Kadang aku berpikir, disaat aku memikirkanmu
Apakah kamu juga melakukan hal yang sama?
--Rize--
“Bunda, aku pindah aja ya dari asrama....nggak apa-apa kok, aku nggak mau terlalu nyusahin Bunda....Nggak apa-apa Bun...Iya Bun”
Beberapa hari setelah pemberitahuan Rize.....
“Halo Bun....Anak teman Bunda?...Apa nggak ngerepotin Bun, kalau aku tinggal sama anak temannya Bunda?....Ya udah Bun, makasih ya....Hah?! Besok? I-iya aku mau beres-beres ya Bun, makasih Bunda” Setelah menutup telepon, Rize beralih untuk mengambil koper-kopernya dan mulai berkemas.
“Lho, lo jadi pindahan Ze?” Nana bertanya.
“Iya jadi Na”
“Emang harus banget ya pindah?”
“Ya mau gimana lagi Ngel, biaya asrama disini itu mahal. Bokap kan cuma membiayai sekolah sama uang saku gue aja.”
“Asrama nggak dibiayai?”
Uangnya bakal gue pake buat nabung dan check up.
“Kayaknya nggak deh. Sedangkan bunda gue kan ngurusin restoran, gue nggak mau dia harus tambah capek buat nambahin uang saku” Sangkal Rize, ia menampilkan senyum kecil.
“Kan udah tugas orang tua buat membiayai anaknya Ze” Ucap Naomi.
“Tapi gue nggak mau mereka susah lagi gara-gara gue. Lagian ada anak temannya Bunda gue yang mau tinggal satu atap”
“Cewek atau cowok Ze?”
“Nggak tahu”
“Kami bakal rindu sama lo” Nana, Naomi, dan Angel memeluk erat tubuh mungil Rize.
“Yaelah nggak usah lebay juga kali”
Keesokan harinya, sekolah......
“Lo mau pesan apa Ze?” Naomi bertanya pada Rize yang sedari tadi menatap ke arah depan, lebih tepatnya di bangku yang terdapat Romeo dan sahabat-sahabatnya.
“Gue nggak mau pesan apa-apa, gue mau nyamperin Kak Romeo dulu” Ucapnya seraya bangkit berdiri.
Namun sebelum Rize melangkah pergi, tiga temannya mencegat gadis itu, “Eiit Rize tunggu dulu, lo nggak ingat kalau dia udah buat lo nangis kemaren?”
“Ingat kok, tapi gue harus bisa dapetin hatinya Kak--Aisssh” Tiba-tiba pusing melanda kepalanya sehingga gadis itu meringis kesakitan.
“Rize lo kenapa?” Tanya Nana yang kini merengkuh tubuh Rize.
“Nggak, gue nggak apa-apa kok” Ucap Rize berusaha bersikap baik-baik saja.
Ini pasti gara-gara aku belum minum obat.
Ia menenangkan diri untuk beberapa saat lalu melangkah pergi, “Udah dulu ya, bye” ia berjalan mendekati Romeo.
“Hai Kak” Sapanya.
Romeo, Eza, Izzky, dan Arga menatap pada gadis itu. Siapa dirinya sehingga berani duduk di jejeran senior laki-laki.
“Hai Rize” Sapa Eza, Izzky, dan Arga. Sedangkan Romeo menatapnya tajam.
“Kenapa Kak? Mau sulap ngeluarin bola mata ya? Ku video-in ya biar viral” Ucap Rize dengan candaan garingnya.
“Bacot, pergi lo” Ketus Romeo tak suka.
“Rom, jangan kasar-kasar sama adik kelas” Eza memperingati.
“Bodo amat, mau adik kelas kek, adik tiri, sampe adik kandung. Gue nggak peduli, siapa suruh ngebacot dihadapan gue”
Sesak. Bukan karena ucapan Romeo namun tubuh Rize benar-benar sesak inilah resikonya jika ia tak minum obat. Dengan nekad, Rize menahan dadanya yang sesak. Ia menghembuskan nafasnya perlahan lalu menatap pada Romeo.
“Ka-kak le-bih gan-teng ka-lau se-nyum” Ucapnya gak tersendat karena dadanya yang sesak. Kini bukan hanya dadanya namun pusingnya ikut melanda.
Romeo mengernyitkan dahinya mendengar gaya bicara dari Rize.
Karena rasa sakit yang tidak tertahankan lagi, Rize bangkit berdiri dan sedikit menggebrak meja itu hingga membuat Romeo terkejut dan juga heran, “Permisi Kak”
Bruk.
Baru saja keluar dan mengambil tiga langkah. Rize sudah terkapar tak sadarkan diri.
“Rize!” Beberapa orang yang mengenal gadis itu meneriakkan nama Rize. Mereka mengelilingi tubuh gadis yang terlihat lemah itu.
Di saat mereka sibuk memanggil nama gadis itu, “Minggir lo” seorang laki-laki dengan tubuh atletisnya menerobos kerumunan dan mengangkat tubuh mungil gadis yang pingsan dengan wajah pucatnya.
Menghiraukan tatapan bingung dan terkejut orang-orang pada dirinya.
UKS......
Seorang laki-laki tengah menemani seorang gadis yang masih tak sadarkan diri di brankar UKS. Ia menatap cemas pada gadis itu. “Ayolah Ze, bangun. Lama-lama gue ciprat juga lo pake air” Laki-laki itu bermonolog menatap pada Rize yang tak kunjung membuka matanya.
