"Astaghfirullah"
Bik Parni terkejut saat melihat Meli melintasi dapur, saat Meli akan kembali ke kamarnya.
"Neng....., aduh Nenggg. Saya kira Nyonya Retno tadi. Duh Neng, baju Nyonya jangan dipakai, nanti Nyonya marahhhhh...."
Bik Parni menghampiri Meli dan langsung menarik tangan Meli menuju ke kamarnya.
"Maaf Bik, saya pakai baju ini juga tidak nyaman. Tetapi, saya disuruh nyonya Bik,"
"Hah? nyonya nyuruh kamu pakai bajunya?"
Mulut bik Parni menganga saking tak percayanya dengan apa yang baru saja dikatakan Meli.
"Iya Bik. Tadi, saya ke kamar Nyonya. Terus, Nyonya menyuruh saya pakai baju ini."
"Kamu gak bohong kan Neng? kamu bisa di pecat loh, kalau ketahuan."
"Saya berani sumpah Bik."
Meli berusaha meyakinkan Bik Parni.
Masih dengan tatapan tak percaya, Bik Parni berusaha mempercayai Meli.
"Tapi, kalau ada apa-apa, Bibik gak mau tau ya," Ancam Bik Parni.
"Iya Bik, aku buka dulu bajunya ya"
Bik Parni pun berlalu meninggalkan Meli yang akan mengganti bajunya.
.
.
.
"Malam sayang, apa kabarmu hari ini?"
Aris yang baru saja pulang dari kantor, langsung menemui Retno yang sedang terbaring lemah di atas ranjang.
Aris mengecup kening dan juga buku-buku tangan istrinya itu.
"Mas, aku ingin dipeluk."
Pinta Retno dengan tatapan memohon.
"Sebentar ya, aku mandi dulu. Bau ini.. Nanti setelah mandi, aku peluk dan tak akan ku lepaskan lagi deh." Ucap Aris. sambil tersenyum kepada Retno.
"Aku maunya sekarang, biar aku cium baunya dan akan aku bawa sampai aku mati."
Aris terdiam mendengar kata-kata Retno.
"Kamu jangan ngawur ah sayang."
Dengan seketika raut wajah Aris menjadi sedih. Retno tersenyum, lalu merentangkan kedua tangannya.
"Ya sudah, kalau begitu peluk aku sekarang." Pinta Retno dengan wajah memelas.
Aris menghela napas dengan berat. Lalu, merebahkan dirinya disamping Retno dan memeluk wanita yang sudah tujuh tahun mendampingi dirinya itu.
"Mas, Mas janji ya, akan menuruti semua keinginanku."
"Iya," Jawab Aris dengan suara yang tercekat.
"Walaupun aku sudah tiada, aku mohon tepatilah janjimu yang akan selalu menuruti permintaanku." Ucap Retno lagi.
"Sayang, aku tidak mau mendengar kamu mengucapkan kata-kata "kalau sudah kamu tiada"." Tegas Aris.
"Ya sudah, kalau begitu aku mau tidur dipelukanmu."
Retno meringkuk di pelukan Aris. Badannya yang mungil, tenggelam dalam pelukan Aris dan tertidur dengan damai.
.
.
.
.
Aris terbangun dari tidurnya, saat ia merasa lengan kanannya yang dijadikan bantalan oleh Retno terasa mati rasa.
"Tidak biasanya Retno seberat ini." Gumamnya.
Lalu, Aris menggeser lengannya dengan perlahan. Tetapi, saat itu juga dirinya mulai menyadari bahwa Retno terlihat lebih pucat dari pada biasanya.
Merasa khawatir, Aris langsung duduk di atas ranjang dan memperhatikan istrinya yang tampak tertidur dengan pulas.
Dengan ragu ia mendekatkan tangannya ke lubang hidung istrinya. Semakin dekat tangannya, semakin ia gemetar. Hingga akhirnya tangannya menyentuh lubang hidung Retno. Mendadak napas Aris terasa sesak.
"TIDAKKKKKKKKKKKKKKKKKK...! tidakkk, tidak.., tidak.., jangan tinggalkan aku Retno...! Jangannn....!" Teriaknya sambil menangis pilu.
Di dapur, Meli, Kang Jaja dan Bik Parni yang mendengar teriakan histeris Aris yang begitu memilukan pun terperanjat.
"Ada apa ya Bik?" Tanya Meli.
"Ayo kita kesana..!" Seru Bik Parni.
Mereka pun langsung berlarian menghampiri kamar majikannya untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Tanpa mengetuk pintu sebelumnya, Meli langsung membuka daun pintu kamar majikannya itu. Dan ia pun, melihat pemandangan yang membuat siapa saja akan meneteskan air mata.
Retno sudah terbujur kaku, entah sejak kapan dirinya pergi. Yang jelas, Retno pergi dalam senyap, tidak ada satupun yang tau saat dirinya meregang nyawa. Bahkan Aris yang tertidur disampingnya pun, tidak menyadari kepergian Retno.
Retno hanya tertidur, lalu tidak akan pernah terbangun kembali.
Semua yang berada di sana sangat terpukul. Terutama Meli yang beberapa bulan ini selalu di samping Retno. Meli yang merasa sangat diperlakukan baik oleh Retno, merasakan duka yang mendalam. Meli tidak bisa membendung air matanya.
Sedangkan Aris terus menerus mengguncang tubuh istrinya agar Retno terbangun. Dalam dukanya, Aris berharap ini semua hanya mimpi.
.........
