Ningsih membuka matanya dengan perlahan. Kepalanya terasa pusing, dengan bersusah payah, ia memaksakan untuk bangun.
"baring aja kalau masih pusing. bilang aja, kamu mau apa? biar Kakak aja yang ngambilin!" cegah seseorang, sambil membaringkan kembali tubuh Ningsih.
Mata Ningsih membulat saat melihat siapa pelakunya. Ingatannya kembali berputar pada kejadian sebelum dia pingsan.
"Dek? Dek, ngomong dong! jangan kayak gini!" pria itu tak lain adalah suami Ningsih, Arjuna Putra Wibowo. ia mengguncang bahu Ningsih dengan pelan dan perasaan hawatir karena gadis itu hanya diam dengan tatapan kosong.
"bagaimana bisa Kak? kenapa bisa?" tangis Ningsih akhirnya pecah setelah pertanyaan itu keluar dari bibirnya. ia bangun dan menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Juna yang melihat hal tersebut langsung menggenggam tangannya, "nangis aja dek, nangis aja! Kakak janji, setelah ini Kakak nggak akan biarin air mata kamu menetes karena sedih" ucapnya sambil merengkuh Ningsih ke dalam pelukannya.
Ningsih berusaha mencerna apa yang dimaksud Juna. Bukankah tidak selayaknya Juna berkata demikian padanya? Hello! Juna dan Kak Tania itu bukan dijodohkan loh, tapi mereka memang pacaran, bahkan delapan tahun lamanya. bukannya nggak wajar kalau Juna berkata semanis itu pada Ningsih sementara pernikahan ini terjadi karena terpaksa?
Ningsih melerai pelukan Juna padanya. saat melihat mata itu, Ningsih membeku karena di dalam sana tak ada sinar keraguan, yang ada hanya binar penuh tekad dan keyakinan. ada apa sebenarnya dengan Juna? Bukankah seharusnya ie bersedih karena tak menikahi kekasihnya?
"Kak? Kenapa kalian membuat aku bingung? kalian.....sebenarnya kalian semua kenapa? kenapa kalian tega nempatin aku di posisi ini?" tanya Ningsih dengan suara lirih. Juna kembali menariknya ke dalam pelukan. Ia tahu apa yang terjadi hari ini, benar-benar berat bagi gadis itu. Tapi saat ini, ia benar-benar tidak tahu untuk menjawab apa. karena apapun yang akan ia katakan, pasti sangat susah diterima Ningsih sebagai jawabannya.
"Sisi, Sisi udah sadar sayang?" suara tersebut membuat Ningsih menarik diri dari pelukan Juna. Ia mengalihkan tatapannya pada sang Mama yang baru saja memasuki kamar karena pintu sejak tadi memang terbuka.
Ningsih tak menjawab pertanyaan Mamanya, dia hanya menatap wanita yang terlihat sangat hawatir itu dengan datar.
"Iya, Ma. Sisi baru aja sadar" Juna memilih menjawab pertanyaan Wanita yang sudah resmi menjadi mertuanya itu, karena ia melihat Ningsih sama sekali tak berniat menjawabnya.
"syukurlah Sayang!" ujar Ana--Mama Ningsih--sambil mendekat dan bermaksud membelai rambut putrinya, namun tak disangka, Ningsih langsung menghindar. Wajah Ana seketika berubah sendu, ia tahu Ningsih pasti sangat berat menerima semuanya.
"Maaf, sayang! Maafin Mama!" tangis Ana. Ningsih memalingkan wajahnya dari wanita yang melahirkannya itu. bukan, bukan karena Ningsih benci pada Mamanya. tapi lebih tepatnya, ia tak sanggup melihat tangisan Ana. ia tahu pasti Mamanya itu merasa bersalah padanya.
"tinggalin Sisi sendirian. Aku.....aku mau sendiri dulu" ujarnya pelan.
"tapi....."
"kalau sudah waktunya resepsi, suruh Mbak Lila masuk aja. tenang, aku tetap akan mendampingi Kakak di resepsi nanti kalau itu yang Kakak hawatirkan!" potong Ningsih cepat saat Juna ingin menyanggah.
Juna menatapnya tajam saat kalimat itu keluar dari mulutnya. rasanya emosinya akan segera meledak kalau saja ia tak mengingat kondisi gadis yang sudah sah menjadi istrinya itu.
Juna menghela nafas keras, "oke. Kakak dan Mama akan keluar, tapi kamu janji nggak akan ngelakuin hal aneh" Juna memilih mengalah.
"maksud Kakak hal aneh itu seperti kabur dari pernikahan ini?" sindirnya. Rahang Juna seketika mengeras "jangan macam-macam Sisi. kamu nggak akan bisa kabur dari aku dan kamu tahu sendiri hal itu!" peringatnya.
Ningsih mendengus dengan air mata yang seketika jatuh dari pelupuk matanya. "oh ya? lalu kenapa Kak Tania kabur Kakak nggak bisa nemuin? bahkan kalian dengan tega malah ngorbanin aku!" katanya dengan suara lantang, bahkan sang Mama terkejut mendengarnya.
Juna terdiam. Ia menarik nafasnya dalam-dalam berusaha menetralkan emosinya. Ia mengalihkan tatapannya pada Ana "Mama sebaiknya keluar duluan, nanti Juna nyusul. Juna mau bicara dulu pada Sisi" sarannya saat melihat wajah pias Mama mertuanya karena terkejut dengan suara lantang Ningsih tadi, Mungkin karena selama ini Ningsih bersikap lemah lembut dan penurut. Tanpa mengatakan apapun, Ana menurut meninggalkan keduanya.
"Si, dengarin Kakak. Kakak takut ninggalin kamu sendiri bukan karena takut kamu kabur atau melewatkan acara resepsi nanti. Persetan dengan resepsi atau semacamnya, Kakak nggak peduli itu. Kakak cuma takut kamu ngelakuin hal bodoh yang bisa ngerugiin diri kamu sendiri!" ujar Juna dengan tegas. Ia tahu Ningsih meragukannya, tapi Juna berani bersumpah demi apapun kalau tak pernah terlintas dipikirannya semua yang dituduhkan Ningsih.
Ningsih hanya diam tak menanggapi, lagi-lagi Juna menghela nafas gusar.
"Si, percaya sama Kakak kalau semua akan baik-baik saja!" pinta Juna memohon, ia berusaha menggenggam tangan Ningsih namun gadis itu menepisnya.
"kasih Ningsih waktu untuk sendiri. Ningsih mohon Kak!" Ningsih mengutuk air matanya dalam hati karena lagi-lagi menetes. "ada banyak hal yang Ningsih takutkan karena pernikahan ini, jadi Ningsih mohon kasih Ningsih waktu untuk berfikir" tambahnya. akhirnya, mau tak mau Juna menuruti. dengan langkah berat, ia meninggalkan sang Istri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sus Siti
mampir thor...seru ni kyknya
2021-06-06
1
Siska Feranika
Udah capek scroll cari yg bikin seru dan penasaran dan jaruh dipilihan ini..semoga berkenan..😍😍😍😍
2021-03-18
1
Daffodil Koltim
situ waras,,,suruh org lain tenang,ga ngebayangin bgaimna perasaan sisi,,,,🤔🤔🤔
2021-02-05
6