Bab 5: Perasaan yang Sulit Dijelaskan

Sejak percakapannya dengan dokter wanita di rumah sakit, hati Elly selalu dipenuhi berbagai pertanyaan. Benarkah Zack pernah menyebut namanya? Dalam konteks apa? Apa Zack memperhatikannya, atau itu hanya kebetulan?

Di rumah, ayahnya mulai menyadari perubahan sikap putrinya. Biasanya, Elly selalu ceria dan bersemangat, tapi kini ia sering melamun dengan pipi merona.

"Putriku yang ceria, kau kenapa akhir-akhir ini?" goda ayahnya saat sarapan pagi.

Elly terlonjak dan hampir menjatuhkan sendoknya. "Nggak apa-apa!" jawabnya cepat, tapi rona merah di pipinya semakin jelas.

Ayahnya menatapnya curiga. "Hmmm… ini pasti ada hubungannya dengan dokter Zack."

"Wah, Ayah! Jangan asal bicara!" Elly buru-buru menyendok makanan ke mulutnya agar tidak perlu menjawab.

Tapi ayahnya hanya tertawa. "Kamu masih kecil, Elly. Fokus saja ke sekolah. Lagipula, Ayah tidak yakin dokter Zack punya perasaan yang sama. Dia jauh lebih tua darimu, tahu?"

Elly mengerucutkan bibirnya. "Aku sudah 18 tahun, bukan anak kecil lagi!"

Ayahnya tersenyum kecil dan mengacak rambut putrinya dengan lembut. "Biarpun kamu sudah 18 tahun, bagiku kamu tetap putri kecilku."

Elly mendengus kesal, tapi tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

---

Hari itu, Elly kembali ke rumah sakit setelah pulang sekolah. Tapi kali ini, ia tidak hanya sekadar mampir—ia ingin mencari jawaban.

Ia menemukan Zack di ruang dokter, sedang duduk di kursinya dengan mata fokus pada layar komputer. Elly ragu sejenak, lalu mengetuk pintu.

Zack melirik sekilas. "Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.

Elly menatapnya dengan serius. "Aku mau tanya sesuatu."

Zack menghela napas, lalu menutup laptopnya. "Apa?"

Elly menggigit bibirnya. "Dokter wanita yang kemarin bilang kalau… kalau dokter sering menyebut namaku. Apa itu benar?"

Zack menatapnya tanpa ekspresi, lalu mengangkat alisnya. "Kenapa kamu menanyakan itu?"

Elly semakin gugup. "Aku cuma penasaran… maksudnya, aku bukan siapa-siapa buat dokter Zack, kan? Jadi… kenapa menyebut namaku?"

Hening sejenak. Zack menatap Elly dengan mata tajamnya, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.

Lalu, dengan nada datar, ia menjawab, "Aku hanya menyebutkan bahwa ada anak Direktur yang sering berkeliaran di rumah sakit. Itu saja."

Jawaban itu seperti menusuk hati Elly. Ia tidak tahu kenapa, tapi ia berharap mendengar jawaban yang berbeda.

"Oh… jadi cuma itu," gumamnya pelan.

Zack menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Lalu? Apa itu jawaban yang kamu harapkan?"

Elly cepat-cepat menggeleng. "Nggak! Aku cuma… ya sudahlah. Aku pergi dulu."

Ia buru-buru berbalik dan melangkah keluar sebelum Zack bisa mengatakan apa pun lagi. Tapi sebelum pintu tertutup, ia mendengar Zack berkata pelan:

"Kamu memang bukan siapa-siapa buatku. Tapi itu bukan berarti aku tidak memperhatikanmu."

Elly berhenti sejenak, tapi ia tidak berani menoleh. Dengan jantung berdebar, ia akhirnya melangkah pergi, meninggalkan perasaan yang semakin sulit dijelaskan.

---

Elly, Pasien Paling Ganjil

Hari itu, Elly bangun dengan perasaan yang aneh. Mood-nya naik turun seperti roller coaster rusak, perutnya terasa seperti ada yang sedang pesta dansa di dalam, dan yang paling parah—dia marah-marah tanpa alasan.

Setelah berpikir keras (sebentar), dia menyimpulkan bahwa ini pasti penyakit langka!

Dengan penuh tekad, dia bergegas ke rumah sakit, langsung menuju ruangan Dokter Zack.

BRAK!

Pintu ruangan terbuka lebar, hampir copot dari engselnya. Zack, yang sedang menulis laporan pasien, hampir mencoret hidungnya sendiri dengan pulpen karena kaget.

Dia menatap Elly yang berdiri di ambang pintu dengan napas terengah-engah.

"Dok! Aku sakit parah!"

Zack menatapnya datar. "Dan kamu pikir caranya menyembuhkan penyakit adalah dengan mendobrak pintu?"

Elly mengabaikan komentar sarkastik itu dan langsung duduk di kursi depan meja Zack.

"Periksa aku sekarang juga!"

Zack menghela napas panjang. "Gejalanya apa?"

Elly mulai menghitung dengan jari, wajahnya serius seperti detektif yang baru menemukan petunjuk penting.

"Pertama, badanku pegal semua! Kedua, perutku sakit banget, kayak ada dinosaurus yang hidup di dalamnya! Ketiga, aku gampang marah! Keempat, aku mau makan yang pedas, asin, manis, asem, semuanya sekaligus!"

Zack diam sejenak, menatap Elly seperti sedang menilai IQ-nya.

Lalu dengan nada datar, dia berkata, "Kamu datang bulan."

Elly berkedip. "Hah?"

"Kamu haid."

Elly masih terdiam. Seakan otaknya butuh waktu lebih lama untuk memproses informasi itu.

"A-apa?"

Zack menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. "Elly, ini bukan penyakit langka. Ini cuma siklus bulanan perempuan."

Wajah Elly langsung memerah seperti tomat yang kepanasan. "TAPI KENAPA KAMU BISA LANGSUNG TAU?! KAMU KAN BELUM PERIKSA?!"

Zack bersandar di kursinya, tampangnya bosan. "Elly, aku dokter. Aku sudah menangani ribuan pasien. Dan, yah, kamu bukan yang paling rumit."

Elly menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Aaaaah! MALU BANGET!"

Zack mengangkat bahu. "Santai saja, aku sudah sering menangani hal begini—tapi kamu adalah satu-satunya pasien yang dramanya bisa dibuat jadi film."

Elly menatap Zack dengan wajah penuh keputusasaan. "Dok, tolong jangan catat namaku di daftar pasien bodoh yang pernah kamu tangani..."

Zack pura-pura mengetik di laptopnya. "Terlambat, aku sudah menyimpannya dengan nama: Pasien Paling Ganjil—Elly Putri."

Elly langsung berdiri dan mencoba merebut laptop Zack. "Hapus itu sekarang juga, Dok!"

Zack tertawa kecil, menikmati kemenangan kecilnya hari ini.

---

Elly masih berusaha merebut laptop Zack, tapi pria itu dengan santai mengangkat laptopnya tinggi-tinggi, membuat Elly harus meloncat-loncat seperti anak kecil yang merengek ingin permen.

"Dok! Aku serius! Hapus sekarang juga!" seru Elly dengan wajah merah padam.

Zack menatapnya dengan tampang datar. "Elly, kamu benar-benar ingin namamu masuk ke dalam sejarah medis sebagai pasien yang menyerang dokternya demi menghapus diagnosis menstruasi?"

Elly berhenti sejenak. "Eh... kalau kamu ngomongnya gitu, kok kesannya aku jadi makin bodoh, ya?"

Zack mengangguk mantap. "Akhirnya, kamu sadar."

Elly mendengus kesal. "Kenapa sih kamu selalu senang kalau aku kelihatan bodoh?"

Zack menutup laptopnya dan menaruhnya di meja. "Bukan senang, aku cuma menikmati hiburan gratis setiap kali kamu datang."

Elly mendelik. "GRATIS?!"

