Arka membawa tubuh mungil Feby masuk ke dalam kamar dengan hati-hati, ia membaringkan tubuh Feby di atas kasur yang telah ditaburi bunga mawar. Kamar milik Arka kini disulap menjadi kamar pengantin baru yang sangat mewah. Bahkan lebih mewah dari hotel bintang lima.
Aroma maskulin dari Arka bercampur dengan wangi bunga mawar membuat jantung Feby berdegup kencang. Ia dengan leluasa bisa menatap wajah tampan yang terpahat begitu sempurna di depannya tanpa ada kurang sedikitpun.
Namun begitu ia mengingat masa depannya yang harus hancur oleh pria kejam ini, ia langsung membuang jauh-jauh perasaan kagum di hatinya.
"Aku nggak mau tidur satu ranjang dengan seorang pembohong!"
Sindir Feby lalu segera turun dari kasur.
Seperti biasa, Arka hanya menatapnya dengan tatapan tajam yang mampu membuat nyalinya langsung menciut seketika.
Pria tampan itu tidak sedikitpun menghiraukan ucapan Feby. Dengan seenaknya, ia langsung melenggang meninggalkan Feby dan masuk ke dalam kamar mandi.
Feby bisa mendengar dengan jelas suara shower yang dinyalakan bercampur dengan aroma sabun dan sampo yang keluar dari kamar mandi membuat kepalanya tiba-tiba merasa pening.
Feby akhirnya mengambil sebuah bantal dan selimut lalu bangkit berdiri meninggalkan ranjang menuju sofa. Ia meletakkan bantal dan selimut tersebut di atas sofa. Gadis itu memutuskan untuk tidur di sofa daripada ia harus satu ranjang dengan Arka.
"Aku nggak bakalan biarin pembohong itu berbuat yang tidak-tidak! Dia sudah merusak masa depanku! Mengapa ia harus berbohong kepada Ayah dan Om Tama tentang kejadian yang sebenarnya?! Lalu dia mengatakan hal itu dengan wajah datar tanpa rasa bersalah sedikitpun! Dasar pembohong! Dasar cowok es batu!"
Dengan sepuas hati, ia melontarkan semua kekesalannya kepada Arka.
Namun tak selang beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi pun terbuka. Menampakkan Arka yang keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang dililitkan di pinggangnya. Sontak Feby pun berteriak melihat itu.
"AAAAAAAAAAA!!--"
Hap!
Dan seperti biasa, Arka langsung membekap mulut Feby dengan tangannya hingga membuat gadis itu diam.
"Tidak bisakah kamu menghilangkan kebiasaan berteriakmu itu?!" Tanya Arka yang masih membekap mulutnya Feby.
"Lepaskan! Lepaskan aku!" Ucap Feby seraya mendorong tubuh Arka.
Begitu Arka melepaskannya, Feby segera menjauh dari Arka dan membalikan tubuhnya agar ia tidak melihat tubuh pria itu yang saat ini setengah telanjang.
"Kenapa keluar dari kamar mandi tidak memakai baju sih?!" Sungut Feby dengan kesal.
"Bukan urusan kamu"
Amarah Feby semakin meningkat mendengar jawaban super menyebalkan dari Arka.
"Tuan Arka yang terhormat, tolong saat anda keluar dari kamar mandi, pakai baju anda! Jangan menodai mata saya yang suci ini!" Dumel Feby pada Arka yang tengah memakai baju.
"Dan jika ada orang bicara, tolong dihargai! Jangan diabaikan seperti radio rusak!" Sambung Feby karena Arka tidak kunjung menjawabnya.
Detik berikutnya setelah Feby selesai bicara, Arka langsung membalikan tubuh Feby membuat gadis itu langsung menutup matanya.
"Apa yang anda lakukan?!" Tanya Feby yang masih menutup matanya.
"Buka mata kamu" Titah Arka.
"Tidak!" Tolak Feby.
"Buka atau saya akan melepas kembali baju yang sudah saya pakai di hadapan kamu sekarang juga?" Ancaman Arka sontak Feby pun langsung membuka matanya.
Begitu ia membuka matanya, ternyata pria tampan di hadapannya ini telah memakai baju. Ia pun menghelakan napasnya dengan lega.
"Apapun yang terjadi hari ini, anggap saja adalah kesalahan kecil. Jalani hidup kamu seperti biasa, dan saya akan menjalani hidup saya sendiri. Anggap saja, tidak ada hubungan apa-apa di antara kita berdua" Ucap Arka.
Deg.
"Kesalahan kecil?" Tanya Feby dengan mata berkaca-kaca.
