Pungut Bayi [ Markhyuck ]
PB | 05
Hari demi hari, Minggu demi minggu, bulan demi bulan telah terlewati.
Banyak yang sudah Mark dan Haechan lalui selama menjaga Chenle.
Bayi itu sekarang sudah berumur 1 tahun 3 bulan. Sudah bisa memberi nama panggilan untuk Mark juga Haechan. 'papa' dan 'mama' kata itu yang Chenle kecil sematkan pada dua sosok yang menjaganya selama ini.
Akhir-akhir ini juga Haechan sering dibuat nelangsa oleh Chenle, karena apa? Karena bayi itu sekarang sudah aktif-aktifnya, lebih keseringan pamer, ya... Mungkin hanya Haechan yang berpikir bahwa bayi itu pamer. Chenle kecil semenjak bisa merangkak, bayi kecil lebih sering hilang entah kemana hingga membuat Mark dan Haechan pusing mencarinya. Pernah sekali tiba-tiba Haechan menemukan Chenle berada di dalam lemari, ia mendengar kala suara ketuk-ketuk dari arah sana, dan pertanyaannya kok bisa masuk? Gila. Yang kedua Mark, pernah menemukan Chenle tersangkut di tempat samping cucian. Aneh-aneh saja tingkahnya.
Hari ini weekend, dan Haechan memutuskan untuk di rumah sembari menjaga Chenle. Mark? Pria itu juga sama, namun yang membedakan adalah Haechan yang bergerak kesana-kemari, sedangkan Mark molor di kamarnya.
Haechan sedang membuatkan susu untuk Chenle, si kecil saat ini sedang berada di karpet dekat sofa ruang tengah.
Baby Chenle
"mmamaa~ cuuu~"
Haechan
"iya sayang, ini kakak udah siapin susu buat lele"
'Kakak' Haechan sematkan untuk dirinya sendiri, ia hanya berpikir untuk apa dia memanggil dirinya dengan sebutan Mama? Dirinya bukannya melahirkan Chenle, lagipula semakin bayi itu tumbuh besar sangat mengharuskan untuk si kecil tau tentang yang sebenarnya, tidak mau adanya kebohongan yang melanda kedepan. Meski tak tau pasti apakah akan menerima atau tidak.
Chenle langsung memegang dot yang berisi susu formula itu dengan kuat. Ternyata si kecil sudah menunggu untuk itu? Lucu, Haechan terkekeh di buatnya.
Haechan berdiri dari jongkoknya, matanya mengedar. Si pria aneh itu tidak ada, apa iya masih tidur? Pikir Haechan.
Haechan
"lele baik-baik di sini ya? Jangan ngeluyur oke? kakak mau bangunin papa kamu dulu." ucapnya, mengusap rambut halus si kecil pelan lalu pergi menuju kamar Mark.
Sesampai langkah kakinya ia bawa di depan kamar Mark. Ingin mengetuk tapi ia gugup, entahlah akhir-akhir ini dirinya selalu merasa tidak nyaman dengan dirinya, terutama perutnya yang seolah di kerubungi oleh kupu-kupu yang berterbaran, itu membuatnya geli.
Ketukan pintu darinya tak membangunkan. Tangannya ia arahkan untuk memegang knop pintu, memutarnya dan 'ceklek' terbuka. Mark ternyata tidak mengunci kamarnya. Lalu membuka lebih lebar. Bisa Haechan lihat sosok itu masih tertidur dengan nyenyak nya sambil memeluk sebuah guling.
Haechan
"Mark, bangun!" tangannya menggoyangkan lengan Mark pelan, berharap pria itu bangun.
Mark
"hmh.." menggeliat, lalu mengubah posisinya sehingga membelakangi Haechan.
Haechan melongo di buatnya.
Haechan
"serius lo kagak mau bangun?!" suaranya terdengar sedikit keras, namun tampaknya tak dihiraukan oleh Mark.
Mata Mark masih terpejam, memeluk guling ya dengan erat, menguap pelan lalu menyamankan dirinya.
Haechan
"ish!! BANGUN NGGAK?! Udah siang egeeee!!! Bangun! Lo belum ada bantuin gue ngurusin Chenle ya nyet?! bangun nggak?!!" sentaknya, dirinya berjalan ke arah sisi satunya.
Berdiri di depan Mark yang masih tak menghiraukan.
Haechan
"kalo lo kagak— ekhh"
Ucapannya terhenti, Mark menarik tangannya hingga jatuh seketika di atas tubuh Mark. Posisinya sedikit ambigu, tubuh keduanya menempel, wajah mereka yang juga berdekatan. Mark perlahan membuka matanya menatap sosok manis di atasnya yang tengah terkejut, sedikit terkekeh lalu mengubah posisi dengan kekuatannya dan memindahkan Haechan untuk berbaring di sampingnya.
Mark merengkuh pinggang Haechan hingga berada dalam pelukannya. Haechan melotot sebal, maniknya yang bergantian melihat tautan tangan Mark di pinggangnya hingga wajahnya yang begitu dekat.
Tidak, tidak! Perut Haechan rasanya tak nyaman, jantungnya saat ini berdegup kencang.
Mark
"berisik banget jadi orang?"
Mark
"ga bisa gitu bangunin gue nya yang lembut dikit hm?"
Mark
"mungkin kayak... Lo bangunin gue dengan lembut, terus lo nyium bibir gue gitu? kan jadi lebih enak, ya kan?" godanya sembari tersenyum jenaka.
Haechan
"apasihh!! ngarep lo ah!" kesalnya, matanya memilih tak menatap Mark, pipinya mungkin sudah merona saat ini.
Mark tertawa pelan, gemas sekali.
Haechan
"ish! Udah ah lepas!" memberontak berusaha melepaskan rengkuhan erat Mark pada pinggangnya.
Mark
"gini dulu bisa ga sih? Nyaman banget soalnya." ujarnya lalu menyembunyikan wajahnya di leher si manis, sedikit mengendusnya sehingga membuat si empu melenguh.
Haechan
"m-mark! Jangan di gigith! Akh!" memekik kala lidah serta gigi Mark bermain di lehernya.
Mark
"lo wangi Chan... Gue suka.."
Haechan
"gue udah mandi! Udah ah lepass!!"
Ayolah lepaskan, Haechan tak mau Mark mendengar detakan jantung Haechan yang mulai menggila. Perasaan entah apa yang mulai muncul, ini membuat Haechan sedikit tak nyaman. Padahal sebelumnya ia biasa-biasa saja, tapi untuk kali ini— shit! No! Ini geli.
Mark perlahan melepaskan pelukannya, senyum di bibirnya tak hilang, membiarkan Haechan terbebas begitu saja yang langsung bergerak berdiri dari kasurnya.
Haechan
"bangun!! Jangan tidur lagi, oh ya jangan lupa mandi!" ujarnya lalu menutup pintu kamar Mark dengan keras.
Mark hanya tertawa dibuatnya. Matanya melirik ke arah nakas samping ranjang, ponselnya berbunyi 'ting' menandakan pesan masuk.
Mark keluar dari kamarnya, wajahnya sudah tampak segar sekarang. Melangkahkan kakinya menghampiri Haechan yang menonton televisi sembari memangku Chenle.
Mark
"haii, anak kecil nya papa"
Mark mendekatkan wajahnya ke wajah Chenle, mencium pipi tembam si mungil membuatnya tertawa geli hingga menampakkan giginya yang baru tumbuh itu.
Mark memanggil dirinya 'papa' oke, itu karena Mark aja yang suka. Awalnya shock, tapi ya lama-lama aman aja sih, ga ngerugiin dan lagipula ia suka dan tak mengindahkannya karena apa? Karena sosok manis di didepannya kini juga di panggil 'mama' oleh si kecil, ya... Meski tidak mau sih, tapi yaudahlah. Enjoy, mungkin aja Haechan lama-kelamaan akan suka juga di panggil mama oleh Chenle.
Berpindah di samping Haechan, matanya menoleh menatap wajah manis itu.
Mark
"jalan-jalan mau? Mumpung weekend."
Haechan perlahan ikut menoleh, dan bertepatan dengan tatapan netra Mark.
Mark
"kemana aja sih, penting gue mau ngajak Lo jalan-jalan."
Haechan
"ga sama Chenle?" melirik sosok kecil di pangkuannya.
Mark juga ikut menatapnya.
Haechan
"okay!! Ke taman, mau?"
Haechan
"taman deket sini aja Mark. jalan kaki aja."
Mark
"yaudah, ayo siap-siap. gue ambil kereta dorong punya Chenle dulu."
Berjalan kaki akan membuat tubuh menjadi lebih sehat, tapi kalau jalannya kelamaan ya... Kram kaki lo.
Haechan jalan dengan bersenandung pelan, sedangkan Mark di sampingnya sembari mendorong kereta dorong milik Chenle dengan satu tangan nya. Tersenyum tipis.
Mereka sudah sampai di taman, mengedarkan mata sekitar yang terlihat cukup ramai pengunjung.
Haechan
"tumben taman ini rame?"
Mark
"mau refreshing kali"
Chenle terlihat memekik, tangannya yang menggapai-gapai seolah menunjuk objek yang ia inginkan.
Mata Haechan perlahan menatap arah yang tampak di tunjuk chenle menggunakan jemari kecilnya. Sebuah penjual es krim.
Haechan
"emang seumur lele gini boleh?"
Mark
"gatau, coba aja dulu. Siapa tau biasa aja"
Mereka pun menghampiri penjual es krim di taman itu.
Haechan memesan satu es krim buah, lalu berniat mengambil uang dari saku celananya, namun tampaknya ia lupa untuk membawa uang.
Matanya melirik Mark, yang menyadari itu langsung membayar es krim yang di pesan Haechan.
Mark
"Lo ga mau es krim juga?"
Haechan
"kak sama yang vanila satu"
Sekarang mereka bertiga tengah duduk di alas karpet kecil di taman itu, mereka menyewa. Sembari memandang pemandangan danau disana.
Mark kini memandang Haechan yang tengah memberi perhatian pada Chenle, setelah menghabiskan es krim waktu tadi mereka memilih duduk di sini. Haechan, tak berhenti berbicara untuk menunjukkan segala hal yang ia tunjuk pada Chenle.
Menolehkan kepalanya menatap Mark.
Mark
"masih gamau di panggil Mama ya?"
Mark
"ya, lo. gamau nyebut diri lo mama Chenle juga?"
Haechan terdiam menunduk kecil seolah berpikir, lalu tatapannya bertemu pada netra teduh Mark. Menggeleng pelan.
Mark
"kan enak Chan meranin, lo jadi mama nya gue jadi papa nya."
Haechan
"mama papa kok sama lo"
Mark
"jahat banget sama calon suami"
Haechan
"udah deh, jangan halu"
Haechan
"ya lanjut kuliah lah kocak!"
Haechan
"maaf lele.. Lele ga denger kan? Maaf yaa"
Haechan mengusap-usap telinga chenle, berharap tak ada suara kotornya yang masuk ke telinga si kecil.
Mark
"nangis lele, ayo nangis. Telinga kamu jadi kotor"
Haechan
"ih! Markk!! jangan gitu lah!"
Mark hanya tertawa melihatnya, menurutnya kalau sedang begini Haechan tampak lebih manis.
Mark
"udah jam setengah dua belas, pulang aja gimana?" ujarnya setelah melihat jam tangannya.
Haechan
"yaudah ayok, udah panas juga. Kasian nanti lele jadi item"
Mark perlahan menggendong Chenle dan menaruhnya di kereta dorong.
Mark pun mendorong kereta dorong Chenle, berjalan santai meninggalkan taman itu.
Haechan di belakang tampak berpikir, atau mungkin ia coba memanggil dirinya sama seperti Mark? Tapi aneh rasanya, ia merasa geli. Mungkin karena belum terbiasa? Mungkin saja. Pikirnya.
Comments