ENAM BELAS

Nara berdiri mematung, matanya menembus pada sosok Gala yang kembali duduk sambil  menyesap kopi dengan sikap santainya yang mencengangkan. Dengan langkah cepat, Nara mendekati meja baca dan melemparkan tatapan garang pada dosennya itu.

“Jadi Prof, Anda masih menyangkal? Bagaimana ini bisa terjadi?” Nara berseru, seraya menunjuk ke kemeja putih yang kini tersampir pada tubuhnya sendiri. Tajam, matanya mengerjap tak percaya.

“Menurut Profesor, apakah kemeja ini memiliki kaki untuk berjalan sendiri dan terpasang pada tubuhku?” Suaranya meninggi, penuh dengan sarkasme yang tajam. Gala, yang tetap tenang, menatap Nara dengan pandangan yang tak terbaca.

“Sudah selesai mengomelnya?” tanya Gala dengan nada datar.

“Haa...?” Ujar Nara dengan mulut terbuka, syok mendengar sikap dosennya yang dingin dan tanpa perasaan berdosa.

“Belum...” Geram Nara, rasa frustasi menggelegak dalam dadanya.

“Jika begitu, silakan lanjutkan,” Gala menimpali, tampak tidak terganggu,dengan sikap Nara yang sedang berang.

Kerongkongan Nara kering, bibirnya ia gigit kuat, menahan geram,

“Apa yang Prof lakukan pada saya semalam…?” gumamnya, suara nyaris tidak terdengar. Kesal dan bingung bercampur menjadi satu.

Gala menoleh, mendadak menelan ludah,dengan serat, teringat akan insiden yang tak terduga semalam. Saat Nara dengan berani menciumnya, dan bodonya Gala bukannya mengelak, ia malah menikmati setiap sentuhan bibir mahasiswinya itu. Dengan cepat Gala menggeleng pelan, berusaha mengusir bayangan nakal yang kini menghantui pikirannya.

"Menurutmu, apa yang bisa saya lakukan pada seorang gadis mabuk, yang pikirannya justru ke arah mesum?" tanya Gala dengan nada setengah menggoda, membuat pipi Nara  mendadak panas. 

Nara tahu jika yang Gala maksud adalah dirinya, tapi kenapa cara bicaranya itu begitu menohok? Nara terdiam, mencoba menghindari sorot mata Gala yang tajam namun santai.

"Coba kamu pikir sendiri. Apa kamu yakin saya semesum itu, atau justru kamu yang....?" tanyanya menggantung, nadanya seolah memancing, seperti singa yang bermain-main sebelum menerkam. 

"Yang apa Prof...?" Nara menyipitkan matanya, menunggu kelanjutan kalimat yang keluar dari bibir pak dosennya.

"Cepat mandi, kamu terlihat berantakan," Gala cepat cepat mengalihkan pembicaraan.

Nara mendengus pelan, mencoba menutupi rasa penasarannya.

"Haaa....Kenapa juga aku harus mabuk semalam? Dan kenapa aku harus mendapati dia yang menyaksikan kekacauanku? aaaa...."

Suara Nara tertahan dalam hati. 

Nara berjalan dengan menghentakkan kakinya, lalu buru buru kembali ke kamar untuk membersihkan tubuhnya.

Saat Nara keluar kamar dengan pakaian baru yang sudah Gala siapkan, ia menenteng ranselku menuju meja makan. Namun, langkahnya terhenti di ruang tengah. Seorang wanita paruh baya tiba-tiba muncul  dan menyapanya, dengan membawa sapu lantai di tangannya.

Wajahnya ramah, matanya berbinar penuh kehangatan. "Alhamdulillah, Nonnya udah sehat," ucapnya lembut, menundukkan sedikit kepalanya. Nara terpaku sejenak, berusaha mencerna siapa wanita itu. Seingatnya, ia tak pernah bertemu dengannya sebelumnya.

"Oh iya..." sahut Nara akhirnya, meskipun tatapannya masih dipenuhi kebingungan. Wanita paruh baya itu tersenyum tipis, seakan tahu Nara kebingungan.

"Panggil saya Bik Nah, Non. Maaf semalam Bibik yang gantikan pakaian Non Nara. Maaf kalau Bibik ndak sopan," katanya dengan nada yang penuh penghormatan, namun kata-katanya membuat jantung Nara berdetak lebih cepat.

Sekelebat memori semalam terlintas di pikirannya, membuat telinga gadis itu terasa panas. "Apa? Jadi... bukan Prof Gala, yang menggantikan pakaianku?" Nara lantas  memaksakan senyum kecil pada Bik Nah.

"Oh... iya, terima kasih, Bik," balasnya dengan suara pelan, sementara mata Nara melirik ke arah Gala yang berada di meja makan. Nara  menangkap tatapan Gala yang penuh arti, dan—apakah Nara salah lihat?—senyum tipis Gala  seperti sengaja disembunyikan di balik cangkir kopinya.

