Bab 4. Dilema Feby

Saras sontak menjawab pertanyaan putrinya itu dengan begitu jujur.

"Maksudnya malam pertama suami istri. Kalian semalam belum melakukannya kan?"

"Saras!" Satya langsung menegur istrinya itu yang bicara begitu blak-blakan.

"Sudah lupakan apa yang dikatakan Ibumu Feb. Kamu jangan memikirkannya. Pikirkan saja sekolahmu, dan masa depanmu. Kamu mengerti?" Ucap Ayah Feby.

Feby mengangguk pelan tanpa bisa berkata apa-apa lagi.

Pembicaraan pagi ini sungguh membuatnya begitu canggung. Rasanya, ia ingin sekali menenggelamkan diri sekarang juga karena ia begitu malu!

"Saya berangkat dulu" Kata Arka tanpa memperdulikan pembicaraan yang tengah terjadi di meja makan.

Feby melirik Arka yang sudah selesai sarapan. Pria tampan itu benar-benar tidak memiliki ekspresi apapun! Saat hendak berdiri dan pergi, tiba-tiba saja Ayah Feby mencegah Arka.

"Maaf nak Arka, bisa minta tolong untuk sekalian antarkan juga Feby ke sekolahnya? Hari ini Ayah ada urusan jadi tidak bisa mengantar Feby" Kata Ayah Feby.

Feby langsung mendelik mendengar perkataan Ayahnya itu. Dalam itu hati sungguh berharap Arka menolak permintaan Ayahnya. Ia lebih baik jalan kaki ke sekolah dari pada harus satu mobil bersama Arka.

Namun diluar dugaannya, pria itu memang tidak mengatakan apapun. Namun ia menjawab permintaan Ayahnya hanya dengan sebuah anggukan kepala saja.

"Terima kasih nak. Hati-hati ya..." Satya tersenyum mendapatkan jawaban dari Arka meskipun hanya sekedar anggukan kepala saja.

Feby menghembuskan napasnya seraya meratapi nasibnya yang begitu sial. Mengapa ia harus berurusan lagi dengan pria dingin yang sangat pelit bicara ini? Wajahnya memang tampan, tubuhnya memang kekar. Akan tetapi, sifatnya itu sangat menyebalkan!

Dengan berat hati ia akhirnya berangkat ke sekolah bersama Arka. Ia sebenarnya memang malas berurusan dengan Arka. Akan tetapi, ia juga tidak berani menolak titah dari sang Ayahnya. Inilah definisi buah simalakama.

🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️

Selama di perjalanan, Arka tidak mengatakan apapun pada Feby. Tidak ada percakapan diantara mereka berdua. Feby pun merasa enggan untuk memulai percakapan dengan Arka.

Mobil Lamborghini yang mereka tumpangi membelah jalanan pagi yang masih senggang. Cuaca hari ini begitu cerah. Bahkan sepertinya, matahari akan bersinar sangat panas pagi ini. Karena ini adalah hari Senin. Entah mengapa setiap hari Senin, matahari akan bersinar lebih panas dibandingkan dengan hari lainnya.

Padahal Feby selalu berharap hari Senin mendung karena ia akan melakukan upacara bendera. Namun naasnya justru matahari selalu saja bersinar lebih panas.

"Kamu sudah menandatangani dokumen yang saya berikan semalam?"

Feby membuyarkan lamunannya begitu mendengar suara pria tampan di sampingnya.

"Sudah" Jawab gadis itu.

"Kamu sudah membacanya?"

"Sudah" Jawab gadis itu berbohong. Sebenarnya ia tidak membaca keseluruhan isi dokumen itu. Ia hanya membaca bagian awalnya, lalu langsung menandatangani dokumen itu.

"Maaf tuan bolehkah aku bertanya?"

"Hmm" Gumam Arka.

"Kenapa tuan berbohong kepada Ayahku dan Om Tama tentang kejadian sebenarnya? Maksudku, apa keuntungannya? Kalaupun tuan ingin menikah, tuan Arka kan bisa mencari gadis yang lebih cantik yang sepadan dengan tuan. Kenapa harus memilihku yang jelas-jelas tidak sepadan?"

"Itu urusan pribadi saya. Kamu tidak berhak mengetahuinya" Jawab Arka.

"Kalau orang-orang tau kejadian ini, tuan bisa dianggap sebagai pedof--"

Mendengar itu, Arka langsung melayangkan tatapan tajam pada Feby. Namun Feby tetap saja menyelesaikan ocehannya.

"Tuan bisa dianggap pedofil karena menikahi gadis di bawah umur yang masih sekolah. Saat ini umurku baru 18 tahun. Apa kata orang-orang nantinya kalau tau seorang CEO yang tampan dan sukses menikahi gadis di bawah umur. Bisa-bisa orang-orang berpikir bahwa tuan tidak bisa mencari pasangan hidup yang sepadan makannya menikahi gadis di bawah umur. Itu maksudku..."

Citttt...

Arka tiba-tiba saja menginjak rem mobilnya dengan mendadak tepat setelah ia menyelesaikan ocehannya. Feby menatap Arka dengan kesal.

"Kenapa berhenti mendadak sih?!"

Dumel gadis itu.

"Karena kita sudah sampai di sekolah kamu. Kamu mau turun sekarang, atau tidak? Jangan buang-buang waktu saya" Ucap Arka.

Feby langsung menatap keluar lewat jendela. Dan benar saja, mereka telah sampai di sekolah Feby. Gadis itu menggaruk kepalanya seraya tersenyum malu.

"Tapi tuan belum menjawab pertanyaan saya barusan! Jawab dulu, apa alasan tuan menikahi saya? Apakah tuan ingin menyiksa hidup saya?--"

"Sstttt..." Arka langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir gadis itu. Hal itu berhasil membuat Feby langsung diam seketika. Ia menatap wajah Arka tanpa berkedip sedikitpun.

"Kita bicarakan itu nanti. Sekarang saya harus berangkat ke kantor, dan kamu juga harus sekolah kan?" Kata Arka.

"T-tapi kapan?" Cicit Feby.

"Nanti malam, di kamar tidur. Tunggu saya nanti malam. Mengerti?"

Feby mengangguk tanpa berkata apapun. Gadis itu seperti tersihir Begitu saja oleh ketampanan Arka. Feby pun keluar dari mobil Arka dengan wajah yang bersemu merah.

N-nanti malam? Di kamar?

Batin Feby.

Dengan wajah yang masih bersemu, ia pun bergegas pergi meninggalkan Arka yang masih menatapnya dari dalam mobil.

Melihat Feby yang berlari kecil, karena malu akibat ulahnya, sebuah senyuman tipis terbit di wajah tampan Arka.

"Gadis konyol" Gumam Arka.

Lalu detik berikutnya ia segera menancapkan gas mobilnya meninggalkan sekolah Feby.

🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️

Seperti biasanya, setiap hari Senin upacara bendera rutin dilakukan. Pukul tujuh kurang sepuluh menit, para siswa-siswi sudah berkumpul di lapangan sekolah.

Feby sengaja menghindari teman-teman paskibranya agar ia tidak ditugaskan karena ia merasa sangat lelah. Apalagi semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Namun begitu ia sampai di lapangan, salah satu teman paskibranya memergokinya dan langsung menarik Feby untuk maju.

"Woi ini ada Feby! Pemimpin upacaranya kan nggak berangkat soalnya lagi sakit, gimana kalo hari ini Feby aja yang jadi pemimpin upacara?" Ucap Hamka seraya menarik lengan Feby.

Feby sempat menolak dengan berbagai macam alasan. Namun semua teman-temannya memaksanya untuk menjadi pemimpin upacara. Dan pada akhirnya ia pun menerimanya meskipun terpaksa.

Upacara bendera pun dimulai. Namun matahari semakin bersinar begitu terik. Hal itu membuat banyak murid yang pingsan selama upacara berlangsung.

Keringat mengucur deras di dahi Feby. Wajah cantiknya terlihat memerah karena terkena sengatan sinar matahari. Kepala Feby tiba-tiba saja terasa berdenyut nyeri. Namun ia berusaha sebisa mungkin untuk tetap berdiri tegap selama upacara berlangsung.

Setelah hampir satu jam berlalu, upacara pun akhirnya selesai. Rasa sakit di kepala Feby semakin menjadi. Gadis itu segera menepi dari lapangan dan duduk di pinggir lapangan bersama siswa lainnya.

"Feb?"

Feby menoleh ke sumber suara dan ternyata itu adalah Evandra yang entah sejak kapan sudah duduk disampingnya.

Evandra adalah kapten basket di SMA Bhakti Jaya yang sangat terkenal dengan wajah tampan dan gaya tengilnya. Selain itu, ia juga dikenal sebagai salah murid yang menyukai Feby secara terang-terangan. Berbagai cara telah pria itu lakukan untuk menaklukkan hati Feby. Namun sampai detik ini usahanya masih belum membuahkan hasil.

Evandra menatap wajah Feby lalu tiba-tiba saja menyeka keringat gadis itu dengan tisu.

"Capek banget ya?" Tanya Evandra.

"I-iya lumayan Van" Jawab Feby seraya memundurkan wajahnya dari Evandra.

"Sini, biar gue lap kering Lo"

Kata Evandra namun Feby langsung mengambil tisu tersebut dari tangan Evandra seraya tersenyum.

"biar aku sendiri aja. Aku bisa kok hehe"

Jawab Feby lalu segera menyeka keringat diwajahnya.

Evandra terus menatap Feby tanpa berkedip sedikitpun. Bahkan pria itu menatap Feby seraya tersenyum. Hal itu membuat Feby merasa sedikit risih dengan sikap pria itu kepadanya. Namun ia tetap berusaha bersikap normal.

"Sejak kapan Lo pakai cincin Feb?" Tanya Evandra yang melihat cincin di jari manis Feby.

Aduh gawat! Kenapa sampai lupa dilepas sih?! Batin Feby.

"K-kemarin..." Jawab Feby berusaha tenang.

Evandra tiba-tiba saja menatapnya dengan tatapan intens.

"Bukan cincin pernikahan, kan?"

Deg!

Feby langsung mendelik mendengar itu. "B-bukan lah!"

Jawab gadis itu kelabakan.

Evandra terkekeh melihat reaksi Feby.

"Jawabnya nggak usah serius gitu dong Feb. Gue kan cuma bercanda"

Feby berdecak kesal mendengar ucapan pria itu.

"Ck! Bercandanya nggak lucu Van!" Dumel Feby.

"Lagian kalo pun suatu hari nanti Lo pakai cincin pernikahan, itu harus cincin pernikahan dari gue" Goda Evandra.

"Apaan sih Van..."

Feby bangkit berdiri karena jika tidak, pria itu akan terus menggodanya dengan berbagai macam gombalan yang membuat kepala semakin berdenyut nyeri.

Evandra pun ikut berdiri dan langsung berlari kecil untuk mengejar Feby. Begitu berhasil mengejar Feby, Evandra tiba-tiba saja memegang tangan Feby tanpa izin. Sontak Feby pun sangat terkejut dengan hal tersebut.

"Van... Lepasin! Malu nanti diliatin sama orang-orang!" Bisik Feby pada Evandra.

Bukannya melepaskan tangan Feby, Evandra justru semakin menggenggam erat tangan gadis itu seraya berlutut di hadapan Feby.

Hal itu sontak membuat semua orang memekik histeris melihat apa yang dilakukan oleh Evandra.

"Lo nggak perlu malu diliatin sama orang-orang. Justru hari ini juga, di depan semua orang gue mau nyatain perasaan gue ke Lo Feb... Gue Evandra Bagaskara, jatuh cinta sama Lo Feby Ayodyha Larasati..."

Ucap Evandra.

______________________________________

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!