Ia tetap setia memijat batang hidung gadis itu dengan minyak kayu putih.
Tak lama kemudian terdapat pergerakan dari kelopak mata gadis itu, ia mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk pada indera penglihatannya. Lalu beralih mata orang yang setia menemaninya.
“Devano?” Ya, laki-laki itu adalah Devano. Mantan kekasih dari Rize, gadis pendek namun imut.
“Iya Ze, ini aku”
“Kok aku ada disini? Jangan-jangan aku pingsan lagi ya?”
Devano mengangguk.
“Kamu ya yang bawa aku ke sini?”
“Em itu...”
“Makasih ya Dev, kamu selalu ada buat aku. Bahkan saat kita cuma sebatas teman” Rize memamerkan senyum manisnya.
Devano menatap Rize penuh harap, “Ze, aku itu sayang banget sama kamu. Memangnya kamu nggak mau maafin aku?”
“Aku udah maafin kamu Dev, tapi..”
“Tapi apa?”
“Tapi aku udah gak ada rasa lagi sama kamu”
“Kamu marah?”
“Aku kecewa, kamu ngeduain aku. aku tahu Dev kamu itu tampan, tapi kamu harus liat aku yang saat itu pacar kamu” Rize menjelaskan mengenai masa lalu yang tak pantas untuk dirinya ingat. Itu menyakitkan.
“Aku mau ngulang semuanya Ze”
“Nggak Dev, kebahagiaan kamu kamu bukan di aku” Ucap Rize dengan nada perhatiannya.
Sebuah tirai di samping brankar Rize tersibak, menampilkan wajah orang dengan ekspresi asam, “Alah bacot lo berdua. Berisik banget, terlalu banyak drama”
“K-Kak Romeo? Kakak sejak kapan di situ?” Rize menoleh dan kaget dengan keberadaan Romeo yang ia tak ketahui.
“Bukan urusan lo, mending lo diam karena gue mau tidur” Lagi-lagi Romeo berkata dengan ketus.
Mendadak dada Rize kembali sesak ia menatap pada Devano, “Dev, kamu anterin aku ke kelas ya?”
“I-iya Ze, ayo” Devano membantu Rize turun dari brankar dan keluar dari UKS itu.
Romeo menatap intens pada dua orang yang pergi begitu saja. “Drama lo itu udah basi” Gumamnya lalu memilih untuk bermain game di ponselnya. Namun sebelum itu terjadi sebuah panggilan masuk ke ponselnya, segera ia mengangkat panggilan itu.
“Halo Ma...Ya masih di sekolah, mama kenapa? Tumben nelpon....Hah?! kok mama nggak bilang-bilang dulu sih ke aku?...Telat ma, mama bilangnya telat....Cewek apa cowok?...yaelah ma, pake rahasia-rahasiaan....iya, kirim alamatnya, supaya aku bisa jemput langsung...iya ma iya”
Tut-tut-tut.
Sambungan terputus begitu saja. “Teman se-atap? Semoga nggak ngerepotin” Romeo bergumam sebelum melanjutkan permainannya.
Kelas XI IPS 1....
Rize dengan wajah yang lebih baik dari sebelumnya terlihat sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya. Devano masuk ke dalam kelas Rize yang tidak terlalu sepi karena Rize tengah berbincang dengan Angel, Nana, dan Naomi.
“Kamu nggak apa-apa kan Ze?” Tanya Devano melihat sikap Rize yang dari tadi diam.
“Iya Devano, aku nggak apa-apa” Ucapnya sambil menunjukkan senyum kecilnya.
“Ya udah. Kami tinggal dulu” Nana mengode agar Naomi dan Angel tak mengganggu Devano dan Rize. Mereka keluar dari kelas.
Devano beralih duduk di samping Rize, “Pulang nanti mau aku antar?”
“Nggak usah, aku bisa naik bis” Tolak Rize dengan halus.
“Nggak apa-apa Ze, aku bisa kok antar kamu”
“Tap---”
“Nggak ada penolakan” Potong Devano langsung. Ia khawatir pada Rize kalau-kalau gadisnya itu tidak mendapatkan kursi duduk dalam bis yang ditumpanginya.
Rize menghembuskan nafasnya pelan, “Yaudah deh”
. . .
Romeo dan teman-temannya sedang berjalan menuju parkiran, “Rom, gue sama yang lain mau ke apart lo nanti” Ucap Eza pada Romeo yang tengah merokok di sampingnya.
“Emm, jangan deh. Gue mau jemput orang hari ini” Ucapnya sesudah menyemburkan asap nikotin itu.
“Wihh, ada apa nih? Cewek apa cowok Rom?” Tanya Izzky dengan heboh.
“Ya mana gue tahu. Gue itu disuruh jemput. Nyokap gue kan nggak bilang yang lebih detailnya” Sewot Romeo atas pertanyaan dari Izzky.
“Oh gitu ya”
“Kapan-kapan aja kalau gitu kita ke apartnya Romeo” Usul Eza dan dibalas anggukan oleh yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
@ Teh iim🍒🍒😘
Sepertinya tamunya Romeo adalah Rize 🤗🤗
2023-01-14
0
Sindi Paulia
gantung juga...
mau ku santet kah?
lanjut...
salam manis dari novel *tirai rambut*
2020-09-04
0