Meli baru saja pulang dari kantor pos, ia membawa alat-alat rajut dan benang wol yang berwarna-warni. Dengan bersemangat, dirinya langsung menuju kamar Retno. Lalu, ia mengetuk pelan pintu kamar Retno.
Pintu kamar pun terbuka dengan perlahan. Dengan bersemangat Meli ingin memamerkan apa yang sedang dia bawa. Seketika ia langsung mengurungkan niatnya, saat melihat sosok lelaki yang berdiri di ambang pintu kamar itu.
"Ada apa?"
Tanya Aris dengan sorot mata yang dingin.
"A-anu Tuan, maaf, saya kira Tuan sudah berangkat. Saya mohon maaf Tuan, saya permisi dulu."
Meli membalikkan badannya sambil menundukkan kepalanya.
"Meli ya sayang? suruh dia masuk,"
Terdengar suara Retno dari dalam kamar.
"Eh, sini. Di panggil Nyonya." Ucap Aris.
Meli menghentikan langkahnya dan kembali kedepan kamar Tuan nya itu.
Aris membuka pintu lebih lebar, hingga terlihat Retno yang sedang duduk di atas ranjang.
Meli menatap Retno yang memanggil dirinya dengan melambaikan tangan.
Lalu, Aris memiringkan badannya agar Meli bisa masuk kedalam kamar.
Retno menyambut Meli dengan antusias, lalu Meli memamerkan seperangkat alat merajut dan benang wol yang ia beli di toko tak jauh dari kantor pos.
Retno terlihat senang sekali, Lalu Meli mulai mengajarkan Retno untuk merajut. Senyuman terus mengembang di bibir Retno.
Dalam sebulan ini, Retno tampak lebih bahagia dari pada sebelumnya. Hingga Aris pun merasa di abaikan karena Retno selalu antusias saat bersama Meli. Tetapi, dirinya juga bahagia melihat Retno lebih semangat dengan menjalani hari-harinya.
Aris dan Retno belum memiliki anak, wajar saja Retno selalu merasakan kesepian bila dirumah. Apalagi kondisinya yang semakin lemah, sudah bisa dipastikan bahwa Retno tidak bisa untuk Aris bawa jalan-jalan seperti awal-awal mereka menikah dulu.
Aris menatap gadis sederhana yang duduk disamping istrinya. Dengan senyuman polos dan sorot mata yang bersemangat, gadis itu mengajarkan Retno merajut dengan sabar. Aris bersyukur sekali akan hadir nya Meli di rumah nya. Kalau bukan karena Meli, mungkin saat ini Retno tidak pernah seceria itu.
...
Dua bulan berlalu semenjak Meli bekerja dirumah itu. Siang itu tampak Retno sedang tertidur dengan wajah yang pucat. Kondisi Retno semakin melemah, tetapi berkali-kali juga dirinya menentang untuk dirawat dirumah sakit. Dengan alasan dirinya lebih nyaman dirumah sendiri.
Meli membetulkan selimut Retno, lalu menggenggam tangan Retno.
"Nyah.. cepat sehat ya, Meli bahagia kalau liat nyonya sehat. Kalau Nyonya begini, Meli ikut sedih Nyah."
Meli menangis melihat kondisi Retno yang terlihat tak berdaya. Lalu, Meli beranjak meninggalkan Retno yang sedang tertidur.
Setelah Meli keluar dari kamarnya, Retno membuka mata. Ia memandang pintu kamar yang baru saja Meli tutup. Air mata mulai mengalir disudut matanya yang sayu.
"Kamu wanita baik, aku akan pastikan yang terbaik untukmu." Gumam Retno.
.
Pagi ini setelah Aris berangkat kerja, Retno menghubungi seseorang. Retno meminta orang tersebut untuk datang kerumahnya.
Setelah orang tersebut datang, Retno pun berpesan kepada siapapun untuk tidak mengganggu pertemuannya dengan seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamar Retno, tidak terkecuali Meli.
"Bik, Nyonya Retno ketemu sama siapa ya?" Tanya Meli kepada Bik Parni.
"Gak tau Neng," Jawab Bik Parni yang sedang memotong sayuran.
