RomeoRize

RomeoRize

You Broke Me First

Jika benar cinta datang karena terbiasa,

tapi kenapa saat aku mencoba membuat ‘dia’

terbiasa dengan kehadiranku ia malah membuat

aku patah hati sebelum waktunya?

--Rize--

“Kak” Rize yang sedari tadi menatap bekal yang ia buat untuk Romeo terbuang percuma, kini beralih pada punggung Romeo yang semakin menjauh. Ia memanggil seniornya itu.

“Apa lagi sih?” Kesal Romeo, ia benar-benar ingin menjauh dari Rize.

“Emang salah ya Kak, kalau aku suka sama kakak? Salah kalau aku minta deket sama Kakak?”

“Salah banget”

“Salahnya dimana Kak? Bagus dong kalau aku suka sama Kakak artinya kan aku normal” Balas Rize, untuk saat ini ia ingin mengungkapkan tentang isi hatinya. Masa bodolah jika ia dikatakan bucin.

Ia hanya tak ingin membuang-buang waktu untuk mengatakan apa yang ia rasa pada senior bad boy-nya itu.

“Tapi nggak sama gue juga Rize” Geram Romeo. Ia menatap tajam pada Rize yang sudah kelewatan batas.

“Terus sama siapa? Sama Kak Eza, Kak Sandy. Kak Arga, atau Kak Izzky?” Ucapan itu membuat sahabat-sahabat Romeo tersenyum. Jika Romeo tak menginginkan gadis itu, empat sahabatnya siap untuk mengulurkan tangan pada gadis yang kelewat baik itu.

“Sama siapa aja asalkan bukan sama gue” Balas Romeo.

“Kenapa? Kakak normal kan? Tetap suka sama cewek kan?”

“Iya, dan gue nggak suka sama cewek bawel kayak lo”

“Setahun lho Kak, udah setahun aku ngejar Kakak. Dan belum luluh juga? Hati kakak itu es atau batu sih?” Rize memberi keterangan waktu pada seniornya yang terus menajamkan tatapannya.

“Besi” Ucapnya sambil berlalu pergi.

“Kalau gitu aku bakal jadi api yang akan ngelelehin hati besi kakak itu”

“Bodo amat, gue nggak peduli” Seru Romeo saat mendengar ucapan dari Rize.

“Ternyata jarak kita terlalu renggang” Gumamnya.

Kelas XI IPS 1......

Jika benar cinta datang karena terbiasa, tapi kenapa saat aku mencoba membuat ‘dia’ terbiasa dengan kehadiranku ia malah membuat aku patah hati sebelum waktunya?

Kira-kira seperti itulah kata-kata yang dituliskan Rize pada buku diary-nya. Sekolahnya membuat seluruh kelas mendapatnya free class karena rapat para dewan guru.

“Ze, lo kenapa sih? Cemberut gitu?” Angel datang dan merengkuh bahu teman se-asramanya itu di susul oleh yang lain dan memenuhi meja Rize.

“Nggak usah buat mood gue tambah hancur deh Ngel. Gue lagi malas bercanda nih” Rize memilih untuk memainkan ponselnya.

“Ya, lo sih udah tahu Kak Romeo itu gimana, masih juga dikejar” Balas Nana yang kini duduk di sebelah Rize.

“Ah tahu ah, gue udah patah hati” Rize memilih untuk menelungkupkan kepalanya.

“Banyak kok cowok lain Ze, atau lo balikan aja sama Devano” Angel menggoda Rize. Devano adalah mantan pacar dari Rize.

“Devano? Ish ogah banget, gak ada rasa lagi gue sama dia” Ucap Rize dengan posisi yang masih sama.

“Emm, yang katanya udah gak ada rasa. Tapi masih juga chat-an tiap malam” Naomi ikut-ikutan menggoda Rize.

“Kan cuma chat-an Naomi, nggak usah lebay deh”

Drrt-drrt

“Eh bentar, Bunda gue nelpon nih” Rize bangkit berdiri dan menjauh untuk menjawab telpon dari Bundanya. Di tangannya terdapat ponsel dan juga buku diary-nya.

