Pov Galas
Jatuh cinta?
Sesuatu yang ingin aku rasakan. Meskipun aku tak memiliki kisah asmara sampai detik ini, tapi aku bukanlah seorang gay. Seperti tuduhan Jay. Aku pernah memiliki ketertarikan pada seorang wanita, dulu. Saat aku masih merintis usahaku. Namun obsesiku untuk sukses mengalahkan segala perasaan itu. Dan lagi, saat itu aku belum memiliki rasa kepercayaan diri. Wanita itu anak orang berada, dan aku siapa? Aku, hanyalah seseorang yang datang dari sebuah kota kecil yang mempunyai mimpi untuk sukses, suatu hari nanti. Dan sekarang, aku menikmati hasil dari perjuangan dan kerja kerasku.
Ini sudah tiga bulan, namun sampai sekarang aku belum menemukan sosok yang menarik perhatianku. Mereka semua memang cantik, tapi perasaanku biasa-biasa saja saat bertemu dengan mereka. Padahal menurut sebuah lagu yang pernah kudengar, bukankah jatuh cinta itu berjuta indahnya. Sesuatu yang menimbulkan perasaan berbunga-bunga. Sementara aku, bahkan tak ada satupun wajah mereka yang kuingat. Apakah sesusah ini menemukan cinta?
"Galas, sarapan dulu." Suara lembut ibuku membuyarkan lamunanku.
"Iya, Bu," jawabku sembari bangkit dari kursi panjang di samping rumah ibuku.
Kini aku sedang di kampung halaman. Untuk mengunjungi ibuku beberapa bulan sekali. Ibuku yang semakin menua, bahkan sekarang rambutnya telah memutih. Namun sisa kecantikan masa mudanya masih belum hilang sampai kini. Aku ingin wanita sepertinya, cantik, lembut dan sederhana.
"Kak Galas pulang sendiri?" tanya Inge, adikku, saat aku baru menyuap nasi goreng ke mulutku.
"Hmm," jawabku malas. Tentu saja sendiri, memangnya mau sama siapa lagi?
"Ya ampun, sendiri terus. Kapan bawa calon mantu buat ibu?" Aku menghentikan kunyahanku, melirik sekilas kearah adikku yang sedang asyik menyantap sarapannya.
"Belum ketemu," jawabku santai.
"Ya cari dong, Kak, jangan kerja terus. Nanti bisa-bisa jadi perjaka tua, mau?" goda adikku dengan tawa meledek.
"Iya, Las. Umur kamu sudah kepala tiga lho, masak mau sendiri terus," timpal ibuku.
"Iya Bu, ini juga lagi berusaha." Memang seperti itu kenyataannya.
"Jangan terlalu pemilih tapi, Kak. Kata Kak Jay, Kak Galas maunya wanita yang sempurna luar dan dalam, susah carinya yang begitu." Celotehan adikku membuatku mengumpati Jay dalam hati. Sialan!
"Apa mau Inge cariin," usul Inge riang.
"Nggak perlu," tolakku cepat.
"Yakiinnn?," Inge terus mengoceh.
"Berisik," suntukku. Inge memang sering menggodaku jika aku pulang ke rumah, mentang-mentang dia sudah punya pacar.
"Kak, kamu ingat sama Gayung nggak?"
"Nggak," jawabku malas. Tapi bohong, meskipun gadis itu menurutku tidak terlalu penting tapi otakku selalu saja mengingatnya dengan sangat baik. Menyebalkan memang.
Bagaimana tidak?
Gayung. Dari namanya saja sudah sangat aneh. Ia sangat berbeda, sangat sangat berbeda dari gadis-gadis yang menaruh rasa padaku. Anak kecil berambut ikal yang selalu dikepang dua, kurus kering seperti kekurangan gizi, culun, dekil ( hobinya saja ke sawah bersama bapaknya dan bermain layang-layang), tengil, rakus, cerewet. Yah, pokoknya tidak ada menarik-menariknya sama sekali selain aku harus mengakui ia lumayan manis dibalik kedekilanya itu. Dan aku menyimpan rahasia konyol bersamanya, aku pernah terjebak berpacaran dengannya selama seminggu.
"Kakak, kan dulu pernah bikin nazar, kalau aku sembuh Kakak bakal nikahan Gayung suatu hari nanti."
"Uhuk, uhuk." Aku hampir tersedak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Inge.
Nazar?
Menikah?
Astaga ... jangan gila ...
Aku tidak pernah menganggap omonganku waktu itu serius dan Pak Ming juga pasti begitu. Ia hanya menggodaku saja, karena tahu anak kesayangannya itu menyukaiku. Cih, tidak pernah terbayang aku akan menikahi anak kecil dekil itu. Yah, dalam ingatanku Gayung hanyalah seorang anak kecil. Anak kecil yang cerewet.
"Gayung sekarang cantik lho Las, kamu pasti pangling kalau lihat dia," ucap Ibuku.
"Ohh ... masa?" Aku tidak antusias. Aku sudah biasa melihat wanita-wanita luar biasa cantik di kota. Dan si bocah kecil itu, bisa secantik apa dia?
"Nazar itu janji yang harus dilaksanakan lho, Kak." Inge terus memanas-manasiku.
"Tapi sekarang Gayung dimana ya Nge? Sudah lama nggak pernah main kesini."
"Aku juga udah lama nggak kontekan sama dia, Bu. Terakhir pas sebelum Gayung berangkat ke Jepang."
Gayung ke Jepang? Pikirku.
"Bukannya dia ikut sama ibunya di Singapore?"
"Nggak, Buk. Dia ke Singapore cuma liburan aja."
"Aku sudah selesai." Aku mengakhiri sarapan pagiku dan obrolan unfaedah mengenai Gayung. Ya ampun, namanya saja sudah mengingatkanku pada sebuah film horor. Nenek Gayung ... hihhh!
"Ingat lho Kak, nazar! Nazar! Nazar!" seru Inge sengaja mengeraskan suaranya. Aku mengabaikannya dan berjalan ke belakang rumah. Memandang kebun sayur hidroponik ibuku lebih menyegarkan daripada mendengar obrolan tentang nenek Gayung. Ups ... maksudku si Gayung.
BERSAMBUNG ...
JANGAN LUPA
LIKE
KOMEN
VOTE
😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
mama yuhu
🤣🤣🤣😂😂
2022-11-20
1
LisSari 🐬
baru nemu ini cerita semoga menarik Sampe akhir
2022-03-29
0
nurul aqidah
kebanyakan kata ku nya, jadi baca nya ribet
2021-10-04
0