"Halooooo... bidadarinya Kang Jaja,"
Jaja yang baru datang dari pintu belakang langsung menggoda Meli. Pagi itu Jaja sudah terlihat keren dengan kemeja barunya dan celana jeans ala Elvis Presley.
"Apa sih kang Jaja," Meli tersenyum geli saat melihat gaya Jaja yang bersender di ambang pintu belakang.
"Duh Neng, ampunnnn ampunnn nih ya.. senyumnya Neng bikin kang Jaja kepengen megang buku,"
"Buku? kok gitu?" Wajah Meli terlihat bingung.
"Iya Neng, buku nikah." Ucap Jaja sambil menggigit kerah kemejanya. Meli pun tersenyum malu mendengar gombalan Jaja.
"Walahhhh Jaja, mimpi mu ketinggian."
Bik Parni melempar sampah sayur ke arah Jaja. Lagi-lagi Meli tersenyum geli melihat tingkah Jaja dan Bik Parni.
"Sirik saja nih si Bibik. Lihat tuh, si Eneng geulis saja senyum-senyum, tandanya dia suka sama Jaja,"
Mendengar celotehan Jaja, Bik Parni menjadi kesal, lalu ia meraih baskom pelastik dan melemparkannya ke arah Jaja.
"Udah sana kerja, jangan menghayal saja kerjaan mu Ja...! Itu sampah belum kamu angkatin..!" Ucap bik Parni, kesal.
"Sudah keren-keren begini, kok di suruh angkatin sampah..! dasar Bik Parni si Ratu tega." Keluh Jaja.
Meli menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat tingkah Bik Parni dan Kang Jaja yang tidak pernah akur.
.......
"Ibu yakin dengan semua yang tertulis di surat ini?" Tanya Bapak Sukoco selaku pengacara Retno.
"Iya." Jawab Retno dengan lemah.
"Tidak ada yang ingin Ibu ubah lagi?"
Pak Sukoco mencoba meyakinkan Retno. Retno pun, menggelengkan kepalanya dengan lemah.
"Oh iya Pak, tolong serahkan surat ini untuk suami saya, bila saya sudah meninggal nanti."
Retno menyerahkan sepucuk surat kepada Pak Sukoco, dengan ragu Pak Sukoco menerima surat itu.
"Baik Bu,"
Ucap Pak Sukoco sambil menahan tangisnya.
"Terima kasih Pak, selama ini sudah membantu dan setia kepada keluarga saya."
Retno tersenyum lemah kepada Bapak Sukoco. Pak Sukoco hanya bisa mengangguk, lalu berpamitan kepada Retno.
"Pak, jangan bilang sama suami saya masalah pertemuan kita ini."
Retno mencoba mengingatkan Pak Sukoco.
"Baik Bu." Jawabnya, lalu ia pun beranjak pergi.
Setelah Bapak Sukoco pergi, Meli langsung beranjak ke kamar Retno. Retno pun, menyambut Meli dengan senyuman khasnya.
"Maaf, nyonya butuh ditemani?" Tanya Meli.
"Sini duduk sini,"
Retno menyuruh Meli untuk duduk di pinggir ranjang seperti biasanya.
Dengan ragu, Meli menghampiri Retno dan duduk di tepi ranjang.
Retno pun mulai bertanya-tanya tentang Meli lagi. Setelah beberapa saat memandang wajah cantik dan lugu Meli.
"Kamu pernah pacaran?" Mendengar pertanyaan Retno, Meli terlihat salah tingkah.
"Belum Nyah, saya takut pacaran." Jawab Meli dengan ekspresinya yang lugu.
"Kenapa?" Tanya Retno penasaran.
"Siapa yang mau sama saya, gadis miskin dan tidak cantik."
Mendengar jawaban Meli, Retno langsung tersenyum.
"Kamu cantik dan pintar kok, sini bantu saya bangun,"
Meli pun membantu Retno untuk bangun dari tidurnya dan memapah Retno menuju lemari besar di sisi kiri kamar itu atas permintaan Retno.
"Lihat ke kaca itu, disitu berdiri gadis cantik dan pintar. Itu adalah kamu. Kemiskinan itu bukan alasan kita untuk merendahkan diri sendiri."
Retno mencoba meyakinkan Meli. Dengan ragu Meli menatap bayangan dirinya di cermin besar itu dan tersenyum ragu kepada Retno.
"Tolong kamu buka lemari ini dan ambil salah satu gaun yang ada di dalamnya. Terserah kamu yang mana saja, yang penting kamu suka. Lalu kamu ganti pakaian kamu di kamar mandi situ. Saya mau lihat kamu memakai gaun milik saya."
Ucap Retno.
Meli langsung menatap Retno dengan tak percaya.
"Ta-ta-tapi Nyah,"
"Sudah, lakukan saja perintah saya." Ucap Retno dengan tegas.
Meli tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan majikannya itu. Lalu ia membuka lemari besar tersebut dan melihat gaun-gaun cantik yang tergantung di lemari itu.
Meli terpana saat melihat gaun-gaun mahal itu. Meli kembali menatap Retno.
Retno tersenyum dan mengangguk, tanda ia memperbolehkan Meli untuk memilih gaun-gaun miliknya.
Dengan ragu, Meli memilih salah satu gaun berwarna kuning hambar dengan potongan V neck. Gaun itu terlihat sangat mahal.
"Yang ini Nyah?"
Meli menunjukan gaun tersebut kepada Retno.
Retno tersenyum dan mengangguk.
"Sudah sana pakai,"
Retno mengibaskan tangannya memberi isyarat agar Meli segera mengganti bajunya dengan gaun tersebut.
Beberapa menit kemudian, Meli muncul dari kamar mandi dengan balutan gaun yang ia pilih. Retno menatap Meli dengan takjub.
"Kamu cantik sekali, ukuran baju kita sama ya. Kamu memang pantas."
Ucap Retno dengan wajah yang berbinar-binar.
"Pantas apa Nyah?" Tanya Meli dengan polosnya.
"Hmmm, pantas memakai baju itu," Jawab Retno sambil terus menatap Meli dengan senyuman di bibirnya.
"Sudah Nyah, saya buka ya. Nanti takut ketahuan Tuan."
"Gaun itu buat kamu."
Retno mencegah Meli untuk mengganti pakaiannya.
Meli pun menatap Retno dengan tak percaya.
"Pakai saja, kamu cantik sekali pakai gaun itu."
Meli tersenyum tersipu mendengar pujian dari Retno.
"Oh iya Mel, kamu punya tipe pria idaman tidak?"
Meli tersenyum kikuk saat Retno menanyakan tipe pria idamannya.
"Tidak nyonya, saya tidak punya tipe khusus. Tapi, saya suka lelaki yang lebih tua dari saya." Jawab Meli malu-malu.
"Oh ya? setua apa?" Tanya Retno penasaran.
"Ya, yang dewasa dan umurnya beberapa tahun lebih di atas saya Nyah. Karena menurut saya, lelaki lebih tua itu, lelaki yang lebih bisa mengerti istrinya."
Retno tersenyum mendengar penjelasan Meli.
"Menurutmu Tuan bagaimana?"
Pertanyaan Retno sukses membuat Meli menatap dirinya dengan seksama.
"Maksudnya Nyah?"
"Iya, maksud saya, Tuan itu gimana orangnya menurutmu? Dewasa gak? Terus termasuk laki-laki idaman gak?"
Meli tersenyum simpul mendengar pertanyaan Retno.
"Saya tidak tahu Nyah, saya kan tidak pernah ngobrol sama Tuan. Yang saya lihat, Tuan selalu cuek orangnya kecuali kepada Nyonya. Tuan terlihat sayang sekali dengan Nyonya. Menurut saya, tuan termasuk lelaki idaman, ya mungkin saja."
Retno tersenyum puas mendengar pernyataan Meli.
"Ya sudah, kamu kembali ke kamarmu. saya mau istirahat."
Meli pun mengangguk dan meninggalkan kamar Retno setelah mengucapkan terima kasih kepada majikannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Aska
udah pasti nih wasiat terakhir Retno Aris suruh nikahi meli,
2022-12-05
0
May Keisya
😂😂bisa aja
2022-12-03
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
ngak kebayang ....nyariin istri baru buat suamiya.....ngehalu dulu ahh siang siang
2021-08-24
1