Episode 19

Alice memeluk erat ibunya begitu tiba di rumahnya dikampung. Sudah lama ia merindukan kehangatan kasih sayang seorang ibu, terlebih setelah semua drama yang terjadi di rumah tangganya. Ia ingin melepaskan segala beban dan menikmati waktu bersama mamanya.

"Mama kangen banget sama kamu, Nak," ujar mamanya sambil mengelus rambut Alice.

Alice tersenyum bahagia. "Alice juga, Ma. Rasanya udah lama banget gak pulang ke sini."

Devan, putra Alice yang masih kecil, juga ikut menikmati suasana kampung. Ia tertawa riang, seolah tak ada beban di hidupnya. Alice merasa damai melihat putranya bahagia. Mama Alice menggendong Devan dan mengajaknya main ke rumah tetangga. 

Selama seminggu di rumah mamanya, Alice benar-benar menikmati waktunya. Ia membantu memasak di dapur, berbincang hingga larut malam dengan ibunya, dan berjalan-jalan di sekitar kampung untuk mengenang masa kecilnya.

Namun, di rumahnya sendiri, suasana justru berbeda.

Ranti Menikmati Hidup Tanpa Alice

Sejak kepergian Alice, Ranti merasa lebih leluasa. Ia menikmati rumah yang terasa lebih damai tanpa kehadiran perempuan yang selalu menjadi duri di rumah tangganya bersama Arya. 

"Lebih baik begini," gumamnya sambil tersenyum sinis.

Ranti bahkan mulai merayu Arya, berharap bisa mendapatkan perhatian dari pria itu. Namun, seperti biasa, Arya selalu menolak.

"Jangan ganggu aku, Ranti," ujar Arya tegas.

"Tapi, Mas… Alice sudah pergi. Kenapa kamu masih menjaga jarak dariku?" Ranti berusaha merayu dengan nada manja.

Arya mendengus kesal. "Dengar, aku tetap tidak mencintaimu. Alice hanya sedang di rumah ibunya, bukan pergi selamanya!"

Jawaban Arya membuat hati Ranti panas. Ia berpikir bahwa jika Alice tidak segera kembali, maka ia bisa lebih leluasa mengendalikan Arya. Namun, harapannya hancur ketika Arya tiba-tiba berkata,

"Ranti, aku kasih waktu satu hari. Jemput Alice atau aku ceraikan kamu!"

Ranti terkejut. Ia menatap Arya dengan penuh kemarahan. "Apa? Kenapa aku yang harus menjemputnya?"

Arya menatapnya tajam. "Aku tahu kamu menikmati rumah ini tanpanya. Tapi jangan bermimpi. Aku tetap ingin Alice kembali. Kalau kamu tidak mau menjemputnya, kita bercerai!"

Ancaman itu membuat Ranti tidak punya pilihan. Meski hatinya penuh kebencian, ia harus melakukan perintah Arya.

Ranti Menjemput Alice

Dengan hati yang terbakar amarah, Ranti berangkat ke kampung bersama Shela dan Dela. Dengan alamat yang Arya tulis di kertas, sepanjang perjalanan, ia terus berpikir tentang bagaimana cara membuat Alice menderita.

Sesampainya di rumah ibu Alice, ia memasang wajah pura-pura ramah. "Alice, Arya menyuruh kamu pulang," katanya dengan nada dibuat-buat.

Alice menatap Ranti dengan tatapan datar. "Aku belum mau pulang, mbak"

"Kamu sudah seminggu di sini. Arya mencarimu," kata Ranti lagi, berusaha menekan Alice.

Mamanya ikut bicara. "Kalau Alice masih ingin di sini, biarkan saja dulu. Dia jarang pulang, biarkan dia menikmati waktu di kampung."

Ranti tersenyum sinis. "Tapi, Bu, Arya ingin Alice segera pulang. Kalau tidak, Arya bisa marah."

Alice menghela napas. Ia sebenarnya masih ingin tinggal lebih lama, tapi ia tidak ingin masalah semakin besar. Lagipula, ia tahu Arya pasti sangat merindukan Devan.

Akhirnya, dengan berat hati, Alice mengemas barang-barangnya dan berpamitan pada mamanya. "Aku pasti akan datang lagi, Ma," katanya sambil memeluk ibunya erat.

Devan tampak senang bisa kembali ke rumahnya, tapi Alice merasa waspada. Ia tahu, selama masih ada Ranti di rumah itu, ia tidak akan pernah merasa benar-benar aman.

Ranti Merencanakan Kejahatan Baru

Begitu sampai di rumah, Alice langsung merasakan hawa berbeda. Ranti sudah kembali dengan rencana jahatnya.

Ia menyusun strategi untuk membuat Alice menderita, entah dengan cara fitnah, intrik, atau jebakan. Ranti tidak akan membiarkan Alice merasa tenang.

"Sekarang Alice sudah kembali," gumam Ranti sambil tersenyum licik. "Saatnya aku mulai rencana baruku. Apa salahnya kalau aku fitnah dia dengan laki-kaki lain. Pastinya Arya membenci dia," gumam Ranti sambil melangkah keluar rumah menuntun Shela dan Dela. 

Sudah menjadi kebiasaan Ranti mengajak anak-anaknya main ke rumah tetangga sambil bergosip. Tentu saja yang di gosipkan adalah Alice yang selalu di sebut-sebut sang pelakor. Menjadikan semua tetangga memandang sinis ke Alice. 

"Kalau ibu gak percaya, boleh di coba dengan lelaki lain. Pasti si Alice itu akan tergoda," ujar Ranti ke salah satu tetangga. 

"Masa sih? coba yah dengan adik laki-lakiku si Dio. Dia kan memang sudah terbiasa menggoda wanita," jawab ibu Tia tetangganya.

"Ada apa ini ngegosip aja? Nama aku kok di sebut-sebut?" Dio berdiri di hadapan mereka. 

"Oh kebetulan. Ini Dio adik saya. Dia biasa menggoda wanita kerjaannya"

"Eh eh eh... Enak aja gosipin aku tukang menggoda wanita," jawab Dio mengelak. 

"He, Dio. kamu kan sudah terbiasa kalau urusan wanita. Bisa gak kamu bantu Ibu Ranti ini. Ibu ini kan istri pertama Pak Arya. Coba kamu deketin wanita pelakor tidak tahu malu itu," ujar Bu Tia. 

Dio mengernyitkan keningnya. "Yang mana mbak?"

"Itu loh, yang anaknya masih kecil, namanya Alice. Dia istri kedua Pak Arya. Yang sudah merebut suami Ibu Ranti ini"

"Hahaha... Serahkan ke Dio mbak. Jangan panggil Dio kalau tidak berhasil menggoda wanita itu"

Mereka saling bisik menyusun rencana untuk menggoda Alice. 

______

Malam itu, langit bertabur bintang menghampar luas seperti permadani gelap yang dihiasi kilauan cahaya temaram. Sinarnya yang lembut menyelimuti bumi dengan cahaya keperakan. Saat Alice membuka jendela rumahnya, membiarkan angin sejuk masuk ke dalam ruangan. Dia baru saja selesai menyeduh teh ketika terdengar ketukan di pintu. Dengan langkah ringan, dia berjalan ke depan dan membukanya.

Di ambang pintu berdiri Dio, tetangganya yang dikenal cukup ramah. Namun, di balik senyumnya yang tampak santai, Dio membawa misi tersembunyi. Dia datang atas perintah Ranti dan Tia, kakaknya.

Ranti menginginkan kehancuran rumah tangga Alice. Sedangkan Tia, yang selalu setia mendukung Dio adiknya, turut membantu menjalankan rencana licik itu.

"Hei, Alice," sapa Dio dengan senyum menggoda. "Kamu sendirian?"

Alice mengernyit. "Iya. Ada apa yah?"

Dio melangkah masuk tanpa menunggu diundang, membuat Alice sedikit mundur. Perasaan tidak nyaman mulai menjalar dalam dirinya.

"Aku Dio tetangga sebelah. Aku hanya ingin ngobrol sebentar. Kita kan tetangga, nggak ada salahnya kalau aku mampir, kan?" Dio berjalan mendekat, ekspresinya penuh arti.

Alice menghela napas, mencoba tetap tenang. "Kalau cuma ngobrol biasa, tentu saja tidak masalah. Tapi aku rasa tidak sopan masuk rumah orang tanpa izin."

Dio tertawa kecil. "Santai saja, Alice. Aku hanya ingin tahu, bagaimana rasanya jadi istri Arya? Kudengar dia sangat sibuk dengan pekerjaannya. Apa dia masih punya waktu untukmu?"

Alice merasa ada sesuatu yang janggal dalam ucapan Dio. Dia mulai melangkah mundur, menjaga jarak. "Itu bukan urusanmu, Dio. Jika tidak ada hal penting, lebih baik kamu pergi."

Namun, Dio justru semakin mendekat. Tangannya hampir menyentuh lengan Alice saat gadis itu dengan sigap menghindar. "Jangan kurang ajar, Dio!" seru Alice dengan nada tegas.

Dio terkekeh, masih dengan sikap santainya. "Jangan kaku begitu, Alice. Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat." Ujar Dio menggenggam lengan Alice. Namun Alice ingin mundur, tapi sayang kakinya tersandung kaki Dio. Menjadikan tubuh Alice jatuh ke belakang. Dengan sigap tangan Dio meraihnya untuk Alice tidak jatuh. Kini mereka berpelukan. Posisi Alice di bawah Dio dengan wajah mereka yang sangat dekat sekali. 

Belum sempat Alice mengelak, suara pintu yang terbuka membuat mereka berdua menoleh. Arya baru saja pulang kerja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!