Pemakaman baru saja dilakukan pada pagi hari ini. Aris masih tertegun dan memegangi nisan istrinya. Dirinya masih belum percaya dengan apa yang terjadi.
Dibalik kaca mata hitamnya, air mata Aris terus mengalir deras. Sedangkan Meli, Bik Parni dan Kang Jaja berdiri di belakangnya.
Para pelayat dan pengantar jenazah satu persatu membubarkan diri. Cukup lama Aris berdiam diri di samping makam istrinya. Seakan-akan ia tidak ingin meninggalkan Retno sendirian disana. Setelah di bujuk Bik Parni, akhirnya Aris mau untuk pulang kerumah.
Begitu sampai di rumah, Aris langsung masuk kedalam kamar dan tenggelam bersama kenangannya tentang Retno. Terdengar hingga keluar kamar, tangisan dan ratapan Aris untuk Retno. Tentu saja hal itu membuat Bik Parni, Kang Jaja dan Meli, menjadi semakin berduka.
........
Seminggu sudah, Retno meninggalkan orang-orang yang mencintainya. Aris masih sangat berduka. Hingga sudah seminggu juga dirinya jarang keluar dari kamar dan tidak pergi kekantornya.
"Bik apa Tuan baik-baik saja ya?" Tanya Meli dengan cemas.
"Yah, berdoa saja Neng semoga Tuan baik-baik saja." Jawab bik Parni dengan wajah yang masih bersedih.
"Bik, ada kemungkinan saya tidak bekerja lagi di sini. Karena Nyonya sudah meninggal, padahal saya sudah sangat nyaman disini."
Meli tertunduk sedih. Bik Parni pun langsung memeluk dan mengusap punggung Meli. Mereka berdua pun kembali tenggelam didalam duka.
........
"Halo.. Pak Aris,"
"Ya, " Jawab Aris dengan suaranya yang terdengar berat.
"Saya mau kerumah, ingin membahas tentang wasiat dari Ibu Retno."
"Wasiat?" Aris memastikan lagi apa yang baru saja dia dengar.
"Iya Pak, wasiat. Sebelum Ibu Retno meninggal dunia, dirinya pernah meminta saya untuk datang ke rumah dan membuat surat wasiat yang disaksikan dan di kuasakan kepada saya untuk mengurusnya ke Notaris."
Terang Pak Sukoco lewat sambungan telepon.
Aris hanya terdiam mendengar penjelasan Pak Sukoco.
"Halo Pak, apa Bapak masih mendengarkan saya?"
"I-iya," Jawab Aris, dengan terbata.
"Apa Bapak ada dirumah?"
"Ya, saya di rumah."
"Ok, satu jam lagi saya sampai dirumah Bapak, bersama dengan Notaris. Tetapi, saya ingin memastikan satu hal."
"Satu hal? Apa itu?" Tanya Aris penasaran.
"Pastikan ada saudari Meli di sana, saat Notaris membacakan surat wasiat dari Bu Retno."
Aris semakin tidak mengerti dengan yang baru saja dia dengar.
"Untuk apa ada dia?" Tanya Aris lagi.
"Karena ada hal yang menyangkut dirinya, nanti Bapak akan mengerti. Sampai jumpa satu jam lagi. Maaf saya tutup dulu, karena ini saya lagi berada dijalan."
"Ok,"
Aris mengakhiri telepon dari pak Sukoco.
Dirinya masih penasaran, apa hubungannya Meli dengan surat wasiat Retno.
Aris pun, keluar dari kamarnya dan langsung berjalan menuju ke dapur.
Saat dirinya tiba di dapur, ia tidak mendapati seorangpun yang berada di sana.
Aris memanggil Bik Parni, tetapi tidak ada sahutan dari Bik Parni. Lalu, ia menuju pintu belakang tepat disebelah kamar mandi pembantu. Tiba-tiba matanya beradu pandang dengan Meli yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuh meli hanya berbalut handuk, sedangkan pundak dan sekitar atas dadanya terbuka dengan bebas.
Hampir saja Meli menjerit. Tetapi, setelah menyadari lelaki itu adalah majikannya, Meli hanya tertunduk dan berusaha menutupi bagian atas tubuhnya.
Aris pun, langsung membuang pandangannya.
"Satu jam lagi ke ruang tamu." Ucapnya tanpa melihat Meli.
"I-i- iya Tuan," Jawab Meli dengan terbata-bata.
Mendengar jawaban Meli, Aris langsung meninggalkan Meli dan kembali menuju kamarnya.
Aris terus menerus memperhatikan jam tangannya yang seakan-akan malas bergerak. Sejak dari tadi ia duduk dengan gelisah di ruang tamu, menunggu Pengacara dan Notaris yang berjanji akan datang ke rumahnya.
Aris melirik Meli yang baru saja muncul dari arah dapur dan berjalan menghampirinya.
"Saya Tuan, ada apa Tuan?" Tanya Meli.
Meli merasa dirinya akan diberhentikan oleh Aris. Maka itu, Meli sudah menyiapkan dirinya untuk kembali ke yayasan.
"Duduk." Perintah Aris.
Meli pun, mengangguk dan duduk di seberang Aris.
Lalu, hening.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Aska
nyesek banget didada 😭😭😭😭
2022-12-05
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
suka ceritaya ngak bertele tele ..cepat padat mudah dimengerti.......
2021-08-24
2
Kadek Diah
selalu suka sama tulisan"nya author mah keren,,nggk berbelit"👍👍
2021-03-10
1