"Haaa...kebodohan apa lagi yang aku lakukan..?" Rutuk Nara dalam hati, berteriak penuh rasa malu. Nara menundukkan wajahnya, tak berani menatap pak dosennya, berharap lantai di bawahnya terbuka untuk menelan rasa malunya saat ini.

"Cepat makan, sudah setengah tujuh. Saya tak ingin terlambat hanya karena menunggu kamu," ujar Gala dengan nada tegas, sementara matanya sesekali melirik arloji di pergelangan tangannya.

Nara mendengarnya, tapi tak langsung merespons. Perlahan, ia menarik kursi dan duduk tepat di hadapan Gala, Nara merasa gelisah karena sikapnya yang selalu tampak terburu-buru, dan tak fokus saat menyendok nasi ke piringnya.

Saat Nara mulai menyuap nasi ke mulutnya, Nara sempat mencuri pandang ke arah Gala. Tampak pak dosennya itu, sedang sibuk dengan tangannya yang lincah mengupas kulit udang galah. Lalu tanpa berkata apa-apa, Gala menaruh udang yang sudah dikupasnya di atas piring Nara.

"Makanlah," ucapnya datar, tanpa sedikit pun menoleh. Nara diam, hanya menunduk dengan rasa canggung yang terus menyerang. Tangan Nara otomatis menyendok nasi dan udang itu tanpa suara. 

Ada kehangatan yang tak Nara kenal menelusup dari cara Gala memperlakukannya—sederhana tapi, entah kenapa, membuat dada Nara terasa penuh oleh sesuatu yang sulit dijelaskan. Rasanya sebelumnya Nara pernah dimomen ini, tapi Nara tak dapat mengingat dengan jelas.

Dalam perjalanan menuju kampus, suasana di dalam mobil terasa canggung. Nara duduk diam di sebelah Gala, tapi pikirannya tidak bisa tenang. Sesekali ia mencuri pandang ke arah dosennya itu, mencari petunjuk di wajahnya, namun ia tetap fokus menyetir dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Jadi... semalam... emm..." Aku mencoba membuka pembicaraan, tetapi suara yang keluar dari mulutku terdengar hanya gumaman belaka.

Gala hanya melirik sekilas ke arah Nara, lalu mengembalikan pandangannya ke jalan. "Kamu pikir saya semesum itu, menggantikan pakaian gadis yang sedang mabuk?" katanya tiba-tiba, suaranya terdengar sedikit sarkastis tapi tidak sepenuhnya dingin.

Wajah Nara langsung memanas mendengar itu. "Maaf untuk tuduhanku soal itu...," jawab Nara dengan terburu-buru. "Tadi aku keburu panik, dan kupikir..." Namun, kata-kata itu  menggantung di udara. 

Namun sapa sangka sebuah senyum kecil muncul di sudut bibir Gala.

"Apa tak ada hal lain yang kamu ingat,tentang kejadian semalam? Sebelum kamu memuntahkan isi perutmu?" tanyanya dengan nada yang menggoda, sambil melirik Nara  sejenak. 

Seperti ada sesuatu di matanya, seperti menunggu sesuatu dari bibir Nara, tapi gadis itu tak mengerti apa.

"Eemm... sepertinya tidak," jawab Nara jujur, mencoba memeras ingatan di kepalanya. Tapi semuanya kosong, kabur, seperti malam itu hanyalah sebuah mimpi buruk yang berakhir begitu saja.

"Apa aku melakukan sesuatu yang... di luar batas normal?" tanya Nara, kali ini dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.

Dalam hatinya, merasa takut pada kemungkinan bahwa ada hal-hal yang ia lakukan tapi ia tak menyadarinya. Gala tidak menjawab. Sebaliknya, dia mengerem mobilnya perlahan, lalu menunjuk keluar. 

"Turunlah, sudah sampai," katanya dengan nada tenang namun mengindikasikan bahwa ia ingin mengakhiri percakapan. Nara  memandang Gala beberapa detik, mencoba membaca pikirannya, tapi ia menyerah. 

"Hem... terima kasih,Prof" gumam Nara sambil membuka pintu mobil. Tapi sebelum Nara  benar-benar melangkah keluar, suaranya menghentikannya.

"Nara..." panggilnya, membuat jantung Nara berhenti berdetak, karena panggilan itu begitu dingin dan datar. Dengan cepat Nara menoleh. Nara menatapnya, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu di tatapan mata dosennya itu, seolah dia hendak mengatakan sesuatu yang penting.

"Eemm... iya, Prof?" sahut Nara buru-buru, berusaha menyembunyikan nada gugup di suaranya. Gala menatap Nara tajam sebelum berkata dengan nada dingin.

"Saat pulang nanti, tunggu saya. Kalau tidak, saya tak akan segan melaporkan kelakuanmu pada Bara." Ancaman itu membuat Nara  tertegun sejenak, namun sebelum ia sempat merespons, Gala berlalu meninggalkan Nara yang membeku.

"Dasar dosen sinting," gerutu Nara setengah berbisik,"Baru saja bersikap baik, tapi gak sampai satu menit sudah berubah menyebalkan." Nara mendengus kesal dan berjalan menuju ruang kelas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!