengan mata yang berbinar-binar memandang kami, tatapannya mengingatkanku akan harapan untuk hidup, kalau tidak salah namanya merupakan latin dari kata itu
"Jika yang kamu perjuangkan itu adalah hal yang baik, maka sepatutnya kamu tetap memperjuangkannya"
Ketika Ia mengatakan itu kepalaku menjadi pusing, penglihatan ku kabur, sosok dari diri Truman dan Fidei bercampur layaknya bintik-bintik cahaya ketika aku menutup mataku dan ketika aku mengingat itu seperti dipanggil kegelapan menyelimuti mataku
Secara samar-samar sebelum semuanya hening aku mendengar suara Truman dan Fidei memanggil namaku
Di dalam kegelapan aku bermimpi mengenai seorang gadis, Ia terlihat layaknya boneka salju dengan senyum sehangat api unggun di malam yang dingin, sebuah bunga Lili Ia genggam dengan erat, kakinya sedari tadi tidak henti-hentinya Ia ketukkan ke rumput yang hijau
Mata kami bertemu dan dengan langkah perlahan Ia berjalan ke arahku, langkah kecil itu berhenti ketika Ia tepat berada di depanku, tangannya berada di belakang tubuhnya dan pandangannya Ia arahkan ke rumput yang kini bergoyang di tiup angin sepoi-sepoi
"Apakah ada masalah Fidei?". Suara itu keluar dari apa yang aku dapat artikan sebagai diriku, walaupun aku dapat dengan jelas merasakan bahwa sosok yang kini aku rasuki tubuhnya atau menjadi tubuhku bukanlah aku
Gadis itu tidak berkata apa-apa, Ia hanya memberikan bunga Lili yang sejak tadi Ia genggam di kedua tangannya kepadaku, melihat tingkahnya yang lucu hatiku terasa begitu hangat dan kebahagiaan menjalar di setiap inci tubuhku
Menyadari bahwa aku bahagia gadis itu tersenyum kepadaku dan dengan mata Aqua yang berbinar-binar Ia berbisik
"Aku mencintaimu, Profesor."
Setelah mengatakan kalimat sederhana itu, sosok sang gadis menjadi kabur senyumnya yang layaknya api unggun kini meleleh bagaikan lava, dengan menghilangnya sosok gadis itu, dunia yang menyelimuti kami, retak sebelum kemudian pecah dan di dalam kegelapan itu aku terbangun
Di saat aku terbangun sosok yang pertama kali aku lihat tidaklah lain adalah sosok Truman yang sedang menangis, kedua tangannya menggenggam pundakku dengan kuat,bibirnya gemetar setiap nafas yang Ia ambil
"Truman?.", Aku menjulurkan tanganku untuk menghapus air matanya tetapi sebelum tanganku dapat sampai dan mengusap pipinya, tubuhnya yang jauh lebih besar memelukku dengan begitu erat
Biasanya aku akan mendorongnya karena terkejut ketika Ia melakukan itu tetapi kali ini bukannya melakukan itu tanganku secara otomatis mengelus rambutnya, perlahan, bagaikan seseorang yang akan meninggalkan kekasihnya
Gadis itu, Fidei, berada di sebelah Truman, walaupun Ia tidak menangis dahinya mengkerut dengan alis yang juga serupa, matanya yang semula berwarna Aqua berubah menjadi lebih gelap, aku tidak yakin bahwa hal itu dapat dilakukan oleh manusia tetapi sepertinya itu dapat dilakukan oleh Android
Selagi Truman masih terus memelukku, mataku tidak dapat berhenti menatap gadis itu, setelah beberapa lama menatapnya aku menyadari bahwa sosok dari Fidei begitu mirip dengan gadis yang ada di mimpiku
"Fidei?", Kelopak mata Fidei membesar ketika mendengar namanya keluar dari mulutku, Truman tidak lagi memelukku Ia hanya menatapku dengan kening berkerut
"Apakah aku pernah bertemu denganmu?", Bukannya menjawab pertanyaan-ku bibir Fidei seketika tertarik membentuk sebuah senyuman yang lebar, tangannya Ia satukan layaknya seseorang yang berdoa
"Apa maksud pertanyaanmu itu?", Wajah Truman kini mengingatkanku akan film drama dimana seseorang ketahuan menyelingkuhi pasangannya
"Um, ah..begini, aku bertemu lebih tepatnya melihat Fidei di dalam mimpiku, ya, orang itu bukan aku tetapi aku merasa bahwa Ia adalah aku, begitulah sederhananya."
