Bab 5. Dijemput suami?

Feby berjalan lesu keluar dari gerbang sekolahnya. Keadaan sekolah sudah sepi hanya ada ia dan beberapa murid lainnya yang tengah menunggu jemputan.

Saat ini pikirannya benar-benar sedang kacau. Kemarin ia dipaksa menikah dengan seorang pria angkuh yang baru ia kenal. Dan sekarang, ia dipaksa oleh teman-temannya untuk menjadi pacar Evandra!

Bukan hanya teman-temannya aja bahkan banyak beberapa guru yang terus mendesaknya untuk menerima cinta Evandra. Entah dosa apa yang telah ia perbuat hingga ia harus mengalami ujian ini semua.

Persetan dengan para pria! Ia hanya ingin fokus mengejar mimpinya!

Namun sialnya, bahkan ia pun tidak bisa belajar dengan tenang baik di rumah, ataupun di sekolah.

Feby sengaja pulang terlambat untuk menghindari teman-temannya dan Evandra. Sebenarnya Evandra terus memaksa untuk mengantarkan Feby pulang. Akan tetapi, Feby menolaknya dengan alasan ia harus mengikuti latihan paskibra.

Begitu keluar dari gerbang sekolah, netra Feby langsung menangkap seorang pria berjas hitam berdiri di depan mobilnya seraya memasukkan kedua tangannya di saku celana. Feby pun menghelakan napasnya lalu berjalan menuju pria itu dengan wajah ditekuk.

Ia tak menghiraukan tatapan tajam dan dingin dari pria itu yang tak lain dan tak bukan adalah Arka, suaminya. Berangkat dan pulang sekolah di jemput sang suami rasanya benar-benar aneh.

"Kanapa baru keluar? Seharusnya jika kamu pulang terlambat, kabari saya"

Ucap Arka pada Feby.

"Maaf" Jawab Feby dengan singkat lalu masuk ke dalam mobil begitu saja dengan wajah tertekuk.

Arka pun langsung masuk ke dalam mobil.

Ia melirik Feby yang tengah diam seraya memijat pelipis kepalanya. Namun pria itu tidak bertanya apapun dan langsung menjalankan mobilnya meninggalkan sekolah Feby.

Selama di perjalanan, Feby terus saja memegangi kepalanya. Hal itu membuat fokus Arka sedikit terganggu.

"Ada apa?" Pada akhirnya Arka pun bertanya.

"Nggak ada apa-apa" Jawab Feby tanpa menatap wajah Arka.

Tak merasa puas dengan jawaban Feby, Arka pun akhirnya kembali bertanya.

"Saya tanya, ada apa?"

"Bukan urusan anda Tuan" Jawab Feby dengan nada ketus. Hal itu sontak membuat Arka tiba-tiba saja menepihkan mobilnya dan berhenti mendadak.

Cittttt...

"Ada apa? Kenapa berhenti mendadak?" Tanya Feby.

"Bukan urusan kamu"

Jawab Arka menirukan kalimat Feby.

Gadis itu pun langsung naik pitam mendengar Arka yang menirukannya.

Feby menatap Arka yang tiba-tiba saja keluar dari mobil. Entah apa yang akan pria itu lakukan, Feby pun tidak tau.

Apakah ia marah kepada Feby?

Sepuluh menit pun berlalu. Namun Arka masih belum kembali. Karena penasaran apa yang pria itu lakukan, Feby pun akhirnya memilih untuk keluar dari mobil.

Begitu ia keluar, ia mendapati Arka yang tengah berbincang-bincang dengan beberapa anak kecil di seberang jalan.

Pria itu terlihat begitu akrab dengan mereka. Arka tersenyum hangat pada mereka. Senyum yang tidak pernah Feby lihat sebelumnya.

Tak selang beberapa lama, anak-anak kecil tersebut pun pergi. Sebelum pergi, Arka bahkan memberikan mereka lembaran uang berwarna merah. Mereka tersenyum sumringah lalu pergi meninggalkan Arka.

Feby masih saja mematung di tempatnya menyaksikan kejadian yang langka ini.

Setelah mereka pergi, Arka membalikan badannya. Ia itu tampaknya sedikit terkejut melihat Feby yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping mobil menatapnya.

Pria tampan itu pun melangkah menghampiri Feby dengan memasang wajah datarnya seperti biasa.

"Kenapa kamu keluar?" Tanya Arka.

Namun bukannya menjawab pertanyaan dari Arka, Feby justru berbalik tanya.

"Apa yang tuan lakukan? Siapa anak-anak kecil tadi?"

"Bukan urusan kamu" Jawab Arka.

