Caramel
Apakah kata cinta harus selalu di utarakan?
Bagaimana kalau ia memilih tidak?
Apakah dua insan yang saling mencinta harus mempunyai hubungan?
Bagaimana kalau lagi-lagi ia memilih tidak?
Jadi-apa yang harus ku lakukan?
--
“Jadi fog itu sama aja maksudnya f(g(x)) nanti lo tinggal ganti x dari f(x) ke faktor g(x) yang udah di ketahuin.” aku menjelaskan panjang lebar.
Kulihat Azrafa Arzier—laki-laki yang harus ku bimbing dalam hal belajar terkantuk-kantuk di sampingku.
“Lo dengerin gue ga sih?” kataku mulai kesal.
Rafa—panggilannya mengerjap-ngerjapkan matanya dan menoleh tidak minat padaku.
“Gue minta soal.” katanya tiba-tiba, membuatku sedikit terkejut.
“Jelasin dulu ke gue barusan yang gue jelasin.”
“Kasih gue soal apa susahnya sih?” Rafa melipat kedua tangannya dan mulai tertidur lagi. “Bangunin gue kalo lo udah selesai bikin soal.” tambahnya.
Aku hanya mendengus kesal mendengarnya. Suatu kesialan memang di tugasi oleh kepala sekolah sebagai mentor orang yang bisa di bilang siswa paling bodoh di dalam kelasnya. Azrafa Arzier—playboy kelas kakap yang kerjaannya hanya cabut-cabutan dan bermain dengan wanita.
Dia tampan, kaya, berkuasa, dan tentunya penuh pesona. Cih! Itu bukan kataku—kata teman-temanku—oh tidak itu kata wanita seluruh penghuni sekolah SMA Nusa Bangsa. Jika bukan karena paksaan Pak Darmawan aku tidak akan mau mengajarinya. Tidak sudi.
“Woy udah selesai nih.”
Dia tidak bergeming sama sekali.
“LO MAU BELAJAR APA TIDUR SIH.” aku berteriak di depan wajahnya membuat Rafa terbelalak dan refleks membuka matanya.
“Bisa ga sih gausah teriak-teriak?” Rafa mengatur posisi duduknya tegak kembali. “Mana soalnya?” pintanya.
Dengan kasar aku memberikan kertas hvs berisikan soal-soal tentang komposisi dua fungsi kepadanya. Rafa megerutkan keningnya sebentar saat melihat soal yang ku beri. Yah, tidak heran jika ia tidak bisa mengerjakannya. Mendengarkanku saja ia tidak.
Tapi—apa itu yang kulihat? Ia mengerjakan soal yang ku beri dengan lancar selancar jalan tol. Sialan! Bagaimana bisa? gumamku. Oh tidak tidak—masih ada jawabannya, belum tentu jawabannya benar. Iya kan?
Rafa memberikan soal itu kepadaku kembali setelah ia selesai. “Soal kaya ginian lo kasih ke gue.” kemudian ia berdiri dan berjalan keluar.
Buru-buru aku mengecek jawabannya.
Dan—
Sialan!
Benar semua.
Bagaimana bisa?
Dia kan tadi hanya tidur-tidur jelek tanpa mendengarkanku.
Seperti biasa pulang sekolah aku menunggu di dalam kelas untuk menunggu muridku—Rafa maksudnya. Lebih dari setengah jam aku menunggunya tapi ia tak kunjung datang. Kalau sampai setengah jam lagi ia tidak datang juga lebih baik aku pulang.
Hening.
SIALAN!
Beneran tidak datang!
Dengan gerakan kasar aku menarik tasku dan menyeretnya seperti layaknya karung beras. Sekolah sudah sepi sedari tadi.
“Bego banget sih! Kalo ga dateng seengganya bilang ke gue dulu kek apa kek alay banget.” sepanjang perjalanan sampai ke parkiran motor aku terus mendumel.
“Ato ngga sms kek! Masih mending gue mau ngajar si Rafa kurangajar! Ga di bayar pula! Sialan sialan sialaaaan bodo amat.” kuambil helm yang tergelatak di spion lalu memakainya.
“Apaansih nih helm segala talinya susah.”
Permasalahan helm akhirnya beres. Aku menaiki motorku dan mencoba menstaternya. Tunggu dulu tunggu dulu—apa-apaan ini? Kenapa tidak bisa?
“Yah mampus jangan bilang motor gue mogok.” aku mencoba sekali lagi. Tetap tidak bisa. “Yah yah yah jalan kaki dah gua ini pulang. Eh ngga deng naik ojek aje kale.” terpaksa aku turun dari motor dan berjalan menuju pos satpam di dekat gerbang utama.
“Kenapa neng?” tanya pak satpam yang melihat raut wajahku yang melas-melas kesel.
“Motor saya mogok pak—tolongin dong tolong.”
“Yang mana neng motornya?”
“Noh vario ijo di sono.” aku menunjuk motorku yang tergeletak rapuh tak berdaya.
Pak satpam yang aku lupa namanya berjalan ke arah motorku. Lalu ia mengamatinya sebentar dan mencoba menstaternya. Tidak bisa. Kemudian ia menyetandar dua motorku dan mencobanya lagi. Tetap tidak bisa.
“Neng belom ganti oli ya?”
“Ganti oli? Udah belom ya—kayanya udah deh. Tapi gatau juga sih—eh udah kok.” aku mencoba mengingat-ngingat.
“Kapan terakhir kali?”
“Gatau lupa.”
“Ini olinya abis kayanya—neng ganti oli 4 bulan yang lalu kali.”
“Iya kali—terus gimana dong?”
“Di bawa ke bengkel lah buat ganti.”
“Tapi kan ga ada bengkel di deket sini pak. Masa iya saya bawa-bawa motor ampe bengkel. Ga lazim banget yekali saya cewek pak.”
“Tinggal aja disini neng—saya aja yang bawa. Besok pasti beres.”
“Benaran pak? Serius? Sumpah? Demi apa?”
“Iyaa neng serius. sumpah. demi. ”
“Ok saya balik dulu ya pak. Jagain motor saya baik-baik. Awas aja kenapa-kenapa!” seketika aku senang sekali. “Makasih pak i love you—eh apaansih i love you mah buat pacar gue ntar.” lalu aku mencari tukang ojek dekat sekolah dan sampai rumah dengan selamat.
Rafa baru saja masuk ke kantin bersama teman-temannya. Semua mata tertuju padanya—tidak semua sih sebenarnya karena aku tidak. Melihatnya masuk saja aku langsung melengos dan lebih memilih memakan mie ayam pesananku.
“Murid lo tuh.” kata Kika.
“Murid gue yang goblok.”
“Hahahaha gila lo—masih kesel soal kemaren?” Kika tau kejadian kemarin karena malamnya aku skype-ing dengannya dan menceritakan semua kejadian yang menimpaku kemarin.
“Dia kan gatau nomer hp lo. Lagian liat sendiri kan lo berdua kalo di jam sekolah gini kek stranger. Gimana coba caranya bilang ke lo?”
“Bodo.”
Bel pulang berdering kencang. Semua murid bersorak-sorai menyambutnya. Hari ini aku tidak mau capek-capek menunggu Rafa lagi. Jadi kuputuskan untuk langsung merapihkan tasku dan beranjak bersama Kika untuk pulang.
Ketika kulihat tubuh berperawakan tinggi tegap sedang besender di tembok samping pintu kelas. Aku yang baru keluar kelas sedikit kaget juga melihat dia sudah nangkring disini. Tidak seperti biasanya ia datang saat kelasku baru selsesai.
“Lah dia disini.” Kika berbisik ke arahku.
“Ngapain lo disini?” tanyaku ke Rafa.
“Belajar lah—ngapain lagi.” dan dengan seenak jidatnya Rafa berjalan mengabaikanku dan masuk ke dalam kelas. Tak memedulikanku dan Kika yang melihatnya terbengong-bengong.
“Gue ngajar murid goblok dulu ya—eh tapi sebenernya dia ga goblok sih. Tar malem gue cerita sesuatu deh.” aku pamit pada Kika.
“Hahahaha Serah lu dah. Good luck ya!”
Rafa sedang mengotak-ngatik ponselnya. Aku duduk di sampingnya dan menaruh tasku kembali ke atas meja.
“Dasar lo playboy alay.” tiba-tiba aku berkata seperti itu.
“Dih apa.”
“Kenapa lo kemarin ga dateng?”
“Latihan basket.”
Aku menggebrak meja. “Heh lo gatau apa gue nungguin lo kemarin satu jam! Brengsek lo sialan playboy cap kampung! Motor gue tuh juga mogok tau! Bilang kek makanya kalo ga dateng elah lo bikin emosi aja sih!” terbakar amarah soal kemarin. Aku melampiaskan semua.
“Terus lo curhat gitu ceritanya sama gue.”
KAMMMPPPRRREEETTTT!
Aku menarik tasku lagi dan pulang dengan perasaan kesal dan terbakar. Sumpah! Benar-benar kesal dan terbakar.
Persetan dengan Azrafa Arzier.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Rasyidiah Anggreni
download mangatoon biar bisa baca ulang lagi 😭
2021-11-11
0
AuAra27
Kangen banget baca ceritanya Kakak. Download Mangatoon biar bisa baca cerita ini lagi😭
2020-11-22
1
urpreciouslady
Ini cerita dari jaman gue SMA sampe sekarang kuliah masih jd favorit. Sama vanila mocha ama blacksugar
2020-05-11
1