Perkataanku membuat diriku sendiri merasa bingung tetapi sepertinya melihat ekspresi Truman dan Fidei, masing-masing, menganga dan Tersenyum, membuatku yakin bahwa mereka dapat mencerna apa yang aku katakan lebih baik dariku
"Bagaimana mungkin?", Dengan mata terbelalak dan mulut yang masih terbuka, Truman berkata demikian dengan terbata-bata, Ia berdiri dan mundur beberapa langkah menjauhi tempat tidur di mana aku duduk
"Itu mustahil!."
"Kamu berani mempertanyakan kemampuan Profesor?", Dengan wajah sumringah Fidei mendekati diriku, tangannya menggenggam tanganku dengan erat, kedua matanya penuh dengan cahaya harapan
"Apakah kamu ada melihat hal yang lain?", Aura semangat yang keluar dari dirinya membuatku merasa tidak nyaman
"Sayangnya tidak."
Wajahnya menjadi muram ketika mendengar perkataanku, tangan Truman menggenggam tangan kami sebelum kemudian menepisnya dengan kasar
"Jangan sentuh dia!". Dengan gerakan tersentak Truman menarik tubuhku ke dalam pelukannya, genggamannya erat dan sorot matanya menyolok
"Ini takdir Egalita! Terimalah, bukankah aneh ini baru muncul ketika Omnis dalam masalah!", Pelukan Truman semakin erat mendekap tubuhku
"Aku tidak peduli, baik Omnis maupun siapa pun, aku tidak peduli.", Sedari tadi mereka terus menyebut nama 'Omnis', apakah Omnis yang mereka maksud ini Yang Mulia Deus Omnis?
"Hm! Ehm! Ugh!, Um, permisi, Omnis yang kalian maksud ini siapa?"
"Hm? Omnis, penguasa Scientia Deus, Ciptaan engkau yang paling Mulia, Tuan.", Truman mengangkat tangan kiri miliknya yang berupa Gatling gun, tepat ke arah Fidei, walaupun demikian gadis itu tidak sedikit pun tersentak, tatapannya dingin dan fokus
"Aku bilang diam, Fidei.", Mendengar ini Fidei tersenyum walaupun begitu bukannya senyum yang tulus yang terlihat adalah senyum yang begitu mengejek
"Kamu bermimpi kalau kamu kira aku takut denganmu, Egalita.", Kata-kata tersebut berhasil membuat Truman berdecak kesal, bibirnya Ia gigit sedangkan matanya Ia sipitkan, keningnya berkerut layaknya seorang yang marah
Aku menggenggam lengan Egalita, ketika Ia menoleh ke arahku,dan mata kami bertemu, aku menggelengkan kepalaku kepadanya, melihat ini Ia menghela nafas dan mengelus dadanya, pandanganku tajam menatap gadis Android itu, ketika Ia menatapku air mukanya menjadi lebih lembut tidak seperti ketika Ia melihat Truman
"Aku ingin tahu, Apa maksud perkataanmu.", Truman memegang lenganku tetapi tangannya Itu aku tepis dengan lembut
"Aku, aku, pantas mengetahuinya.", Aku tidak menoleh ke arah Truman, tatapan mataku tajam menatap gadis Android yang masih tersenyum manis ke arahku
"Baiklah, sesuai apa yang Anda Inginkan Tuan, saya akan memberitahu Anda apa yang Anda ingin ketahui."
"Anda Tuan tidaklah lain adalah Deus Prima, mantan Penguasa Scientia Deus."
Ketika Ia mengatakan itu aku dapat merasakan perasaan yang layaknya percikan listrik menyala di dalam hatiku
"Sebelum Deus Prima menghilang beliau melakukan suatu eksperimen yang dapat dikatakan mustahil, yakni memasukkan jiwa manusia ke dalam Saxum solis."