"Ya" Jawab Arka dengan singkat.
"Anda bilang ini hanya kesalahan kecil?! Apakah anda tidak berpikir bagaimana masa depan saya?! Bagaimana cita-cita saya?! Bagaimana impian saya?! Semuanya hancur hanya karena anda berbohong kepada Ayah saya dan Om Tama!"
"Itu semua bukan urusan saya"
Jawab Arka dengan dingin mendengar itu sontak Feby langsung menangis.
"Kenapa Anda harus berbohong kepada Ayah saya? Apa untungnya? Apakah Anda ingin menyiksa hidup saya? Bahkan saya tidak mengenal Anda tuan... Kenapa anda tega menghancurkan hidup saya tuan Arka..." Tangisan Feby semakin menjadi-jadi.
Bukannya menenangkan ataupun meminta maaf, Arka justru memberikan sebuah dokumen kepada Feby. Gadis itu pun menerima dokumen itu dan membacanya.
"Dokumen kontrak pernikahan?"
Feby tertawa getir setelah selesai membaca seluruh isi dokumen yang diberikan oleh Arka.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
Malam yang panjang pun akhirnya berlalu. Arka dan Feby tidak tidur satu ranjang. Arka tidur di sofa, sedangkan Feby tidur di atas kasur.
Cahaya mentari masuk menyinari kamar pengantin baru lewat celah jendela. Pukul 05:10, Arka sudah bangun bahkan ia sudah mandi.
Pria itu baru saja melaksanakan sholat subuh.
Setelah selesai, ia langsung mengganti pakaiannya dengan jas hitam rapih yang selalu ia pakai sehari-hari untuk bekerja di kantor. Sebelum keluar, ia sekilas menatap Feby yang masih tidur terlelap. Gadis itu nampaknya terlihat begitu letih. Mata Feby terlihat bengkak akibat menangis. Feby bahkan tidur dengan memeluk erat dokumen yang semalam Arka berikan pada Feby. Hal itu membuat Arka tersenyum tipis.
Arka perlahan menyingkirkan tangan Feby untuk mengambil dokumen itu. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati agar gadis itu tidak sampai terbangun. Namun begitu Arka berhasil mengambil dokumen dari tangan Feby, tiba-tiba saja gadis itu memegang tangan Arka dan langsung menariknya hingga Arka kehilangan keseimbangan dan...
Bruk!
Tubuh pria tampan itu jatuh tepat di atas tubuh Feby. Dengan sigap, Arka langsung menyangga tubuhnya dengan dengan salah satu tangannya agar tidak membuat gadis itu terbangun.
Perlahan Arka mencoba untuk bangun. Namun Feby tiba-tiba saja memeluk erat tubuhnya hingga membuat ia kembali jatuh.
Dengan jarak sedekat ini, Arka bisa menatap wajah cantik Feby yang masih terlelap. Dengkuran halus dari gadis itu membuat sedut bibirnya kembali terangkat. Ia sungguh tidak menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya. Ia menatap wajah seorang gadis yang tertidur lelap di atas kasurnya. Terlebih lagi, gadis itu kini telah resmi menjadi istrinya.
Arka masih saja menatap wajah Feby, hingga gadis itu perlahan membuka matanya. Feby mengerjapkan kedua matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk dari celah jendela. Begitu ia sadar, kedua mata Feby membulat sempurna saat melihat seorang pria tampan yang tengah menatapnya dengan jarak yang begitu dekat.
"A-a-apa yang sedang Tuan lakukan?!" Tanya Feby dengan terbata-bata.
"Saya hanya--"
"Jangan berani-berani menyentuhku! Jauhi aku atau aku akan berteriak sekarang juga!" Feby langsung memotong ucapan Arka.
Hal itu membuat Arka langsung melayangkan tatapan tajam kepada Feby. "Buang jauh-jauh pikiran kotormu itu! Saya hanya ingin mengambil dokumen ini" Jawab Arka seraya menunjukkan dokumen yang ada di tangannya pada Feby.
Pria tampan itu pun langsung bangkit berdiri seraya merapihkan jasnya yang sedikit berantakan.
"Lalu kenapa harus menindihi tubuhku, hah? Dasar pria mesum!" Tanya Feby.
"Bukan saya yang menindihi tubuh kamu tapi kamu yang menarik tangan saya hingga saya jatuh. Bahkan kamu memeluk erat tangan saya sampai saya tidak bisa bergerak sedikitpun" Tandas Arka.
"Bohong! Aku nggak percaya!"