Feby mendengus mendengar itu. rasa penasaran di hatinya masih belum terjawab. Ia pun mengekor di belakang Arka.

"Tolong bisakah tuan berhenti mengatakan itu?!" Sungut Feby.

Arka pun tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Dan itu membuat Feby tanpa sengaja menabrak punggungnya.

Bruk!

"Aduh..." Cicit Feby.

Arka menoleh ke belakang menatap Feby yang tengah mengelus kepalanya. Faby langsung menurunkan tangannya begitu ia melihat Arka yang sudah berbalik dan tengah memperhatikannya.

Tiba-tiba saja Arka semakin maju dan mengikis jarak diantara mereka. Feby pun langsung mundur perlahan. Namun sialnya, ia tidak bisa bergerak lagi karena tubuhnya telah terhimpit oleh Arka di depannya, dan mobil di belakangnya.

Jantung Feby berdegup kencang. Ia menggigit bibir bawahnya tanpa berani menatap mata Arka yang begitu tajam dan memabukkan.

"Jika kamu ingin tau apa yang telah saya lakukan barusan, jawab dulu pertanyaan saya"

Ucap Arka.

"P-p-pertanyaan a-apa tuan?" Tanya Feby dengan terbata-bata.

"Namun sebelum itu, berhenti memanggil saya tuan"

"Kenapa?"

"Karena saya bukan majikan kamu, dan kamu bukan pembantu saya. Mengerti?"

"Lalu aku harus memanggil tuan Arka siapa? Kalau aku panggil nama saja kan tidak sopan. Apakah aku harus panggil Pak? Atau Om?" Kata Feby.

Arka menghembuskan napasnya mendengar perkataan Feby.

"Panggil saja saya sesuai dengan hubungan kita" Ujar Arka pada akhirnya.

Kening Feby langsung berkerut mendengar itu.

"Hubungan kita? Hubungan apa?" Tanya Feby dengan wajah polos yang membuat Arka berdecak pelan.

"Suami dan istri" Jawab Arka.

Bluss...

Entah mengapa tiba-tiba saja wajah Feby langsung memanas mendengar jawaban dari Arka. Jutaan kupu-kupu terasa berterbangan di dalam perutnya. Namun gadis itu tetap berusaha bersikap biasa saja.

"Baiklah, aku akan meledek pria es batu ini biar dia tau rasa!"

Batin Feby seraya tersenyum licik.

Entah keberanian dari mana, Feby tiba-tiba meletakkan tangannya di dada bidang Arka. Ia mengelus dada Arka seraya tersenyum menggoda. Mendapati Feby yang tiba-tiba bertingkah aneh, raut wajah Arka langsung berubah. Arka menatap Feby dengan tatapan tajam yang semakin tajam agar gadis itu menghentikan aksinya. Namun bukannya berhenti, Feby justru semakin berusaha untuk menggoda Arka.

"Oh... iya, hubungan kita kan suami dan istri, jadi bagaimana kalau aku memanggil tuan Arka dengan sebutan suamiku tersayanggggggg tercintahhhhh?"

Feby sengaja menekan kata sayang dan cinta membuat Arka langsung mundur menjauh darinya.

"Tidak!" Tolak Arka mentah-mentah dengan wajah dingin.

Feby tersenyum sinis karena pada akhirnya triknya untuk keluar dari kekangan Arka berhasil. Ia pun melanjutkan aksinya untuk membuat pria itu semakin jengkel.

"Ayolahhhhh... Bukankah tuan sendiri yang menginginkannya tadi? Eh... Maksudku, suamiku tersayanggggggg tercintahhhhh..." Goda Feby.

Sontak Arka langsung melenggang begitu saja meninggalkan Feby dan masuk ke dalam mobil dengan wajah datarnya.

Feby tertawa terbahak-bahak melihat itu hingga membuat perutnya terasa sakit. Ia merasa begitu puas berhasil mengerjai pria seperti Arka.

"Rasain! Emang enak dikerjain?! Wleeeeee" Gumam Feby.

🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️

Arka membawa mobilnya dengan kecepatan sedang. Pria tampan itu tidak sedikitpun bicara. Melihat mimik wajah Arka yang sangat datar, membuat Feby merasa sedikit takut.

"Duh... apa dia marah sama aku ya?" Gumam Feby seraya diam-diam melirik Arka.

Ditengah-tengah perjalanan, tiba-tiba saja Arka kembali menginjak rem mobilnya secara mendadak. Hal itu membuat mobil yang mereka tumpangi pun berhenti. tubuh Feby terpental ke depan hingga kepala gadis itu terbentur cukup keras.

"Aw... aduh..!"

Feby mengaduh kesakitan seraya mengelus kepalanya yang berdenyut nyeri.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Arka.

