Setelah makan malam selesai, Meisya dan Edo kembali masuk ke dalam kamar. Kini Edo sudah beranjak naik ke atas ranjang tempat tidur sambil menggenggam ponsel. Sedangkan Meisya terlihat tampak kesal terhadap Edo. Bagaimana bisa Edo berkata kepada kakeknya tentang mereka berdua yang sedang menjalankan progam hamil. Meisya pun berjalan mendekat ke arah Edo yang sedang sibuk menatap ponselnya.
"Bukankah tadi pagi kita sudah sepakat untuk bercerai? lalu kenapa kamu bicara seperti itu kepada kakek mu?." tanya Meisya kepada suaminya tersebut.
"Aku sedang malas berbicara.. jadi diam lah." ucap Edo ketus.
"Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan? bukankah seharusnya kamu senang jika bercerai dengan ku dan bisa menikah dengan wanita lain? lalu kenapa kamu tiba-tiba bilang kita sedang menjalankan program hamil?."
Kini Edo tidak lagi menatap ponselnya melainkan menatap ke arah Meisya yang sedang berdiri di depannya. "Aku tidak akan menceraikan mu untuk saat ini."
Meisya yang mendengar ucapan Edo merasa bingung dan tidak mengerti dengan pikiran Edo. Bukan kah tadi pagi dia juga setuju bercerai. Bahkan selama ini Edo tidak pernah mencintai Meisya.
"Maksud kamu apa? bukankah kamu selama ini tidak mencintai ku? lalu kenapa kamu ingin pertahankan rumah tangga ini. Kita sudah sepakat untuk bercerai Edo!."
"Kenapa kamu ngotot sekali ingin bercerai dengan ku? padahal wanita-wanita di luar sana berlomba-lomba ingin menikah dengan ku. Seharusnya kamu itu bahagia."
"Bagaimana aku bisa bahagia? hidup ku sekarang lebih pait dari hidup ku dulu di desa. Pokoknya aku tetap mau kita berpisah."
"Aku akan menceraikan mu, namun dengan satu syarat." ucap Edo.
Meisya mengerutkan dahinya lagi-lagi merasa bingung.
"Berikan aku seorang anak, lalu aku akan menceraikan mu."
"Anak?."
"Yah.. dengan kamu hamil dan memberikan aku anak, aku akan segera menceraikan mu."
"Syarat konyol apa itu? bukankah kamu setiap hari tidur dengan seorang wanita? kenapa kamu tidak minta anak dari wanita-wanita itu? lagi pula pernikahan kita hanya terpaksa. Bukankah dulu kamu pernah bilang kepada ku, kalau kamu tidak akan menyentuhku."
Edo menarik nafas dengan berat lalu turun dari ranjang tempat tidur. "Sebenarnya aku memang tidak sudi mau menyentuh tubuh mu itu. Jangankan menyentuh melihat saja aku tidak sudi. Tapi bagaimana lagi, aku harus mengabulkan keinginan kakekku untuk bisa mendapatkan warisannya."
"Warisan? apa maksud mu?." Meisya yang tidak paham dengan ucapan Edo.
"Kakek yang meminta ku untuk menikah dengan mu, dengan terpaksa aku harus menurutinya karena dia adalah pemegang saham kekayaan di rumah ini. Aku kira dengan menikah dengan mu saja cukup, ternyata kakek meminta lebih, yaitu aku dan kamu harus memberikan dia cicit, agar semua kekayaannya jatuh di tangan ku."
"Apa!." Meisya yang terkejut mendengar ucapan Edo. "Jadi itu alasan kamu tidak mau menceraikan ku?"
"Yes.. untuk saat ini aku menahan muak hidup dengan mu demi warisan kakek ku."
"Kamu keterlaluan Edo. Bagaimana bisa kamu hanya memanfaatkan ku. Kamu kira aku hanya mesin pencetak anak di rumah ini?." Meisya yang benar-benar kecewa. Bagaimana bisa selama menikah satu tahun dengan Edo, Meisya baru tahu akal busuk keluarga Edo.
"Kenapa harus aku? bukankah wanita mu banyak di luar sana? kamu bisa meminta banyak anak kepada mereka."
"Kalau kakek ku mau, aku bisa melakukannya tanpa harus menikahi mu. Dia hanya mau cicit dari darah daging mu dan darah dagingku." Jelas Edo.
"Tidak.. aku tidak setuju, aku akan bilang sama kakek bahwa kita tidak saling mencintai dan tidak mau punya anak. Kita tidak ada kecocokan dan memutuskan untuk berpisah. Aku harus bilang dengan kakek." Meisya yang bersiap untuk keluar dari dalam kamar namun langsung di cegah oleh Edo.
"Tidak.. jangan lakukan itu Meisya." Edo yang sudah menarik tangan Meisya.
"Lepaskan aku, aku tidak mau punya anak dengan mu!."
"Kamu kira aku mau punya dari dari mu.."
"Maka dari itu kita harus bercerai."
"Tidak.. jika kamu mau bercerai dengan ku, berikan aku anak terlebih dahulu. Jika kamu tidak mau memberikan aku anak, aku tidak akan menceriakan mu sampai kapan pun."
"Apa kamu gila.. kamu tidak bisa memaksaku seperti ini!."
Edo tidak lagi mengindahkan ucapan Meisya ia langsung menarik tabuh Meisya begitu saja lalu ia dorong ke arah ranjang tempat tidur. Edo langsung mengunci pintu kamar, dan meletakkan kunci tersebut ke dalam saku celananya.
"Jangan seperti ini Edo.. aku ingin keluar dan bicara dengan kakek." Meisya yang bersiap untuk bangun namun di cegah oleh Edo lagi.
"Menurutlah.. atau aku akan memukul mu!." Ancam Edo.
"Pukul saja aku, aku tidak takut!." Bentak Meisya.
"Kamu itu sebagai istri tidak pernah nurut sama suami. Di kasih hidup enak tapi tidak bersyukur. Apa beratnya kamu memberikan aku anak, toh kamu juga akan hidup enak dan tidak rugi. Tenang saja setelah kamu memberi ku anak dan kita bercerai, aku akan memberikan uang berapa pun yang kamu mau asal kamu mau menuruti keinginan ku."
"Kamu yang enak.. aku yang rugi.. pokoknya aku tidak mau punya anak dari kamu!." Meisya yang mencoba terus memberontak.
"Plak!." Seketika satu tamparan mendarat ke arah pipi kanan Meisya.
"Diam! kalau kamu mau tetap hidup dan melihat dunia ini!."
Meisya yang mendapat tamparan dari Edo seketika menitihkan air matanya sambil mengusap pipi yang kini terlihat memerah karena tamparan Edo.
"Tidak ada satu orang pun yang perduli dengan mu di dunia ini. Jadi jangan pernah melawan ku atau kamu akan hancur. Kamu kira aku akan melepas mu begitu saja dengan mudah sebelum aku bisa mendapatkan apa yang aku mau!."
"Kamu dan keluarga mu memang sama-sama gila!."
"Plak!." Kini satu tamparan lagi Edo layangkan ke arah pipi kiri Meisya hingga Meisya tersungkur ke ranjang tempat tidur.
Edo tidak lagi mengindahkan ucapan Meisya kini ia berjalan ke arah almari dan meraih sebuah kotak berwarna merah lalu ia lempar ke arah Meisya.
"Cepat ganti pakaian mu dengan itu, lalu layani aku malam ini." perintah Edo.
Di depan mata Meisya melihat di dalam kotak tersebut ada sebuah lingerie seksi berwarna merah dengan bentuk terawang. Meisya mencoba meraih lingerie tersebut dan mencoba melihatnya. Lingerie tersebut tampak sangat seksi kemungkinan jika Meisya kenakan semua bentuk tubuh bagian sensitifnya akan terlihat.
"Kamu mau aku pakai ini?." Meisya yang tampak jijik karena selama hidupnya ia tidak pernah memakai pakaian seperti itu.
"Iya.. cepat ganti pakaian buluk mu itu, jangan lupa merias wajah dan uraikan rambutmu. Aku tunggu 30 menit, awas jika kamu belum siap." Edo yang berjalan ke arah pintu dan membuka pintu tersebut lalu berjalan keluar dari dalam kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments