Tepat saat sang surya mulai terbenam, mobil mahal keluaran terbaru berwarna hitam metalic, berhenti pada sebuah halaman rumah yang nyatanya lebih layak disebut istana. Pilar-pilar yang kokoh dan desain yang mewah dengan taman yang luas terpampang nyata dan memanjakan mata. Seorang pelayan wanita tanpa diberi aba-aba dengan segera menyambut dan membukakan pintu untuk penumpang mobil tersebut yang tak lain adalah Alexa Ivanka dan juga Leon Maleva, majikannya.
"Selamat datang, Tuan. Selamat datang, Nona," sapa pelayan tersebut dengan ramah. Semua pelayan yang ada di istana megah Leon diberi pendidikan dan tata krama baik dalam menjamu majikan maupun tamu-tamu Tuannya, jika ada satu pun yang bersikap tidak sopan maka dia juga harus siap untuk ditendang dari dalam istana ini dengan tidak hormat.
Alexa Ivanka terdiam mematung seraya menyapukan pandangan matanya di sekeliling rumah Leon. Sungguh mengagumkan. Pikirnya. Ini tiga kali lipat lebih besar dari rumah orang tuanya. Ivanka merasa dirinya bak seorang gelandangan yang dipungut oleh pangeran kaya raya. Entah bagaimana jadinya bila tidak ada Leon yang datang dan menjelma bak malaikat bersayap yang menyelamatkan hidupnya.
"Ayo masuk, Vanka!" perintah Leon membuyarkan lamunan gadis berumur delapan belas tahun tersebut.
"Eh iya, Om," sahut Ivanka dengan terbata-bata.
"Jangan panggil aku om! Panggil aku kakak!" pinta Leon kemudian melemparkan senyum terbaiknya pada Ivanka.
Ivanka membalas senyum Leon, "I~iya baiklah, Kak," balasnya menyetujui.
"Ayo kita masuk!" Leon mengulang ajakannya.
Ivanka dan Leon berjalan beriringan masuk ke dalam rumah megah Leon. Di belakang mereka ada seorang pengawal pribadi Leon yang membawakan barang-barang milik Ivanka. Ivanka mengikuti langkah kaki pria yang ada di sampingnya tanpa banyak berkata. Kematian kedua orang tuanya tak khayal membuat trauma dan membekas di pikirannya. Lagi-lagi dia tatap lelaki yang sepuluh tahun lebih tua darinya itu dengan mata berkaca-kaca. Terima kasih Engkau mengirimkan malaikat yang begitu baik untukku, Tuhan. Kata Ivanka dalam hati seraya menyeka air matanya yang masih setia menetes membasahi wajah ayunya.
"Vanka, ini kamar kamu," kata Leon saat langkah kakinya terhenti tepat di depan sebuah kamar.
Leon membuka pintu ruangan berukuran sepuluh kali sepuluh meter tersebut dan menggandeng Ivanka untuk masuk lebih jauh ke dalamnya. Lagi-lagi Ivanka dibuat takjub dengan kemewahan istana Leon, arsitektur yang glamor dengan ornamen berwarna serba emas menghiasi tempat yang akan menjadi kamar pribadinya tersebut.
"Apa kamu suka kamarmu?" tanya Leon. Lelaki tampan berumur dua puluh delapan tahun itu kini duduk di atas ranjang sambil menatap Ivanka yang terperangah dengan fasilitas yang ada di dalam kamarnya.
"Semua perabot rumah tangga bisa masuk ke dalam kamar ini? Ini seperti satu unit rumah bukan seperti kamar pribadi, Kak. Kurang kompor dan mesin cuci saja yang tidak ada di sini," ujar Ivanka dengan kagum.
"Ya inilah rumahku, Vanka. Semoga kamu betah tinggal di gubugku ini," ucap Leon merendah.
"Kalau ini gubug lalu rumahku apa, Kak? Kandang burung perkutut?" tanya Ivanka dengan lugunya membuat Leon tertawa.
"Tidak perlu seperti itu, Vanka! Di atas langit masih ada langit, masih banyak yang jauh lebih kaya dari aku," papar Leon dengan gaya bicaranya yang santai.
"Terima kasih sekali lagi aku ucapkan padamu, Kak. Aku tidak tahu bagaimana hidupku bila kamu tidak ada," terang Ivanka. Gadis malang itu menundukkan kepalanya. Lelehan air mata kembali membasahi wajahnya. Ivanka menyeka cairan bening itu berulang-ulang hingga akhirnya Leon beranjak dari tempatnya dan membantu mengusap air mata Ivanka.
"Jangan menangis lagi! Kedua orang tuamu tidak akan bahagia melihat anaknya terus-terusan bersedih," nasehat Leon dengan sangat dewasa. Kedua tangannya masih menempel pada pipi Ivanka.
Ivanka mendongakkan kepalanya agar bisa leluasa menatap mata Leon, "Apa menurut Kakak orang yang meninggal dalam kecelakaan yang tragis arwahnya akan tenang dan bahagia di sana? Apa Papa dan Mamaku akan bahagia di alam sana?" tanya Ivanka pada Leon.