"Kenapa rem mendadak lagi sih?! Kepalaku sakit kepentok tau!" Dumel Feby.

"Itu di depan ada anak kecil yang tiba-tiba nyebrang. Sebentar saya akan cek. Kamu tunggu di dalam saja" Ucap Arka kemudian langsung keluar dari mobil.

Feby pun terus memperhatikan Arka lewat kaca. Pria itu berjalan menghampiri seorang anak kecil laki-laki yang tengah memegang sebuah bola. Arka terlihat berusaha mengecek kondisi anak itu apakah ia baik-baik saja. Akan tetapi, tiba-tiba saja anak kecil itu menangis.

Feby pun akhirnya memutuskan untuk keluar. Ia berlari kecil menghampiri Arka yang tengah berusaha menenangkan anak kecil itu.

"Dek... Kenapa nangis? Ada yang sakit?" Tanya Feby dengan lembut.

Anak itu menggeleng.

"Lalu kenapa kamu nangis? Kamu nggak kenapa-kenapa kan?"

Tanya Feby lagi. Dan anak itu masih menjawab dengan sebuah anggukan kepala.

Feby melirik Arka. "Kenapa dia nangis? Apa yang tuan lakukan pada anak ini?" Tanya Feby setengah berbisik pada Arka.

"Saya hanya menasehati anak ini supaya tidak bermain di jalan. Tapi anak ini langsung menangis" Jawab Arka.

Feby menghembuskan napasnya mendengar jawaban Arka.

"Dek... Jangan nangis ya... Cup cup cup... Anak ganteng nggak boleh nangis dong. Nanti gantengnya ilang gimana kaya Om galak ini?" Ujar Feby pada anak itu seraya menunjuk Arka.

Feby pun langsung mendapatkan tatapan tajam dari Arka.

"Iya, Om ini galak banget kaya singa hiks... Hiks... hiks..." Jawab anak itu seraya menunjuk Arka.

Tawa Feby langsung pecah seketika mendengar jawaban polos dari anak kecil itu. Ia menatap Arka yang diam dengan wajah sangar dan tatapan tajamnya.

"Siapa yang nyuruh kamu ketawa, hah?" Tanya Arka pada Feby.

Feby langsung berusaha menghentikan tawanya karena tatapan dingin dari pria tampan di sampingnya itu.

"Dek udah ya jangan nangis... Gimana kalo kakak beliin kamu ice cream? Mau nggak?" Bujuk Feby.

"Mau!" Jawab Anak itu dengan penuh semangat.

"Tapi kamu harus janji dulu sama kakak, nggak boleh nangis lagi ya?" Feby menyodorkan jari kelingkingnya pada anak laki-laki tersebut.

Anak itu pun seketika berhenti menangis dan menautkan jari kelingkingnya pada jari Feby. Feby tersenyum manis pada anak itu dan dibalas dengan senyuman pula oleh anak itu. Hal itu pun tak luput dari perhatian Arka. Arka sedari tadi terus memperhatikan Feby.

Gadis itu dengan mudah merebut hati anak laki-laki itu. Bahkan mereka berdua kini sudah melangkah meninggalkan Arka menuju sebuah mini market.

Feby menggandeng anak itu dan berlari layaknya anak kecil. Rambut panjang gadis itu berterbangan tertiup angin. Tanpa sadar, sudut bibir Arka terangkat ke atas memperhatikan Feby.

"Dasar gadis konyol" Gumam Arka seraya tersenyum kecil.

