Part 5

Aku ingin sekali menceritakan perasaanku sekarang pada Mas Arif. Tapi aku tidak boleh menghubunginya lebih dulu. Aku hanya bisa menunggu. Resiko menjadi wanita simpanan tak bisa saling menghubungi sesuka hati.

Ku buka tutup ponselku, melihat apakah ada Mas Arif mengirimiku pesan atau tidak. Tanpa ku sadari ibu memperhatikanku.

"Ran, sepertinya kamu menunggu seseorang menghubungimu?" tanya ibu.

Aku tersenyum, "Iya, Bu."

"Siapa? Pacar kamu?" tanyanya lagi.

"Bisa dibilang begitu, Bu." Aku tak mungkin mengatakan aku seorang wanita simpanan lelaki beristri. Mengingatnya saja sangat menusuk hatiku.

"Kenapa nggak diajak ke sini? Kenalkan sama Ibu," ucapnya sembari memasukan bubur ke dalam mangkuk untuk ayah.

"Nanti aku pasti bawa dia ke sini, tapi nggak sekarang." Andaikan ibu tahu kalau sebenarnya aku sedang dilema.

"Ibu tunggu hari itu. Sudah waktunya ayah makan. Kamu istirahat saja di kamar. Kamarmu masih seperti dulu, nggak ada yang berubah. Sana istirahat! Sebentar lagi abangmu pulang kerja. Dia pasti senang melihatmu." Ibu masuk ke dalam kamar untuk menyuapi ayah.

Aku membuka pintu kamarku. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama meninggalkan kamar yang menjadi saksi bisu kenakalanku dahulu. Semuanya masih tampak sama. Sepertinya ibu selalu membersihkan kamarku karena tak ada debu sedikitpun.

Pandanganku melayang menyusuri isi kamar. Foto-foto LeeMinHoo aktor korea favoritku masih terpampang sempurna di dinding kamarku. Karena foto itu yang mendominasi kamarku. Sialnya, Gery mirip sekali dengannya. Ibaratnya Gery adalah LeeMinHoo versi nusantara. Karena itu juga aku menerima cintanya dahulu.

Melihat foto aktor favoritku, aku jadi ingat album foto dan semua kenangan bersama Gery. Aku kumpulkan semuanya, dari mulai foto, binder, dan barang-barang pemberiannya dulu. Aku masukkan ke dalam dus bekas mie instan. Aku tutupi dengan lakban rapat-rapat. Mungkin nanti akan ku buang atau ku bakar saja.

Tiba-tiba ponselku berdering dan betapa senangnya yang tertera di layar Mas Arif dengan tanda hati di belakangnya.

"Halo, Mas." Aku sumringah.

"Lagi apa? Mas baru selesai meeting ingat kamu nih."

"Mas, maaf aku nggak bilang dulu. Aku sedang berada di rumah orang tuaku."

"Wah,,, bagus kalau begitu. Kamu baik-baik saja kan?"

"Aku baik-baik saja. Mas, terimakasih. Akhirnya aku bisa berkumpul lagi bersama aya ibuku. Mereka menerimaku dengan baik."

"Enggak usah terimakasih. Memang apa yang sudah Mas lakukan? Semua itu karena keberanian mu melawan rasa takut dan karena kamu merindukan mereka."

"Mas, aku jadi kangen sama kamu. Ingin peluk," rengekku.

"Kapan pulang? Minggu ini Mas usahakan ke apartemen kamu."

"Ayah sakit. Aku ingin membawanya ke dokter, setelah itu aku pulang. Sabtu siang aku sudah sampai apartemen."

"Ayahmu sakit apa?"

"Ayah sakit stroke."

"Semoga ayahmu lekas sembuh. Mas tunggu ya sayang. Mas kerja lagi."

"Iya, Mas. Selamat bekerja."

Ku tutup telepon dengan gembira. Hanya beberapa menit saja mengobrol dengannya bisa membuatku bahagia.

Mas Arif, andai saja kau hanya milikku. Mungkin aku lebih bahagia lagi, tidak dihantui dosa dan rasa takut setiap harinya.

"Ekheummm....." Bang Arga kakakku satu-satunya membuyarkan lamunanku.

"Bang Arga," sahutku.

"Ran, kamu kemana saja? Abang dan ayah cari-cari kamu kemana-mana nggak ketemu juga," katanya memandangku sadari atas ke bawa lalu kemudian merangkul ku.

"Maafkan Rania, Bang. Maaf sudah menyusahkan ayah, ibu dan juga abang." hanya maaf yang dapat ku ucapkan.