"Semua tergantung denganmu. Jangan pernah putus mendoakan mereka dan mulai menata hidup yang baru dengan semangat, maka mereka pun akan bahagia di sisi Tuhan. Air matamu ini tidak ada gunanya, Vanka." Jawab Leon sambil menatap wajah Ivanka.
Ivanka mencerna kata-kata Leon, memasukkannya ke dalam hati yang paling dalam hingga akhirnya dia sadar kalau perkataan Leon adalah benar. Orang yang sudah tiada tidak akan pernah kembali meski kita menangis hingga berdarah-darah sekali pun. Hanya doa dan keikhlasan yang bisa kita upayakan sebagai makhluk yang masih bernyawa.
"Iya, Kakak benar. Aku berusaha untuk tidak menangis lagi. Aku harus tumbuh menjadi wanita dewasa yang kuat." Sahut Ivanka sambil mengusap air matanya.
"Berapa umurmu?" tanya Leon.
"Delapan belas tahun kak," jawab Ivanka.
Leon tertawa, Ivanka menautkan kedua alisnya hingga keningnya nampak berkerut-kerut. Dia tidak mengerti bagian mana yang membuat lelaki itu menjadi geli.
"Kenapa, Kak?" tanya Ivanka kebingungan.
Leon mengacak-acak pucuk kepala Ivanka dengan gemas, "Dasar anak kecil," ledek Leon.
"Memang berapa umur, Kakak?" tanya balik Ivanka.
"Tebak saja!" Jawab Leon sambil tersenyum.
"Empat puluh tahun," kata Ivanka.
"Astaga! Apa aku setua itu di matamu, Vanka? Pantas saja kamu memanggilku om tadi," balas Leon sambil terkekeh.
"Maafkan aku, Kak," ucap Ivanka sambil malu-malu.
"Umurku dua puluh delapan tahun Vanka," balas Leon sambil tersenyum devil.
"Kakak sudah berumah tangga pasti." Ivanka menebak status Leon.
"Rumah tangga? Itu omong kosong menurutku. Aku tidak mau terikat dengan aturan dari seorang istri yang mencekik leherku. Aku mau bebas, Vanka," terang Leon seraya memasukkan kedua tangan di dalam saku celananya. Gayanya ini membuat Leon terlihat lebih cool.
"Iya baiklah. Itu urusan pribadi Kakak," balas Ivanka memilih untuk tidak terlalu dalam ikut campur privasi Leon.
Leon melihat jam yang melingkar di tanganya, "Mandi dan bersiaplah! Tiga puluh menit lagi akan ada pelayan yang datang kemari untuk mengantarmu ke meja makan. Sudah waktunya makan malam, Vanka. Tapi jangan mencariku karena aku harus segera pergi."
"Kakak mau kemana?" tanya Ivanka ingin tahu.
"Bekerja, Vanka," jawab Leon.
"Kakak sudah kaya raya tapi masih bekerja di malam hari?" tanya Ivanka bingung.
"Itu beda, Vanka. Kalau pagi hingga sore aku bekerja karna uang," jawab Leon sambil tertawa.
"Lalu kalau malam?" tanya Ivanka lagi.
"Kalau malam aku bekerja karena ja*lang. Hahahaha..." Suara tawa Leon menggelegar dan memenuhi setiap sudut kamar Ivanka. Gadis itu diam saja menatap lelaki dewasa di hadapannya yang tertawa terbahak-bahak.
"Ja*lang seperti seorang wanita nakal kan?" Lagi-lagi Ivanka bertanya.
"Ya. Tapi aku hanya bercanda, Vanka. Aku benar-benar harus bekerja. Baiklah. Aku tinggal ya! Semoga kamu betah di sini ya, Adikku." Leon berpamitan untuk pergi.
Ivanka mengulas senyum, "Oke, Kakak. Sekali lagi aku ucapkan banyak terima kasih. Semoga pekerjaan Kakak malam ini lancar dan semakin kaya. Amien." Ivanka mendoakan Leon dengan tulus.
Pekerjaanku malam ini tidak akan membuatku kaya Vanka, tapi justru bisa menguras uangku dan tenagaku. Tapi aku rasa kamu tidak perlu tahu tentang ini. Kamu masih terlalu polos. Pikir Leon.
"Amien. Terima kasih doanya, " sahut Leon kemudian berlalu pergi meninggalkan Ivanka.
🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴
Jangan lupa memberi komen, like dan vote setelah membaca.
Happy reading 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 182 Episodes
Comments
Dewi Dewi
kak leon mau jajan wkwk
2021-05-21
0
Emonee
Om Leon tampan like vote rate 🌟🌟🌟🌟🌟thor
dukung juga ya cerita aku
Istriku dokter cintaku
My Lovely Gea
2021-04-26
1
Heri Mahesa
aduuuh sukanya celap celup ya,dasar bastard😚😚😚
2021-03-05
1