"Terserah. Saya tidak perduli" Saut Arka kemudian langsung melenggang pergi keluar dari kamar meninggalkan Feby yang masih menatapnya dengan tatapan kesal.
"Ya Allah... Dosa besar apa yang telah hamba lakukan sampai hamba harus bertemu dengan pria menyebalkan seperti dia... Hari ini kan aku berangkat sekolah! Ishhhh! Gara-gara tuan es batu itu aku sampai lupa!" Dumel Feby kemudian langsung beranjak dari kasurnya dan masuk ke dalam kamar mandi.
🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️
30 menit kemudian, Feby keluar dari kamarnya dengan kondisi yang sudah rapih memakai seragam SMA. Gadis itu berlari kecil keluar dari kamarnya lalu turun dari tangga.
"Sini Feb, sarapan dulu"
Ia menghentikan langkahnya begitu mendengar suara Ibunya memanggil saat ia melewati meja makan. Semua orang sudah duduk di meja makan. Ayahnya, Ibunya, Om Tama, Tante Karin, dan juga... Arka.
Mereka semuanya menyambut Feby dengan sebuah senyuman hangat. Kecuali Arka. Pria tampan itu hanya menatap Feby dengan tatapan dingin seperti biasanya.
"Ayo Feb... Sarapan dulu" Panggil Tante Karin.
Dengan terpaksa akhirnya ia melangkah menuju meja makan. Sebenarnya ia sedang tidak mood melihat wajah Arka. Apalagi duduk di samping pria itu, dan sarapan bersamanya. Pria itu selalu saja menunjukkan tatapan dingin dan tajam kepadanya.
Feby menarik kursi di samping Arka dengan wajah tertekuk karena hanya kursi itulah yang tersedia.
"Aduh pagi-pagi di samping es batu bisa-bisa jadi beku nih..." Sindir gadis itu dengan suara lirih dan hanya bisa didengar oleh Arka saja. Namun Arka tidak menghiraukannya sedikitpun.
"Feby? Ada apa? Kok muka kamu ditekuk kaya gitu?" Tanya Tante Karin.
Feby langsung memaksakan senyumnya mendengar itu. "Nggak apa-apa Tante" Jawab Feby seraya menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Iya Feb, kamu beneran nggak apa-apa? Mata kamu juga keliatan bengkak semalem kamu nangis?" Kini giliran Ibunya yang ikut bertanya.
Ibu-ibu memang punya rasa penasaran yang tinggi ya.. Kalo nggak di jawab, nanti nanya terus. Kayanya pagi ini aku harus ngarang cerita deh batin Feby.
"Kok diem aja?" Tanya Ibu Feby.
"Aku nggak apa-apa kok. Mataku bengkak soalnya semalem aku nggak bisa tidur gara-gara Tuan Arka" Jawab Feby berusaha untuk mencari alasan. Namun entah mengapa, tiba-tiba saja raut wajah Ibunya, Ayahnya, Tante Karin, dan Om Tama berubah mendengar jawaban Feby.
"Ini kenapa eskpresi wajah mereka berubah kaya gitu?" Batin Feby.
"K-ka-kalian nggak ngelakuin apa-apa semalam kan?" Tanya Saras Ibu Feby dengan terbata-bata.
Feby mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari Ibunya "Ngelakuin itu apa Bu?"
"Arka! Papah sudah peringatkan kamu sebelumnya! Jangan melakukannya selama Feby masih sekolah! Kamu tau kan akibatnya nanti apa?!" Tama tiba-tiba saja berbicara dengan nada berbeda kepada Arka yang sedari tadi hanya diam.
"Saya tidak melakukan apapun, Pah" Jawab Arka dengan datar.
"Tapi Feby bilang..." Tama menunjuk Feby.
"Kalian semua salah paham. Dia mengatakan semalam dia tidak bisa tidur, bukan berarti kami telah melakukannya" Jelas Arka.
Feby mengunyah makanan di mulutnya dengan tatapan bingung. Sebenarnya apa yang tengah mereka bicarakan? Itulah tanda tanya besar di otaknya.
"Aku bingung Bu... Aku hanya mengatakan kalau mataku bengkak karena semalam aku tidak bisa tidur, tapi mengapa respon kalian semua berlebihan seperti itu? Memang apa yang kami lakukan? Aku tidak mengerti Bu..." Ucap Feby dengan begitu polos.
Saras sontak menjawab pertanyaan putrinya itu dengan begitu jujur. "Maksudnya malam pertama suami istri. Kalian semalam belum melakukannya kan?"
______________________________________________
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Mar Diati
upnya dong
2025-03-24
1