"Usut punya usut setelah Deus Prima menghilang kami, Saya dan Egalita, baru menyadari bahwa eksperimen yang dilakukan Profesor berhasil terjadi, dalam rupa diri Anda."
"Jadi, maksudmu ,aku ini….", Fidei menganggukkan wajahnya, senyum yang semula terukir digantikan oleh air muka yang sangat serius
"Anda bukanlah manusia, Anda merupakan ciptaan terakhir Deus Prima, karena Saxum solis adalah jiwa bagi Android maka dapat dikatakan bahwa Anda, Tuan,"
"Adalah Deus Prima."
"Ha?!", Hanya itu yang dapat aku katakan setelah mendengar semua pernyataan gila itu, mataku aku pandangkan ke arah Truman tetapi bukannya terlihat kaget atau mengolok mendengar pernyataan konyol itu, Ia hanya dengan erat menggenggam baju yang Ia kenakan, bibirnya Ia gigit dengan kasar
"Saya yakin bahwa bagi Anda ini sulit untuk dipercaya tetapi seorang yang bijak pernah berkata bahwa kenyataan jauh lebih aneh daripada fiksi.", Wajah Fidei sangat tenang ketika mengatakan semua itu bahkan kepalanya sedikit Ia miringkan ketika melihat ekspresiku
"Apa hubungannya semua ini dengan Omnis?", Truman yang sedari tadi tidak bergeming akhirnya angkat bicara dan nada suara yang keluar dari mulutnya terdengar begitu ketus
"Omnis? Dia-", jempol dan telunjuk Fidei berada di bawah dagunya, layaknya memikirkan sesuatu
"Dapat aku katakan menjadi begitu berbeda.", Suara mendengus yang begitu mengejek menjadi jawaban Truman
"Maksudmu menjadi tambah tidak waras?.", Tatapan Fidei yang semula menghindari Truman kini menoleh dan memandang dengan tajam, tangannya Ia kepalkan
"Walaupun Ia tidak waras bagiku Ia tetaplah Omnis dan aku yakin bahwa dibalik semua itu, Omnis yang dulu kita kenal, kita cintai, pasti akan kembali.", Truman hanya terus menatap Fidei untuk sejenak dapat aku lihat perubahan di raut wajahnya menjadi layaknya orang yang kesakitan
"Apa hubungannya Toivo dengan semua itu?.", Fidei menggelengkan kepalanya seperti tidak percaya apa yang baru saja Ia dengar
"Apa kamu lupa atau memang berpura-pura tidak ingat? Egalita?, Mengenai siapa yang Omnis sembah layaknya Tuhan?". Mendengar ini Truman berdecak kesal, kakinya Ia hentakkan secara keras ke lantai
"Toivo atau saya harus panggil Tuan, saya yakin bahwa jika Anda bertemu dengan Omnis maka Ia, Ia, akan kembali akan berubah dan semua masalah ini akan selesai,", Gadis itu berlutut di depanku, "Saya mohon Tuan, Saya mohon."
Terkejut dengan perilakunya aku seketika menoleh ke arah Truman untuk jawaban bukannya menjawab atau memberikanku Isyarat Ia malah memandang ke arah lain, raut wajahnya terlihat jauh lebih masam daripada sebelumnya
"Sampai berlutut layaknya budak, pasti ada sesuatu yang Omnis rencanakan.", Truman mengangkat kembali tangan Gatling gun miliknya dan membidiknya ke arah Fidei
Fidei tidak bergeming kepalanya tetap tertunduk sembari berlutut di depanku, aku tidak nyaman dengan situasi ini, menjulurkan tanganku dan memegang lengannya, memaksanya untuk berdiri setelah Ia berdiri dengan wajah yang penuh dengan pertanyaan, aku menempatkan diriku di antara Dia dan Truman
"Aku tidak ingin kalian bertarung dan sebelum aku memutuskan apa-apa, aku juga ingin tahu apa yang direncanakan Deus Omnis.", Sorot mataku tajam menatap gadis itu, gerakan tubuh gadis itu menjadi gelisah, Ia tidak berani menatap lama ke arah mataku tetapi setelah beberapa lama Ia akhirnya menghela nafas dan tersenyum lelah
"Baiklah, akan saya ceritakan.", Walaupun Ia berkata demikian dapat aku lihat ketidaknyamanan begitu jelas terlukis di wajahnya dan bagaiman Ia mengepalkan tangannya sembari tidak henti-hentinya menggerakkan kakinya
"Omnis, Ia berencana untuk mengambil Lapis Sapientiae dari para Magnanimi."
