HTW 2

Jangan meragukan kasih sayang Tuhan, saat impianmu tidak terwujud.

***/***/***/***/***/***/***/***

Tepat di bulan ketiga usia pernikahan mereka, dokter kandungan menyatakan kalau di dalam perut Laras, sudah tumbuh janin yang berusia 5 minggu. Tidak ada lagi kata, yang bisa menggambarkan betapa sempurnanya kehidupan Laras bersama Tyo saat itu.

Laras mengalami banyak kesulitan, di awal kehamilannya. Bahkan kebiasaan mual dan muntah di pagi hari, terus berlangsung sampai membuat Laras kepayahan. Obat dan vitamin yang telah direkomendasikan oleh seorang dokter ahli kandungan pun, terasa tak berarti.

Melihat siksaan yang harus dialami oleh sang istri, Tyo hanya bisa terus menemani dan mengawasi. Dia tidak pernah pergi meninggalkan Laras, dan memilih untuk mempercayakan semua pekerjaan pada orang kepercayaanya.

-

Kehidupan rumah tangga Laras berjalan sangat baik. Sepertinya, keputusan untuk menerima lamaran Tyo dan menjadikannya sebagai suami, adalah pilihan yang paling tepat.

Tyo selalu bersikap hangat dan juga perhatian, sejak pertama mereka kenal. Keduanya telah menjalin hubungan sejak Laras masih duduk di bangku SMA. Itu semua berkat bantuan Nuri, sahabat Laras yang merupakan adik kandung Tyo. Namun hubungan mereka sempat terputus, karena Tyo tiba-tiba menghilang tanpa kabar.

Akhirnya penantian Laras selama 2 tahun , tidaklah sia-sia. Sesuai janjinya, Tyo kembali datang dan mengajukan lamaran. Tanpa harus melalui banyak rintangan, pernikahan tergelar mewah untuk ukuran sebuah kampung. Tyo tidak segan-segan mengeluarkan budget besar untuk hari bahagianya bersama Laras.

Sejak menikah dan diboyong ke kota, Laras tidak pernah merasa kekurangan. Tyo berusaha menyediakan semua kebutuhan sang istri, bahkan sebelum diminta. Walaupun akhir-akhir ini Laras sering termenung, itu semua bukan karena Tyo. Melainkan karena dia sedang merindukan Nenek dan adiknya di kampung.

-

“Ada apa, hem?” Tanya Tyo lembut. Dia memeluk tubuh Laras, yang berdiri di pinggir pagar balkon kamar.

“Aku pengen ketemu sama Nenek dan Arya , Mas.”

Posisi Tyo yang berada di belakang, mempermudah laki-laki itu untuk menghirup aroma shampo dari rambut Laras. Tidak lupa, dia juga mengusap lembut kulit lengan wanitanya yang terasa dingin, akibat udara malam.

“Kamu kangen sama mereka?”

Laras hanya mampu menganggukkan kepala, saat dia merasakan tenggorokannya menjadi serak dengan mata yang mulai berkaca. Tidak ada satu pun suara yang berhasil lolos dari mulutnya.

“Dan memberitahukan kabar gembira tentang kehamilanmu?”

Lagi-lagi Laras hanya bisa mengangguk.

“Kalau begitu, besok kita berangkat ke rumah Nenek.”

Mendengar kabar gembira seperti itu, Laras langsung membalikkan badan. Hatinya dipenuhi rasa bahagia yang luar biasa. Sama sekali tidak menyangka, kalau sang suami tidak mengabaikan keinginannya. Jauh berbeda dari tebakan yang dia simpan dalam hati.

“Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu?” Tanya Laras, ragu.

“Perlu aku ingatkan! Aku adalah Bosnya, jadi aku bebas menentukan kapan mau berangkat kerja atau malah tiduran di rumah.”

Tyo jelas-jelas sedang menyombongkan diri, di hadapan Laras.

“Benarkah? Semudah itu? Bukankah seharusnya seorang Bos itu malah punya kewajiban dan tanggung jawab lebih, Mas?”

“Itu memang benar. Tapi bukan berarti suamimu ini tidak boleh libur, kan?” Tyo bertanya balik. Dan Laras kembali menganggukkan kepala, setelah berpikir sejenak.

“Iya juga ya….”

“Jadi?”

“Jadi?” Laras menautkan alis. “Jadi apa, Mas?” Laras tidak mengerti arah pertanyaan Tyo.

“Kau mau meneruskan, atau membatalkan rencana keberangkatan kita ke rumah Nenek, besok?”

Tanpa sadar, Laras mencekram lengan sang suami.

“Jadi! Jadi Mas!” ucap Laras, lantang. Tidak mau kehilangan kesempatan untuk bisa berkumpul bersama nenek dan juga adik tersayangnya.

Tyo tersenyum melihat binar dan semangat Laras melalui matanya. “Kalau begitu, sekarang kamu harus istirahat, ini sudah malam. Jaga diri baik-baik, karena sekarang di dalam dirimu ada calon anak kita.”

Tyo menggiring langkah Laras menuju ranjang. Merapatkan bantal, lalu menarik selimut dan kembali melingkarkan lengan di pinggang sang istri.

“Ada apa lagi, Ajeng?” Tanya Tyo. Laki-laki itu tahu, kalau Laras belum tertidur setelah beberapa waktu.

“Mas?”

“Hmm?”

“Jangan marah ya?” Laras terdengar begitu berhati-hati.

“Kenapa?”

Perlahan, Tyo membelai rambut Laras. Mencoba menyalurkan ketenangan dan memberikan suasana yang santai. Dia tidak ingin Laras merasa takut padanya, apalagi sampai membuat wanita itu menyembunyikan banyak hal, nantinya.

“Sebenarnya… Mas tuh kerjanya apa sih?”

Tyo kembali membuka mata, meski rasa kantuk sudah sangat menyiksa. Tubuhnya pun ikut menegang, bersamaan dengan warna pucat yang mulai menjalar.

“Kenapa tiba-tiba kamu tanya, begitu?”

Selama ini, Tyo memang tidak pernah cerita tentang pekerjaanya pada Laras. Dan sang istri pun tidak pernah bertanya. Entah karena terlalu percaya, atau malah karena rasa segan yang berlebihan.

“Soalnya tadi pagi, aku ketemu ibu-ibu yang lagi pada jagain anak-anaknya main prosotan, di taman deket rumah. Ibu-ibu itu cerita tentang kesibukan suami mereka masing-masing. Ada yang sibuk di kantor, sampai pulang larut malem. Terus ada juga yang kerjaanya sering pergi ke luar negeri,” terang Laras.

“Terus?”

“Terus Laras jadi kepikiran sama Mas,” jawab Laras.

“Kepikiran sama Mas?” Tyo menunjuk dirinya sendiri.

Laras mengangguk.

“Kenapa?”

“Laras kan ngga tahu apa pekerjaan Mas, jadi Laras jadi ngga ikutan cerita. Laras juga ngga bisa jawab, pas ibu-ibu menor tanya kesibukan Mas.”

“Ibu-ibu menor?” ulang Tyo.

“Iya. Kalau ngga salah, yang rumahnya ada di ujung jalan. Yang dandannya tebal, lipstiknya merah, terus pake emasnya banyak banget. Mas kenal?”

Tyo terlihat sedang berpikir.

“Emang, ibu-ibu itu tanya apa aja sama kamu?” Tyo jadi ikut penasaran.

Merasa sang suami merespon kegelisahannya, Laras berbalik dan menghadap Tyo.

“Dia nanya-nanya apa kerjaan Mas. Katanya dia ngga pernah liat Mas berangkat kerja, tapi kok bisa punya rumah besar dan mobil sebagus punya dia. Terus tanya, kenapa aku ngga pernah keliatan pake gelang atau kalung sebesar punya dia. Begitu,” Laras menarik nafas panjang, setelah menggakhiri ceritanya.

Tyo menahan senyuman licik, tanpa Laras sadari.

“Mulai besok kamu pakai semua emas yang sudah Mas belikan! Jangan sampai ada yang ketinggalan. Tunjukkin ke ibu-ibu menor itu, kalau kekayaan Mas lebih banyak daripada punya dia.”

“Kenapa begitu, Mas?” Tanya Laras, bingung.

“Mas ngga terima kalau sampai ada orang yang menghina kamu. Siapapun itu.”

Laras menunduk takut mendengar suara Tyo yang mulai meninggi. Pelukan laki-laki itu pun semakin mengerat dan terasa sakit. Laras mengerti kalau sudah saatnya untuk berhenti bicara.

“Tidurlah! Atau kita akan bangun kesiangan, dan tidak jadi ke rumah Nenek.”

Tyo memberikan perintah tegas. Tangannya masih mengepal, menahan emosi.

“Iya Mas,” lirih Laras.

***

Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kemiripan tokoh, jalan cerita, dan juga tempat, itu mungkin sebuah kebetulan semata.

Mohon maaf untuk typo dan kata-kata yang sekiranya menyinggung atau tidak sesuai dengan kenyataan, karena semua ini murni hanya karangan penulis.

Terima kasih untuk semua like, komen, dan vote poin maupun koin. Untuk yang sudah memberi bintang lima dan tanda love juga, terima kasih banyak.

Terpopuler

Comments

Berdo'a saja

Berdo'a saja

hehh😏😏😏😏😏😏😏😏😏😏

2022-02-24

0

Ayuk Vila Desi

Ayuk Vila Desi

ini Bram apa Tyo sih

2022-02-10

0

Irma Sari

Irma Sari

makin seru...

2021-09-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!