"Tapi kamu baik-baik saja kan, Ran? Abang senang kau pulang. Maafkan abang juga nggak bisa menjagamu dengan baik." Bang Arga masih menatapku terharu.

"Bang, itu siapa?" Ku lihat seorang wanita berkerudung di belakang Bang Arga.

Bang Arga menoleh ke belakang lalu berbalik lagi ke arahku.

"Ngobrolnya di depan saja. Nggak enak kalau di kamar," ajaknya.

"Oh iya." Aku mengekorinya menuju ruang tengah.

Bang Arga memperkenalkan calon istrinya yang bernama Anisa padaku.

"Ran, ini Anisa calon istri Abang," ucapnya memperkenalkan wanita disampingnya.

"Aku Rania, Kak." Aku menjulurkan tangan dan dibalas oleh Kak Anisa.

"Anisa,"

Aku bersyukur keluarga menerimaku lagi, setelah aku pergi sekian lama. Aku diterima lagi tanpa syarat di keluarga ini. Ketakutan Ku ternyata membuatku semakin jauh dengan mereka.

"Bang, kamu akan menikah?" Bang Arga baru saja sampai setelah mengantarkan Kak Anisa pulang.

"Bulan depan Abang akan menikahinya," jawabnya.

"Aku ikut senang." Aku menepuk bahunya. "Bang, bujuk ayah biar mau berobat yuk!" ajakku.

"Ayok kita ke kamarnya!"

Setelah di kamar ayah.

"Ayah sekarang Rania sudah ada di sini. Rania ingin melihat ayah sehat lagi. Ayah mau ya pergi berobat ke rumah sakit!" bujukku.

"Iya, Yah. Aku juga ingin melihat ayah sehat dan beraktivitas lagi seperti dulu," sambung Bang Arga.

"Dengar tuh, Yah. Anak-anakmu ingin ayah sehat lagi seperti dulu. Tidak ada salahnya kan berobat. Kita berikhtiar untuk kesehatan kita," tambah ibu.

Ayah tersenyum dan mengangguk. Aku sangat bahagia sekali bisa berkumpul lagi bersama mereka.

Esoknya, kami membawa ayah berobat ke rumah sakit. Aku ke bagian pendaftaran dan mengurus administrasinya.

Setelah selesai aku pamit pulang dengan alasan aku harus bekerja pada ibu.

"Bu, maafkan Rania harus kembali ke Jakarta. Rania nggak enak lama bolos kerja," kataku.

"Sebenarnya ibu masih kangen sama kamu, Nak. Tapi kalau memang kamu harus bekerja ibu ijinkan, asal kamu harus pulang lagi ke sini. Jangan pernah pergi tanpa pamit lagi," ucapnya sambil mengusap kepalaku.

"Iya, Bu. Rania pasti akan pulang lagi." Aku mencium punggung tangannya.

"Ingat jangan kelamaan merantau. Harus ingat pulang. Kita semua selalu menunggu kepulangan mu. Oh ya, mna nomor telepon mu? Abang belum menyimpannya."Bang Arga menyodorkan ponselnya padaku.

Aku menekan tombol nomor teleponku dan menyimpannya di ponsel Bang Arga.

"Nih! Sudah aku simpan. Coba kirim pesan WhatsApp, biar aku simpan juga nomor Abang," pintaku.

"Ingat! Kalau libur pulang. Jangan keluyuran di Jakarta terus," kata Bang Arga.

"Iya. Dasar Abang bawel."

Aku juga berpamitan pada ayah. Mereka mengijinkan aku pergi lagi asalkan setiap libur aku harus pulang dan aku mengiyakannya. Ayah, ibu, dan Bang Arga, terimakasih telah menerimaku kembali.

Satu masalah sudah terselesaikan. Tinggal membawa anakku yang sudah aku tinggalkan begitu saja tanpa belas kasihan. Apakah aku akan tega memisahkannya dengan ibu angkatnya yang terlihat sangat menyayanginya?

Tuhan aku harus bagaimana?

NEXT >>>>>

like & comment nya dong kakak...

biar semangat nih up nya....

😁😁😁😁

terimakasih banyaakkkk.....

💕💕💕💕

Terpopuler

Comments

Tini Dani Iskandar

Tini Dani Iskandar

apa arif papa nya gerry ya....

2020-09-24

2

Kelig

Kelig

Jangan ada kata anak bpk anisa dan si arif thor... Aku sinetron bgt 😅 deg2n

2020-09-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!