Episode 5

Alasan Rafa membawa ku kemarin ke restoran adalah:

1.      Ujian semester telah selesai. (Terus kenapa ya Raf kalau udah selesai?)

2.      Dia kayanya bisa ngerjain dengan baik. (Masih kayanya..)

Hanya dua jawaban yang ia berikan. Dan menurutku itu sedikit tidak masuk akal. Seharusnya alasan yang bisa di utarakan adalah dia mengajakku makan bersama itu sebagai ucapan terimakasih karena selama 1 semester ini aku yang mengajarkannya.

Tapi ini malah----yasudah deh tidak apa-apa.

Kalimat terakhir yang masih ku ingat dari dirinya ketika ia menanyakan pertanyaan yang aneh. Sangat aneh, menurutku.

“Kenapa sih nama lo Caramel, nyokap lo ngidam Caramel ya waktu ngandung lo?”

“Harus gitu yang namanya Caramel orangtuanya suka Caramel? Terus kalo misalnya namanya Chocolate atau strawberry atau vanilla gimana?”

“Ya ga gimana-gimana.”

“Nah yaudah.”

Pada dasarnya jawaban yang kuberikan tidak nyambung dengan pertanyaannya. Yasudahlah, yang bertanya juga tidak sadar.

Aku berbaring nyaman di atas kasur, menatap langit-langit kamar.

Gue baru sadar kok kalo gue deket-deket Rafa gue jadi alay, norak, udik gitu ya. Mana kalo deket dia bahasa gue tiba-tiba jadi kasar banget lagi. Dan gue baru sadar kalo gue jadi KAMPUNG banget kalo deket dia. Yahelah, kayanya gue harus rubah sikap deh. Harus.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Terimakasih ya Caramel, kamu sudah membimbing Rafa dengan baik.” Kata Pak Darmawan di dalam ruang kepala sekolah.

“Iya pak sama-sama hehe.”

“Nilai Rafa melonjak drastis—sangat drastis.”

“Oh ya? Rata-rata nya berapa?”

“Sekitar 8,1.”

“Hah? Yang bener pak?”

Oke Raf—lo emang sebenernya pinter.

“Tadinya bapak juga tidak menyangka. Tapi nilai rapot itu real dan kamu tahu kan bahwa ada kamera cctv di setiap ruang kelas?”

“Iya tahu pak. Jadi apa saya harus bimbing Rafa lagi untuk kelas 3 nanti?”

“Menurut bapak—kalau kamu menyetujuinya kamu terus bimbing dia saja. Tapi waktunya bisa seminggu sekali atau dua kali, tidak perlu setiap hari lagi.”

“Oh gitu, oke deh pak.”

Aku pamit keluar dari ruang kepala sekolah. Kika yang tadi kuminta untuk duluan ke kantin sudah tidak ada di sana saat kucari.

“Kika mana sih.” Tidak sadar bahwa di depanku tengah berdiri seseorang.

“Makan sama gue aja sini.” Tangan kananku di tarik olehnya. Aku yang masih sedikit yidak sadar pasrah saja di tarik. “Lo mau pesen apa?”

“Pesen?” Tanyaku bingung.

“Lo ke kantin buat cari makan kan? Mau pesen apa?”

“Gue tuh lagi nyari Ki—“

“Gue traktir deh hari ini.”

“Gue ga mau pesen Arga, gue lagi nyari Kika.”

“Oh nyari Kika—dia sih udah balik tadi ke kelas.”

“Yeh bilang kek daritadi.”

“Kalo gue bilang dari awal lo gabakalan makan sama gue dong.”

“Maksud lo?”

“Temenin gue makan ya? Gue traktir deh beneran.”

“He eh.”

Arga, anak kelas sebelah IPS II. Dia itu bagaimana ya? Susah deh untuk di jelaskan. Yang jelas di antara semua penggambaran tentang dia. Arga itu tampan dan asik. Tapi dia ga playboy kaya si Rafa. Eh iya, ngomong-ngomong akhir-akhir ini atau mungkin malah sudah lama aku malah tidak pernah melihat Rafa jalan bahkan mengobrol dengan wanita lain selain ya------aku.