"Jangan bercanda, apa Omnis sudah gila?!", Nada suara Truman penuh dengan kekerasan dan amarah, selayaknya Ia demikian
Lapis Sapientiae adalah Mega Saxum Solis, energi mereka sangatlah besar hingga dapat menghidupi segala aktivitas kehidupan dalam sebuah kota, hanya kota-kota yang diketuai oleh Magnanimi yang memiliki Saxum solis tersebut,dan jikalau saxum solis tersebut diambil itu sama saja dengan menghancurkan kota-kota tersebut
"Kalau pastinya mengapa Ia berencana melakukan itu aku tidak tahu, tetapi aku mendengar kabar bahwa Nona Agnatha tahu cerita pastinya.", Mendengar semua ini membuat kepalaku pusing dan bukan hanya aku Truman yang sedari tadi membidik Fidei memilih untuk berbaring di kasurku setelah menghela nafas dengan keras
"Makanya saya juga berencana untuk menemuinya tetapi tujuan saya yang paling utama tidaklah lain untuk menyelamatkan Omnis,". Mata Fidei kembali menatapku, berbinar-binar, layaknya gadis di mimpiku
"Dan saya memerlukan bantuan Engkau Profesor.", Ia berpikir dua kali sebelum mengambil tanganku di dalam tangannya bertepatan dengan itu Truman berdiri dan menggenggam erat tubuhku dari belakang
"Jangan paksa dia, bagaimana pun Ia tetaplah dirinya sendiri, bukan Profesor.", Fidei tersenyum menyeringai
"Jangan berlagak bahwa kamu peduli, Egalita.", Tangan Truman yang memegang dengan erat tubuhku seketika gemetar dan aku tidak tahan dengan situasi ini melepaskan diri dari mereka berdua
"Tolong berikan aku waktu untuk sendiri!", Mata Fidei terbelalak mendengar nada suaraku yang tinggi tetapi setelah beberapa saat Ia menganggukkan kepalanya
"Baiklah, berapa lama?"
"Malam nanti akan aku beritahu jawabannya.", Tidak ada satu patah katapun keluar dari mulut mereka mendengar keputusanku dan setelah beberapa menit mereka pun pergi meninggalkanku sendiri
Mereka tidak lagi masuk ke kamarku bahkan ketika malam telah tiba, berjam-jam hanya aku habiskan untuk memikirkan segala informasi yang telah aku terima
Jadi selama ini aku bukanlah manusia, informasi itu dapat aku terima dengan baik mengingat bagaimana metabolisme tubuhku selama ini tetapi fakta bahwa aku adalah mendiang Deus Prima itu adalah yang aku masih tidak dapat mengerti
Bukan hanya itu permintaan Fidei masih terngiang-ngiang di pikiranku, berputar bagaikan kaset yang rusak, sejujurnya aku ingin sekali menolaknya tetapi ada sisi dari diriku yang juga ingin menerimanya
"Menyebalkan sekali.", Aku berdecak kepada angin yang sepi, helaan nafasku yang putus asa tidak menjawab kebingunganku
"Piru?", Aku menoleh dan menemukan A.V di bawah kasurku, tertawa, tubuhnya yang kecil itu aku angkat dan kubuat duduk di atas pahaku, A.V senang akan tingkahku segera merapat ke perutku, walaupun tidak hangat aku merasa tenang dibuatnya
"Terima kasih kawan.", Di dalam keheningan itu sebuah ide masuk ke dalam pikiranku
"Hei, kawan, menurutmu apa yang harus aku lakukan?"
"Piru?"