Zack mengangguk lagi. "Iya, kalau orang lain mau hiburan, mereka harus bayar tiket bioskop atau langganan TV kabel. Tapi aku? Cukup duduk di sini dan nunggu kamu datang dengan ide-ide absurdmu."

Elly menepuk dahinya sendiri. "Oh Tuhan, kenapa aku datang ke sini..."

Zack tersenyum puas. "Itu pertanyaan yang bagus. Kenapa kamu datang ke sini?"

Elly merosot di kursi, wajahnya seperti orang yang baru mengalami krisis hidup. "Aku benar-benar malu sekarang..."

Zack menyeruput kopinya dengan santai. "Kalau itu bisa membuatmu merasa lebih baik, kamu bukan pasien pertama yang datang ke sini panik karena menstruasi pertama."

Elly mengangkat wajahnya dengan penuh harapan. "Oh! Jadi banyak yang kayak aku?"

Zack berpikir sejenak. "Hmm, enggak. Kamu satu-satunya yang masuk sambil mendobrak pintu dan teriak ‘Aku sakit parah!’ seakan-akan sekarat."

Elly langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan lagi. "Ya ampun, aku enggak mau pulang... Malu banget!"

Zack menyengir. "Mau aku kasih surat izin supaya kamu bisa libur sekolah?"

Elly menurunkan tangannya dan menatap Zack penuh harapan. "BISA?!"

Zack mengangguk. "Tentu. Aku tulis di suratnya: ‘Pasien mengalami gangguan mental sementara karena menstruasi pertama, butuh istirahat agar tidak mengganggu ketertiban umum.’"

Elly langsung berdiri dan menunjuk Zack dengan gemetar. "Kamu ini dokter atau musuh dalam selimut?!"

Zack meneguk kopinya lagi dan tersenyum tipis. "Keduanya."

---

Elly masih berdiri di tempatnya dengan tangan berkacak pinggang, menatap Zack seakan ingin melempar sesuatu ke kepalanya.

"Dok, kamu itu benar-benar enggak punya hati ya?" keluhnya sambil mendengus kesal.

Zack mengangkat bahu. "Aku punya, tapi sepertinya hatiku lebih cocok untuk sarkasme dibandingkan simpati."

Elly mengerang frustrasi dan kembali duduk dengan wajah lesu. "Aku menyesal datang ke sini..."

Zack meletakkan cangkir kopinya di meja dan menyandarkan tubuhnya di kursi. "Kalau begitu, mau pergi sekarang?"

Elly menggeleng cepat. "Belum, aku masih malu keluar!"

Zack menghela napas, lalu dengan santai mengambil ponselnya. "Baiklah, kalau kamu enggak mau pergi, aku panggil ayahmu saja. Biar dia jemput kamu."

Elly langsung melonjak panik. "JANGAN!!"

Zack menatapnya dengan alis terangkat. "Kenapa? Ayahmu pasti senang tahu anaknya sehat dan cuma panik gara-gara..."

"DIAM!" Elly menutupi telinganya. "Jangan bilang lagi, aku sudah cukup menderita!"

Zack terkekeh kecil melihat reaksi berlebihan Elly. "Kamu tahu, ini pertama kalinya aku melihat seseorang merasa lebih malu kena menstruasi daripada kena penyakit langka."

Elly mendesah dalam-dalam. "Bukan itu masalahnya! Masalahnya... KAMU yang tahu! Itu sudah cukup bikin aku ingin menghilang dari muka bumi!"

Zack mengangguk seolah memahami. "Baiklah, kalau begitu, aku akan membantu."

Elly menatapnya penuh harapan. "Beneran?!"

Zack mengangguk. "Tentu. Aku akan menghipnotismu supaya melupakan kejadian hari ini."

Elly mengerutkan kening. "Kamu bisa hipnotis?"

"Tidak." Zack tersenyum kecil. "Tapi aku bisa kasih obat tidur. Kamu tidur, bangun, dan pura-pura kejadian hari ini tidak pernah ada."