“Ikut gue cepet sini.” Tanpa di sangka sebuah suara datang dan kurasakan tanganku di tarik lagi oleh seseorang. Belum sempat aku menoleh untuk tahu siapa yang tengah menarikku, aku berhasil melepaskannya.

“Apaan sih lo narik-narik mulu kerj—“

Ada Rafa—oh iya—aku—harus—sabar—aku—harus—merubah—sikap.

“Ngapain lo makan berdua sama dia?” Tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya seperti biasa. Nada suaranya juga sedikit berbeda.

“Emang kenapa?”

Rafa terlihat berfikir sebentar seakan sedang menimbang-nimbang sesuatu.

“Gue—takut aja Arga nyesel udah nraktir lo.” Kemudian dengan langkah cepat Rafa pergi meninggalkanku yang masih terpaku dengan kalimatnya barusan.

“Apa banget sih lo Raf.” Aku berniat ingin balik lagi ke kantin. Namun setelah di pikir-pikir, ngapain juga balik lagi. Nanti di kira ngarep banget lagi minta di traktir. Jadi ku putuskan untuk pergi ke kelas sambil  mengirim bbm pada Arga.

Me: Sorry ya Ga pergi gitu aja tadi

Tak lama balasan dari dirinya datang.

Arga Pangestu: Iya gapapa, santai aja sama gue mah

Malam minggu datang—dan saat nya untuk para jomblo hanya tidur-tiduran di kamar sambil mainan gadget. Saat nya para jomblo merenungkan nasip siapa jodohnya. Saat nya para jomblo ber-iri hati melihat pasangan hilir mudik sembari bergandengan tangan. Saat nya para jomblo hanya sekedar membaca fiksi-fiksi dan mengkhayal ria. Saat nya para jomblo menonton dvd di laptop dengan sebungkus potato atau citato.

Tiga kata untuk para jomblo ngenes.

Malangnya dirimu semua..

Tapi tidak ada dalam kamus hidupku dan Kika yang namanya ‘JOMBLO NGENES’. Setiap malam minggu jika tidak aku yang kerumah Kika, Kika yang kerumahku untuk menonton dvd dan mengobrol sampai subuh dengan segelas teh hangat. Kami berdua ‘JOMBLO BAHAGIA’. Camkan itu saudara-saudara!

Lagipula di zaman sekarang yang serba modern, banyak sekali orang yang sudah mempunyai pasangan yang masih suka bergalau ria di sosial network. Malah menurut pendapatku pribadi—kecenderungan orang yang berpacaran itu tingkat galau nya naik menjadi 95%. Itu sih sama aja bohong. Aku dan Kika menjulukinya ‘TAKENES’ (re: taken ngenes).

Tiga kata untuk para takenes.

Malangnya dirimu semua..

“Bosen nih gue nonton nya di laptop terus, mata gue sepet.” Kata Kika yang baru saja masuk ke dalam kamarku.

“Yaudah ayo midnight deh kita.” Aku menutup laptopku dan menoleh ke arahnya.

“Ayo—yok yok yok.”

Dan jadilah kami berdua pergi ke salah satu mall. Suasananya lumayan ramai. Tentunya sama pasangan-pasangan yang sedang malam minggu an.

“Mau film apaan nih?” Tanya Kika.

“Terserah. Tapi gue gamau ya cinta-cinta an.”

“Takut galau lu yaaaa.”

“Lah apa laah.”

“Horror aja yok nih kek nya ada yang seru deh.”

“SUPER NGGAK!”

“Yaaah terus apaan dong.”

“Action aja sih seru kali tembak-tembak an.”

“Hm.”

Setelah berdebat tentang film yang akan di tonton. Diputuskanlah bahwa kami akan menonton film action. Judulnya entah apa aku lupa dan tidak ingat. Kika seperti biasa selalu ke toilet dulu. Aku menuju tempat popcorn. Saat sedang menunggu mbak-mbak kasirnya memberikan pesananku. Aku menatap sekitar.