“Halo Bun...Apa?...Ta-tapi kenapa?....Ng-nggak Bunda pasti bohong kan? Bunda sama Ayah nggak bakal pisah kan?...Bunda bohong aku nggak percaya”

Tut-tut-tut

Karena tak ingin mendengar penjelasan yang lebih runtut, Rize mematikan sambungan secara sepihak. Air matanya sudah membasahi pelupuk matanya, ia memilih untuk berlari menuju taman belakang sekolah.

. . .

Perpisahan ini sudah mengakhiri pertemuan kita, cerita, suka-duka, pengalaman, kekeluargaan, dan derai tawa sudah berada pada masa berakhir dalam bentuk pernyataan bukan kenangan.

Di tengah air mata Rize yang menetes ia kembali menuliskan kaliamat di buku diarynya, ia menangis sesunggukan di bawah rindangnya pohon. Perceraian? Apakah keluarga hancur? Padahal saat terakhir kali ia berada disitu semua nampak baik-baik saja.

“Ck, berisik banget sih?” suara laki-laki itu membuat Rize tertegun ia menoleh pada asal suara, di balik pohon.

“Kalau mau nangis itu sama ke pemakaman, jangan nangis disini. Ganggu aja” Ucap laki-laki yang kini bangkit berdiri.

“Kak Romeo?” Sejak kapan laki-laki itu berada di pohon yang sama dengannya? Dan saling membelakangi?

Romeo menatap air mata Rize yang masih tersisa, “Lo kenapa nangis? Kesinggung sama ucapan gue? Bagus deh, kalau gitu gue minta lo untuk secepatnya menjauh dari kehidupan gue”

Rize ikut bangkit berdiri, ia menghapus mutiara cair itu, “Nggak Kak, aku nggak bakal ngejauh karena ada hal yang harus aku tuntaskan sebelum..sebelum” kata-kata tersendat karena kalimat yang seharusnya ia lontarkan terasa sangat kelu.

“Sebelum lo mati?”

Deg.

Mata Rize membulat mendengar tiga kata itu serta empat kata selanjutnya.

“Gue tetap nggak peduli” Romeo meninggalkan Rize yang kini kembali menangis.

Tak lama kemudian teman-temannya menyusul dan memeluk tubuh Rize, gadis itu sangat butuh perhatian. “Rize...”

Asrama....

Sejak tadi Rize hanya menutup matanya tetapi tidak tidur, berita tentang perceraian orang tuanya dan ucapan dari Romeo, semuanya terus terngiang-ngiang di telinganya. Apakah hidupnya harus serapuh ini.

“Ze, makan yuk” bujuk Angel yang sedari tadi menatap iba pada temannya itu. ia sudah mendengar semuanya tentang apa yang terjadi pada gadis wibu itu.

“Gue nggak lapar, kalian makan aja”

“Ayolah Ze”

“Kami ambilin makanan buat lo ya, gimana pun lo harus tetap makan suapaya gak sakit” Sakit? Ya dia harus makan agar ia tak jatuh sakit.

“Iya” Ucap Rize akhirnya. Bagaimana pun ia harus merawat tubuhnya walaupun keadaan hanya berpihak lima puluh persen padanya.

Teman-temannya menghela nafas lega setelah mendapat persetujuan dari gadis mungil itu. Lalu mereka keluar untuk mengambil makanan untuk Rize.

~Devano~

Devano : Ada waktu gak?

Me : Maaf Van, aku lagi gak enak badan

Devano : Kamu sakit?

Me : Gak enak badan itu artinya sakit kan?

Udah ya, aku mau istirahat

Devano : Gws ya

Rize menatap datar pada pesan terakhir yang Devano kirimkan padanya. Ia benar-benar tak semangat untuk bercanda. Dengan siapa pun. Hidupnya benar-benar hambar, mungkin ia benar-benar harus serius menjalani kehidupannya.

Tapi jangan terlalu serius juga. Ia menatap pada poster-poster anime yang tertempel di dinding. Ia menghela nafasnya lalu memainkan ponselnya ralat maksudnya menonton anime yang mungkin akan membuatnya melupakan realita yang terlalu pahit untuk di rasakan.

“Mungkin gue harus pindah” Gumamnya.

Terpopuler

Comments

@ Teh iim🍒🍒😘

@ Teh iim🍒🍒😘

suka

2023-01-14

0

Sindi Paulia

Sindi Paulia

like

2020-09-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!