Setibanya dirumah sakit...
"Bibi," sapa Angel ketika memasuki ruangan rawat inap.
Bibi atau ibu Susan menyambut Angel dengan senyum hangat.
"Kau baru kembali, Nak?"
Angel mengaangguk sambil tersenyum tipis, "Bagaimana keadaan paman?"
Bibi menghela nafasnya, "Seperti biasa, tidak ada perubahan."
"Jika Bibi ingin, aku bisa membawa paman ke Jerman untuk mengobatinya. Tentu bibi tahu bukan jika Jerman memiliki rumah sakit yang terbaik." Angel memberikan usulan yang sedari kemarin dia pendam.
"Tidak Nak, terima kasih. Kau sudah banyak membantu kami selama ini," tolak Bibi dengan halus.
"Apa yang Bibi ucapkan? Aku tidak pernah merasa terbebani sedikit pun."
"Kami selalu menyusahkanmu."
"Bibi kumohon jangan bicara seperti itu."
"Izinkan aku untuk membawa paman ke Jerman. Dan tentu saja bibi akan ikut bersama dengan paman."
Bibi melirik sejenak ke arah suaminya yang masih terbaring lemah. Dengan perasaan tidak enak hati, akhirnya wanita paruh baya tersebut mengangguk pelan.
Bibi tahu apa pekerjaan Angel dan cerita kehidupannya dari Susan. Tapi dia sendiri tidak berani untuk bertanya secara langsung pada wanita itu. Takut jika Angel marah dan kembali mengingat masa lalu kelamnya itu.
"Aku akan mengurus semuanya." Seusai mengatakan itu, Angel keluar dari ruangan tersebut untuk menemui dokter dan memberitahukannya jika dia akan membawa paman ke Jerman.
Dan tidak butuh waktu lama, Angel sudah kembali lagi dengan diikuti seorang dokter dan beberapa orang suster. Mereka kemudian mendorong tempat tidur ayah Susan dan menaikannya kemobil yang telah disiapkan oleh Angel beberapa waktu yang lalu.
"Terima kasih," ujar Bibi pelan yang hanya dapat didengar oleh Angel.
Angel mengangguk singkat, "Aku akan memberitahu dan menjaga Susan. Bibi cukup fokus pada pengobatan dan pemulihan paman."
Bibi mengangguk lalu memeluk Angel sejenak. Kemudian dia lekas memasuki mobil yang terdapat suaminya.
Angel menatap kosong kepergian mobil tersebut. Dia sudah menyiapkannya dari awal, mulai dari rumah sakit yang akan mengobati paman, pakaian untuk bibi dan juga uang untuk keperluan mereka disana.
"Semoga paman lekas sembuh." Angel menghembuskan nafasnya lelah. Kemudian dia memutuskan untuk menyelesaikan urusannya yang belum selesai di rumah sakit ini.
...* * * ...
"Hay," sapa Susan yang baru saja masuk ke dalam mobil Angel.
Yupss, setelah Angel menyelesaikan biaya pengobatan ayah Susan, wanita itu segera pergi untuk menemui temannya tersebut.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Angel tanpa membalas sapaan dari wanita itu.
"Seperti yang kau lihat. Bagaimana perjalananmu?"
"Seperti biasa. Tidak ada yang menarik."
Susan hanya berOh ria sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
Tiba-tiba Angel berdehem singkat dan merubah ekpresinya menjadi serius.
"Ayah dan Ibumu sudah berangkat ke Jerman."
Susan yang awalnya sedang menatap ke depan, langsung menoleh kepada wanita yang duduk di sampingnya.
"Apa maksudmu?" tanya-nya bingung.
"Aku sudah mengirimkan orangtuamu ke Jerman untuk pengobatan ayahmu. Karena selama ayahmu berobat disini, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Oleh sebab itu, aku--"
"Berarti mereka sudah tidak berada disini lagi?" potong Susan dengan tatapan nanarnya.
Angel mengangguk, "Itu semua demi kebaikkan ayahmu."
"Mengapa tidak ada yang memberitahuku?" ujar Susan dengan meninggikan suaranya.
"Aku pikir kau sibuk. Jadi aku tidak mau mengganggumu."
Susan menghembuskan nafasnya berat dengan pandangannya yang tertuju ke depan. "Setidaknya beritahu aku lebih awal agar aku bisa menemui kedua orang tuaku sebelum mereka pergi."
"Mereka tidak ingin mengganggu pekerjaanmu."
Susan memilih untuk tidak berbicara lagi dan fokus menatap keluar jendela. Mobil Angel sedari tadi hanya terparkir disana. Dan tidak ada yang menyadari keberadaannya, walaupun Angel sering datang ketempat Susan bekerja. Bahkan Veronica mengira itu adalah kekasih Susan karena Angel memang tidak pernah keluar dari mobil jika berada ditempat itu.
"Kau bisa menghubungi mereka kapanpun kau mau," ujar Angel setelah cukup lama terdiam.
Susan tidak menjawabnya. Selang beberapa menit, akhirnya wanita itu mengeluarkan suaranya. "Aku harus masuk, waktu istirahat sudah hampir habis."
Susan pun keluar setelah mengatakan itu. Dia benar-benar kecewa pada Angel karena tidak memberitahunya lebih awal sebelum orangtuanya pergi ke Jerman.
Angel hanya melihat kepergian Susan sampai wanita itu benar-benar hilang didalam gedung itu. Dan matanya kemudian beralih pada seorang wanita yang sepertinya tengah memandanginya sedari tadi.
Bibir Angel menyunggingkan senyuman. Dan karena tak ingin membuang waktunya lagi, Angel lalu menghidupkan mesin mobilnya dan segera meninggalkan tempat tersebut.
"Sebenarnya siapa orang yang berada didalam mobil itu? Dan mengapa dia sering kesini dan menemui Susan?" gumam wanita yang sejak tadi memperhatikan mobil Angel dari kejauhan. Dia tak lain adalah Veronica.
Dia bingung saat melihat Susan selalu menemui dan masuk kedalam mobil tersebut. Dia pikir itu kekasihnya, namun dugaannya salah.
Saat Susan keluar dari mobil tadi, Veronica tak sengaja melihat siluet seperti seorang wanita. Veronica lalu memutuskan untuk kembali kedalam dan memikirkannya lagi nanti.
...* * * ...
"Apa ada meeting hari ini?" tanya Damian pada tangan kanannya.
"Sepertinya tidak, Tuan."
"Baguslah, aku ingin mengunjungi suatu tempat." Damian lalu berdiri dari kursi kebesarannya dan keluar dari ruang kerjanya tersebut.
Namun saat hendak membuka pintu, Damian menghentikan langkahnya.
"Jangan mengikutiku," ujarnya tanpa membalikkan tubuhnya.
Mario mengangguk kemudian membungkukkan sedikit tubuhnya, "Baik, Tuan."
Hanya membutuhkan waktu 30 menit, Damian sudah tiba di tempat tujuannya. Hamparan tanah menjulang di hadapannya dengan nisan-nisan yang berada di ujung tumpukan tanah tersebut.
Yaa, saat ini Damian berada di pemakaman kedua orangtuanya. Langsung saja pria itu melangkahkan kakinya ke tempat orangtuanya di semayamkan.
"Hay Moms, Hay Dad," sapanya, seolah kedua orangtuanya berada disana.
Damian kemudian berjongkok dan menyentuh batu nisan mommy-nya, lalu beralih pada batu nisan daddy-nya. Damian memang sering datang kemari, dan saat dia berada disini, dia tidak ingin ditemani oleh siapapun termasuk pada Mario.
"Aku merindukan kalian," lirihnya yang diiringi dengan hembusan nafas.
Damian memang sengaja jika kesana ingin sendiri. Karena dia tidak ingin ada yang melihat betapa rapuhnya dia saat dihadapan orangtuanya.
Disana, Damian bercerita banyak hal. Seolah-olah orangtuanya dapat mendengar semua ucapannya.
Setelah rasa rindunya terobati, Damian memutuskan untuk kembali. Tapi bukan kekantornya, melainkan mansionnya. Dia benar-benar merasa lelah dan butuh istirahat.
Satu jam berlalu, tibalah Damian di mansionnya yang luas bak istana. Semua orang menunduk saat Damian melewati mereka.
"Apa anda butuh sesuatu, Tuan?" tanya Mia, kepala maid disana.
"Bawakan makan siang kekamarku."
"Baik tuan." Mia menundukkan kepalanya sejenak sebagai bentuk rasa hormat. Kemudian wanita itu berlalu dari hadapan tuannya.
Dan Damian melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Setibanya di kamar pribadinya, Damian memutuskan untuk berendam dengan air hangat agar badannya terasa rileks.
Damian memejamkan matanya dan mengingat-ingat kembali kenangannya bersama kedua orangtuanya.
"Andai aku memiliki saudara, mungkin aku tidak akan kesepian seperti ini," gumamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Ike Nurmaya
sumpaaaa dari awal baca terkesan baguusss
2021-04-09
0
Rahil Ramadhani
klo gak slaah susan nnti meninggal di bunuh oleh veronika
2021-04-04
1
Hani Anisa
aku mau jadi adik mu kak Damian
2021-03-25
1