______________________________________

Episodes
1 Bab 1. Prolog
2 Bab 2. Mimpi buruk yang menjadi nyata?!
3 Bab 3. Malam pertama yang menyeramkan!
4 Bab 4. Dilema Feby
5 Bab 5. Dijemput suami?
6 Bab 6. Sikap dingin Arka
7 Bab 7. Tinggal berdua dengan Arka?!
8 Bab 8. Suamiku sungguh mengesankan!
9 Bab 9. Malam yang indah
10 Bab 10. Berusaha menahan diri
11 Bab 11. Rencana busuk Clarisa
12 Bab 12. Kissing?!
13 Bab 13. Kecemburuan Arka
14 Bab 14. Kesalahpahaman besar
15 Bab 15. Usaha untuk meluluhkan Arka
16 Bab 16. Perasaan bersalah Feby.
17 Bab 17. Kekhawatiran Arka
18 Bab 18. Kabur dari rumah?!
19 Bab 19. Penjelasan Feby
20 Bab 20. Ancaman Arka
21 Bab 21. Tidur satu kamar?!
22 Bab 22. Terlambat sekolah?!
23 Bab 23. Obsesi Evandra
24 Bab 24. Menatap senja bersama Arka
25 Bab 25. Sedikit salah paham
26 Bab 26. Permintaan Arka
27 Bab 27. Mati lampu
28 Bab 28. Keberangkatan Arka
29 Bab 29. Hidup tanpa es batu
30 Bab 30. Kegilaan Evan
31 Bab 31. Tiga bodyguard
32 Bab 32. "Tunggu saya di rumah, Feb"
33 Bab 33. Marah atau rindu?
34 Bab 34. Ditemani belajar
35 Bab 35. Larangan Arka
36 Bab 36. Sweetheart
37 Bab 37. Gadis itu Feby!
38 Bab 38. Berita heboh di sekolah
39 Bab 39. Saya cinta kamu, Feb!
40 Bab 40. My mine
41 Bab 41. Morning Sweetheart
42 Bab 42. Dalang di balik kejadian itu
43 Bab 43. Keputusan Arka
44 Bab 44. "Aku nungguin Mas"
45 Bab 45. Kembali ke sekolah
46 Bab 46. Perceraian
47 Bab 47. Berita duka
48 Bab 48. Gadis kecil
49 Bab 49. Kebenaran dari Arka
50 Bab 50. Kembali ke rumah
51 Bab 51. Permintaan aneh Feby
52 Bab 52. Permintaan maaf Evandra
53 Bab 53. Masakan untuk suami tercinta
54 Bab 54. Give me one kiss
55 Bab 55. Rasa mual
56 Bab 56. Hamil?!
57 Bab 57. Amarah Arka
58 Bab 58. Kecewa
59 Bab 59. Diskusi panjang
60 Bab 60. Sebuah pilihan
61 Bab 61. Cemas
62 Bab 62. Mawar merah berdarah
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Bab 1. Prolog
2
Bab 2. Mimpi buruk yang menjadi nyata?!
3
Bab 3. Malam pertama yang menyeramkan!
4
Bab 4. Dilema Feby
5
Bab 5. Dijemput suami?
6
Bab 6. Sikap dingin Arka
7
Bab 7. Tinggal berdua dengan Arka?!
8
Bab 8. Suamiku sungguh mengesankan!
9
Bab 9. Malam yang indah
10
Bab 10. Berusaha menahan diri
11
Bab 11. Rencana busuk Clarisa
12
Bab 12. Kissing?!
13
Bab 13. Kecemburuan Arka
14
Bab 14. Kesalahpahaman besar
15
Bab 15. Usaha untuk meluluhkan Arka
16
Bab 16. Perasaan bersalah Feby.
17
Bab 17. Kekhawatiran Arka
18
Bab 18. Kabur dari rumah?!
19
Bab 19. Penjelasan Feby
20
Bab 20. Ancaman Arka
21
Bab 21. Tidur satu kamar?!
22
Bab 22. Terlambat sekolah?!
23
Bab 23. Obsesi Evandra
24
Bab 24. Menatap senja bersama Arka
25
Bab 25. Sedikit salah paham
26
Bab 26. Permintaan Arka
27
Bab 27. Mati lampu
28
Bab 28. Keberangkatan Arka
29
Bab 29. Hidup tanpa es batu
30
Bab 30. Kegilaan Evan
31
Bab 31. Tiga bodyguard
32
Bab 32. "Tunggu saya di rumah, Feb"
33
Bab 33. Marah atau rindu?
34
Bab 34. Ditemani belajar
35
Bab 35. Larangan Arka
36
Bab 36. Sweetheart
37
Bab 37. Gadis itu Feby!
38
Bab 38. Berita heboh di sekolah
39
Bab 39. Saya cinta kamu, Feb!
40
Bab 40. My mine
41
Bab 41. Morning Sweetheart
42
Bab 42. Dalang di balik kejadian itu
43
Bab 43. Keputusan Arka
44
Bab 44. "Aku nungguin Mas"
45
Bab 45. Kembali ke sekolah
46
Bab 46. Perceraian
47
Bab 47. Berita duka
48
Bab 48. Gadis kecil
49
Bab 49. Kebenaran dari Arka
50
Bab 50. Kembali ke rumah
51
Bab 51. Permintaan aneh Feby
52
Bab 52. Permintaan maaf Evandra
53
Bab 53. Masakan untuk suami tercinta
54
Bab 54. Give me one kiss
55
Bab 55. Rasa mual
56
Bab 56. Hamil?!
57
Bab 57. Amarah Arka
58
Bab 58. Kecewa
59
Bab 59. Diskusi panjang
60
Bab 60. Sebuah pilihan
61
Bab 61. Cemas
62
Bab 62. Mawar merah berdarah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!