"Hanya saja, aku tidak mengerti, semuanya tampak gelap bagiku kau tahu, layaknya jalan mana pun yang aku ambil hanya akan mengantarkanku kepada kebinasaan.", Dengan lembut aku mengelus tubuh A.V yang bulat
"Aku tidak mengerti lebih tepatnya,". Mataku yang lelah aku tutup dan tangaku dengan erat memeluk A.V, "aku takut akan jalan yang akan aku pilih."
Angin malam bertiup menenangkan jiwaku yang terasa panas, malam itu langit dipenuhi dengan bintang, walaupun situasi yang aku alami terasa begitu panas dan sesak setidaknya alam di sekitarku masih indah seperti sedia kala
Dengan tenggelamnya kesadaranku, aku dapat merasakan bahwa dunia di sekitarku semakin terasa kabur dan akhirnya aku pun bermimpi
Mimpi yang aku dapat sama seperti mimpiku yang sebelumnya tetapi kali ini gadis itu tidaklah sendiri, datang menuju ke arahku, berdiri di sebelahnya adalah seorang pemuda yang sangat cantik, wajahnya tidaklah jelas tetapi Ia layaknya mentari, sangat terang
"Profesor, hamba juga hendak memberikan engkau suatu hadiah.", Pemuda itu merogoh sesuatu dari kantung baju di bawah jubahnya yang sangat panjang, layaknya jubah seorang Paus
Di atas telapak tangannya yang terlihat begitu halus dan bersih tanpa noda terdapat sebuah safir yang bersinar begitu terang, karena cahaya yang berasal dari padanya safir itu layaknya menggenggam seluruh semesta di dalamnya
"Hamba memodifikasi safir ini hingga terlihat lebih bercahaya, Hamba harap Engkau, Tuanku, berkenan hati menerima pemberiaan hamba.", Ia memegang telapak tanganku dan meletakkan Safir itu di atasnya, aku melihat kembali wajahnya dan aku terkejut akan keindahan yang aku lihat
Pemuda itu benar-benar layaknya mentari, dengan mata dengan iris layaknya Lemon dan rambut panjang bercahaya kuning terang, kulitnya putih bersinar dengan bibir tipis yang tersenyum anggun
Aku benar-benar terpesona melihatnya sampai-sampai aku tidak dapat berkata apa-apa
"Huff! Omnis curang!.", Ketika aku mendengar nama itu mimpi itu seketika pecah layaknya kaca ketika ditimpa batu dan semuanya menjadi gelap, tetapi bukannya tersadar aku seperti hidup di dalam kegelapan itu
"Itulah mengapa kita harus pergi."
'Kita?". Aku menoleh ke arah suara itu tetapi sebelum aku dapat melihat dengan jelas sosoknya, kegelapan itu menjadi kabur dan ketika aku berusaha untuk meraih sosok itu, mimpi itu berakhir dan aku pun terbangun, di saat aku terbangun air mata mengalir dari sudut mataku tanpa alasan yang jelas
A.V tertidur tepat di atasku dan dengan belaian yang lembut aku mengelus kepalanya
Waktu lama aku habiskan berpikir mengenai apa yang baru saja aku lihat dan ketika waktu menunjukkan pukul sembilan aku akhirnya mengambil satu keputusan
Aku akan mengabulkan permohonan Fidei
Dengan A.V terbaring di lenganku, langkah yang tegas aku ambil turun menuju ruang tamu tempat dimana Truman dan Fidei berada, di saat aku datang mereka sedang duduk di sofa, Fidei membaca sebuah buku sedangkan Truman sedang tidur
Fidei membangunkan Truman walaupun awalnya Ia marah ketika melihat sosok diriku Ia tidak lanjut berkata-kata kasar, mulutnya Ia katupkan dan matanya menatapku dengan penuh harapan
"Aku sudah memutuskan.", Mata mereka sepenuhnya fokus tersorot kepada diriku, bahkan gestur tubuh mereka menghadap sepenuhnya ke tempat aku berada, dengan tarikan nafas panjang walaupun dibawah tekanan yang begitu kuat aku mengatakan keputusanku
"Aku akan mengikuti Fidei."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments