Part 2

"Beruntung kata mu? untung dari mana? justru aku menikah dengan mu merasa tertekan, tidak bahagia, bahkan selalu makan hati setiap hari. Di tambah mama mu itu yang sok baik di depan kakek mu dan kamu, padahal di belakang seperti nenek lampir bermuka dua." Meisya yang ikut kesal dengan ucapan-ucapan Edo.

"Yang tidak baik itu kamu bukan orang tua ku. Kamu saja yang tidak becus jadi seorang istri." Edo yang mencoba membela orang tuanya.

Meisya yang mendengar ucapan Edo seketika tersenyum kecut. "Segera tanda tangani surat itu. Pokoknya aku mau kita cerai!." Meisya yang berlalu pergi berjalan untuk keluar dari ruangan Edo.

"Baik lah.. aku akan segera menandatangani surat ini, kamu tidak perlu khawatir, aku juga sudah tidak sudi punya istri seperti mu!." Sahut Edo dengan menerka-nerka.

Sebelum Meisya keluar dari dalam ruangan, tiba-tiba nyonya Amalia yaitu ibu mertua nya masuk ke dalam ruangan putranya. Nyonya Amalia yang melihat kehadiran Meisya di kantor tersebut hanya menatap tanpa berbicara apa-apa. Begitu pun dengan Meisya ia hanya diam acuh tidak perduli pura-pura tidak melihat kedatangan ibu mertuanya.

Dengan sangat kasar Meisya menutup pintu direktur hingga membuat nyonya Amalia sedikit terhentak karena terkejut.

"Ada apa do? apa kalian sedang berantem? tumben Meisya ke kantor mu?." Nyonya Amalia yang meletakkan tas branded miliknya di atas meja lalu menjatuhkan tubuhnya di sebuah sofa.

"Meisya tahu kalau aku menjalin dan tidur dengan seorang wanita." jawab Edo.

"Terus?." Nyonya Amalia yang terus menatap ke arah putranya.

Edo pun berjalan ke arah mamanya sambil membawa selembar kertas dan memberikan kepada mamanya.

"Meisya minta cerai ma.."

Nyonya Amalia pun meraih kertas tersebut dan membacanya. Lalu dengan sangat cepat nyonya Amalia menyobek kertas tersebut menjadi beberapa bagian.

Edo yang melihat surat tersebut di sobek oleh mamanya seketika terbelalak. "Kenapa mama sobek kertas itu? bukannya mama juga tidak suka dengan wanita itu? justru bagus dong ma kalau Meisya minta cerai, Edo juga udah melas punya istri lusuh kaya dia."

"Bagus dari mana, justru itu ancaman bagi kita Edo. Mama memang tidak suka dengan wanita itu, tapi tidak dengan papa dan kakek mu. Jika kamu berpisah dengan Meisya kakek mu tidak akan memberikan semua warisannya kepada kita apa lagi kamu." ucap nyonya Amalia.

"Apa kamu dulu tidak dengar, kakek akan memberikan semua warisannya kepada mu jika kamu menikahi dengan Meisya." Lanjut nyonya Amalia.

"Tapi aku dan Meisya sudah menikah ma.. bukannya seharusnya kakek sudah mengalihkan semua warisannya atas nama ku."

"Bodoh!." Nyonya Amalia yang memaki putranya sambil melempar sobekan kertas di tangannya ke arah Edo.

"Apa kamu sudah punya anak? yang kakek mu butuhkan bukan hanya kalian menikah tapi juga mempunyai anak, kakek mu butuh cicit dari kalian untuk menjadi penerusnya."

"Cicit itu masalah gampang ma, Edo kan bisa memberikan cicit dari wanita lain, tidak harus dari Meisya."

"Tapi kekek mu hanya mau cicit dari darah daging mu dan Meisya." jawab nyonya Amalia.

"Ah ribet banget sih kakek tuh." Edo yang mendengus kesal. "Mau dari siapa pun yang penting kan Edo bisa kasih cicit. Pake minta dari rahim Meisya segala. Edo udah muak ma menikah dengan Meisya."

"Kamu kira cuman kamu, mama juga muak. Tapi gimana lagi sebelum kamu dan Meisya memberikan cicit kepada kakek, kakek tidak akan memberikan semua hartanya kepada kamu."

"Terus Edo harus bagaimana?."

"Kamu masih tanya harus bagaimana? ya kamu buntingin Meisya lah. Sudah setahun Meisya gak bunting-bunting. Sebenarnya kamu bisa ngga sih?."

"Mama meragukan kejantanan ku?." Edo yang semakin kesal dengan ucapan mamanya.

"Ya habisnya udah satu tahun tu si gembel gak hamil-hamil."

"Edo gak nafsu ma sama tuh gembel. Gimana mau nafsu, ngerawat diri aja gak becus." gerutu Edo.

"Pokoknya mama gak mau tahu, kamu harus cepat bikin Meisya hamil, dengan begitu semua warisan kakek mu akan menjadi milikmu. Jika semua sudah kita dapatkan warisan itu, kamu tinggal ceraikan Meisya." Nyonya Amalia yang beranjak berdiri dari tempat duduknya.

Edo hanya mendengus kesal, ia tidak mempunyai pilihan lain. Angan-angan untuk bercerai dengan Meisya selalu tidak terwujud.

"Ingat ucapan mama, cepat hamili Meisya." Nyonya Amalia yang berjalan keluar dari dalam ruang direktur.

"Ah sialan!."Edo yang benar-benar merasa kesal. "Jika bukan karena warisan mana sudi aku menyentuh wanita menjijikan itu.

Hari semakin larut malam, kini semua keluarga tuan Hendra dan nyonya Amalia sedang berkumpul di meja makan untuk melaksanakan makan malam bersama.

Meisya hanya diam duduk di samping Edo sambil menikmati makan malamnya. Suasana di meja makan tampak hening. Tidak ada pembicaraan di antara mereka.

"Meisya.. Edo.. jadi kapan kalian akan memberikan kakek cicit? udah satu tahun pernikahan kalian loh. Kakek udah semakin tua." Ucap kakek Baskoro memecah keheningan.

"Uhuk.. uhuk.." Edo yang tiba-tiba tersedak kala mendengar pertanyaan dari kakeknya. Nyonya Amalia yang melihat anaknya tersedak seketika langsung mengulurkan segelas air putih kepada Edo.

"Ayah.. Meisya dan Edo akan secepatnya memberikan cicit kepada ayah. Ayah tidak perlu khawatir ya?." Ucap nyonya Amalia kepada ayah mertua nya.

"Tapi satu tahun itu sudah cukup lama Amalia. Ayah ini tidak muda lagi. Ayah semakin tua dan sakit-sakitan, sebelum ayah pergi ayah ingin melihat cicit ayah terlebih dahulu."

"Kakek." Meisya yang tiba-tiba menghentikan makannya.

"Iya Meisya.." Jawab kakek Baskoro.

"Jadi begini.. Meisya dan mas Edo akan.." Sebelum Meisya selesai berbicara tiba-tiba Edo memotong pembicaraan nya.

"Kakek, aku dan Meisya masih sedang berusaha untuk segera memberikan cicit untuk kakek." Edo yang mengusap tangan kakeknya dengan lembut. "Kita berdua sedang melakukan program hamil, Edo sekarang juga sudah sedikit mengurangi kesibukan Edo karena ingin fokus menjalani program hamil."

Meisya yang mendengar ucapan Edo seketika sedikit terkejut. "Ta tapi.."

Sebelum Meisya melanjutkan ucapannya lagi, Edo sudah lebih dulu menggenggam tangan Meisya dengan sangat erat.

"Iya kan sayang.. kita berdua sedang menjalani program hamil kan?." Edo yang menoleh ke arah Meisya.

Meisya yang mendapat tekanan dari Edo, dan tatapan dari nyonya Amalia seketika dengan terpaksa mengangguk. "Iya mas.. kita berdua sedang menjalani program hamil di sebuah rumah sakit." Meisya yang sedikit tersenyum dengan terpaksa.

"Baguslah kalau begitu.. cari dokter spesialis kandungan yang mahal dan rumah sakit yang bagus, agar progam hamil kalian segera tercapai. Kakek udah gak sabar punya cicit dari kalian berdua."

"Iya kek pasti. Edo dan Meisya akan terus berusaha." ucap Edo.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!