Elly menatap Zack dengan ekspresi seakan ingin menangis. "Dok... kenapa kamu selalu menyebalkan?"

Zack hanya mengangkat bahu lagi. "Bakat alami."

Elly menghembuskan napas panjang. "Baiklah, aku akan pulang sekarang. Tapi dengan satu syarat!"

Zack menatapnya dengan malas. "Syarat?"

Elly menunjuk Zack dengan penuh tekad. "Jangan pernah—aku ulangi—JANGAN PERNAH ceritakan ini ke siapa pun! Kalau tidak, aku akan..."

Zack menyelipkan tangan di saku jas dokternya dengan santai. "Akan apa?"

Elly berpikir sejenak, lalu menunjuk wajah Zack dengan dramatis. "Aku akan balik lagi ke sini tiap hari dan bikin hidupmu jadi neraka!"

Zack terdiam sejenak, lalu tertawa kecil. "Itu ancaman atau janji?"

Elly membeku. Ia baru sadar ancamannya malah terdengar seperti seseorang yang ingin selalu bertemu Zack. Wajahnya langsung memerah.

"Ugh! Lupakan! Aku pulang!"

Dengan cepat, Elly berlari keluar ruangan sebelum Zack sempat mengejeknya lagi.

Begitu pintu tertutup, Zack menyeringai kecil. "Pasien paling ganjil, tapi setidaknya menghibur..."

Ia lalu mengambil kembali laptopnya dan dengan tenang mengetik sesuatu di rekam medis Elly.

Catatan Tambahan:

Pasien mengalami kepanikan berlebihan.

Gejala tidak berbahaya.

Memiliki bakat alami dalam membuat dokter tertawa.

Zack tersenyum kecil sebelum menutup laptopnya dan kembali menyeruput kopinya.

Bersambung...

Episodes
1 Bab 1: Kedatangan Makhluk Luar Angkasa
2 Bab 2: Penguntit Resmi
3 Bab 3: Ketenangan yang Terlalu Sunyi
4 Bab 4: Pertemuan yang Tak Terduga
5 Bab 5: Perasaan yang Sulit Dijelaskan
6 Bab 6: Pasien Langganan
7 Bab 7: Perjuangan Elly Melawan 'Penyakitnya'
8 Bab 8: Elly dan Ujian Kesabaran Dokter Zack
9 Bab 9: Kompetisi Medis yang Menggelegar
10 Bab 10: Ayah Elly Datang
11 Bab 11: Fokus pada Sekolah dan Cita-cita
12 Bab 12: Tantangan Baru dan Tugas Panggilan
13 Bab 13: Mengingat yang Terlupakan
14 Bab 14: Menjalani Kehidupan
15 Bab 15: Jejak yang Tertinggal
16 Bab 16: Pertemuan Tanpa Makna
17 Bab 17: Kehilangan Separuh Kehidupan
18 Bab 18: Kehidupan yang Berkurang
19 Bab 19: Rasa Hampa di Hati
20 Bab 20: Dunia Baru Bagiku
21 Bab 21: Apakah Ini Asli Nyata (Season 2)
22 Bab 22: Rencana Balasan
23 Bab 23: Cemburu? Aku? Tidak Mungkin!
24 Bab 24: Elly vs Perasaannya Sendiri
25 Bab 25: Zack yang Gelisah
26 Bab 26: Perhatian yang Tak Terduga
27 Bab 27: Pertemuan Selanjutnya
28 Bab 28: Perasaan yang Begitu Dalam
29 Bab 29: Restu yang Diam-Diam Terucap
30 Bab 30: Rasa Malu Karena Sesuatu
31 Bab 31: Apakah Aku Sudah Mulai Gila
32 Bab 32: Hampir Terlambat Karena Kesiangan
33 Bab 33: Sesuatu yang Membingungkan
34 Bab 34: Perasaan yang Membingungkan
35 Bab 35: Momo Jadi Takut
36 Bab 36: Keheningan di Ruang Kelas
37 Bab 37: Kejadian Tidak Terduga
38 Bab 38: Seolah Tak Pernah Terjadi
39 Bab 39: Jangan Ada Harapan
40 Bab 40: Bukan Sekadar Rasa
41 Bab 41: Bayang yang Kembali (Season 3)
42 Bab 42: Bayangan yang Terwujud Nyata
43 Bab 43: Rasa Kesal
44 Bab 44: Jebakan dan Fitnah
45 Bab 45: Langkah Kecil Merubah Segalanya
46 Bab 46: Badai Bernama Elly
47 Bab 47: Momen Bahagia yang Tidak Sengaja Tertangkap
48 Bab 48: Apakah ini Rasa Nyaman
49 Bab 49: Hari Kedua Liburan
50 Bab 50: Masih Malu untuk Mengungkapkannya
51 Bab 51: Rasa yang Diam-diam Tumbuh
52 Bab 52: Ciuman Tersembunyi dan Kejutan
Episodes

Updated 52 Episodes

1
Bab 1: Kedatangan Makhluk Luar Angkasa
2
Bab 2: Penguntit Resmi
3
Bab 3: Ketenangan yang Terlalu Sunyi
4
Bab 4: Pertemuan yang Tak Terduga
5
Bab 5: Perasaan yang Sulit Dijelaskan
6
Bab 6: Pasien Langganan
7
Bab 7: Perjuangan Elly Melawan 'Penyakitnya'
8
Bab 8: Elly dan Ujian Kesabaran Dokter Zack
9
Bab 9: Kompetisi Medis yang Menggelegar
10
Bab 10: Ayah Elly Datang
11
Bab 11: Fokus pada Sekolah dan Cita-cita
12
Bab 12: Tantangan Baru dan Tugas Panggilan
13
Bab 13: Mengingat yang Terlupakan
14
Bab 14: Menjalani Kehidupan
15
Bab 15: Jejak yang Tertinggal
16
Bab 16: Pertemuan Tanpa Makna
17
Bab 17: Kehilangan Separuh Kehidupan
18
Bab 18: Kehidupan yang Berkurang
19
Bab 19: Rasa Hampa di Hati
20
Bab 20: Dunia Baru Bagiku
21
Bab 21: Apakah Ini Asli Nyata (Season 2)
22
Bab 22: Rencana Balasan
23
Bab 23: Cemburu? Aku? Tidak Mungkin!
24
Bab 24: Elly vs Perasaannya Sendiri
25
Bab 25: Zack yang Gelisah
26
Bab 26: Perhatian yang Tak Terduga
27
Bab 27: Pertemuan Selanjutnya
28
Bab 28: Perasaan yang Begitu Dalam
29
Bab 29: Restu yang Diam-Diam Terucap
30
Bab 30: Rasa Malu Karena Sesuatu
31
Bab 31: Apakah Aku Sudah Mulai Gila
32
Bab 32: Hampir Terlambat Karena Kesiangan
33
Bab 33: Sesuatu yang Membingungkan
34
Bab 34: Perasaan yang Membingungkan
35
Bab 35: Momo Jadi Takut
36
Bab 36: Keheningan di Ruang Kelas
37
Bab 37: Kejadian Tidak Terduga
38
Bab 38: Seolah Tak Pernah Terjadi
39
Bab 39: Jangan Ada Harapan
40
Bab 40: Bukan Sekadar Rasa
41
Bab 41: Bayang yang Kembali (Season 3)
42
Bab 42: Bayangan yang Terwujud Nyata
43
Bab 43: Rasa Kesal
44
Bab 44: Jebakan dan Fitnah
45
Bab 45: Langkah Kecil Merubah Segalanya
46
Bab 46: Badai Bernama Elly
47
Bab 47: Momen Bahagia yang Tidak Sengaja Tertangkap
48
Bab 48: Apakah ini Rasa Nyaman
49
Bab 49: Hari Kedua Liburan
50
Bab 50: Masih Malu untuk Mengungkapkannya
51
Bab 51: Rasa yang Diam-diam Tumbuh
52
Bab 52: Ciuman Tersembunyi dan Kejutan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!