Pandanganku terpaku pada sosok laki-laki memakai hoodie berwarna abu-abu dan celana jeans sedikit di bawah lutut. Aku tidak bisa melihat jelas siapa laki-laki itu. Namun kurasa aku mengenalnya. Seorang wanita berada di sampingnya. Si laki-laki memeluk erat pinggang wanita tersebut. Sesekali di belainya wanita di sampingnya.

Siapapun yang melihatnya pasti akan terkesan di buatnya.

“Udah masuk tuh studio 1.” Suara Kika memaksa untuk mengalihkan pandangan dari pasangan itu.

“Eh iya iya.”

Kika berjalan duluan. Sekali lagi ku tolehkan pandanganku kepada pasangan yang tadi sempat kulihat. Namun ternyata mereka berdua sudah tidak ada lagi di sana. Aku mendesah kecewa.

“Lama banget dah jalannya.”

“Sabaaaar.”

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Minggu pagi nya aku menguatkan niat ku untuk jogging di taman kemayoran. Aku dan Kika memang bukan tipikal cewek-cewek yang suka olahraga. Aku dan Kika lebih suka duduk manis sambil memakan cemilan sebanyak mungkin.

YOLO guys YOLO.

Kika masih tidur nyenyak di sebelahku. Menguap untuk kesekian kalinya, aku sambil dengan mata setengah tertutup menggoncang-goncangkan tubuhnya.

“Kik, bangun Kik.” Aku menggaruk-garuk kepalaku.

Kika hanya bergumam sambil menaikkan selimutnya sampai menutupi kepalanya. Melihat reaksinya aku juga jadi ikut malas-malas an. Kembali aku ambruk dan terbang ke alam mimpi.

“MEL! KITA TELAAAAT! KATANYA MAU JOGGIIIING.” Suara Kika menggema di seantaro kamar. Aku hanya membuka sebelah mataku untuk menatapnya.

“Jam berapa sih?” Tanyaku.

“Jam sembilan, yaudah ah biarin aja telat dikit.”

“Lo sih udah gue bangunin juga tadi subuh.”

Beraksilah kami berdua. Dengan menggunakan celana training panjang dan kaos ala kadarnya di hiasi handuk kecil yang melingkari leher kami. Sejurus kemudian aku dan Kika telah berlari-lari kecil mengelilingi stadion khusus tempat jogging.

“Cape banget sumpah cape.” Kataku dengan ritme nafas yang tak beraturan.

“Baru 2 puteran juga Mel yaelaaah lemah banget lo lemah.”

“Udah deh lo sana lari duluan, gue istirahat bentar—eh iya kali aja ntar pas lari lo nabrak cowok ganteng terus minta kenalan deh haha.”

“Fiksi abiiss coy.” Semburnya dan meninggalkan aku yang berjalan menuju tempat orang jualan minuman.

“Aqua dingin nya satu ya bang.” Aku mengalap-ngelap keringet yang mulai bercucuran di dahiku.

“Aqua biasa aja bang buat dia.” Suara yang sangat familiar terdengar. Aku menoleh agar tahu siapa yang mengatakan itu.

“Orang abis keringetan sama capek itu ga bagus langsung minum air dingin.” Rafa menyerahkan aqua biasa itu kepadaku.

“Makasih.” Jawabku singkat.

“Tumben lari pagi disini.”

“Pengen.”

“Sendiri?”

“Sama Kika.”

“Udah berapa puteran?”

“Dua.”

“Hahaha payah banget lo.”

“Bodo.”

Jawaban yang kuberikan super singkat kepadanya. Aku tidak mau lagi jika berbicara dengan dia harus pakai emosi. Tapi kulihat Rafa mengangkat sebelah alisnya, mungkin dia juga aneh melihat sikapku yang baru.

Aku meminum seteguk lagi aqua di tanganku dan tak di sangka bahwa sebuah tangan menepuk ujung botol aqua tersebut sehingga aku yang sedang minum sedikit tersedak.

“SIALAAAAN LO RAF MAU BUNUH GUA APA LO!”

“Yes akhirnya Caramel kembali.” Ujarnya dengan cengiran lebar di wajahnya.

*

 

 

Terpopuler

Comments

EL Vianta

EL Vianta

rafa kangen ama caramel yg bawel 😂

2020-02-22

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!