Semenjak dirinya memcahkan cobek ndalem, Umi Sarah melarangnya ke dapur ndalem kecuali hanya membuatkan susu Aqil atau keperluan yang lainnya, ia takut akan ada barang lagi yang pecah cukup satu itu saja yang membuatnya menyesal. Almira juga cukup tau diri, ia tak marah sama sekali kepada umi Sarah karena melarangnya di dapur.
"Al Lo mau pulang kemana?" Tanya Qila.
" Entahlah, tapi saya kangen anak-anak."
Setahun sudah Almira tidak bertemu dengan anak-anaknya di jalanan. Qila paham kehidupan Almira karena sebelumnya Almira sudah bercerita.
"Tapi Lo mau tinggal di mana?"
"Urusan tinggal di mana gampang." Jawabnya.
" Hello Almira sayang, ikut aku pulang yukk.. !emak kangen sama kamu."
Mila datang dengan hebohnya, memang liburan kemarin Almira sempat ikut ke rumah Mila beberapa hari dan langsung kembali ke pesantren.
"Liburan depan aja ya.., saya mau pulang ke rumah, titip salam saja buat emak kamu saja." Jawabnya.
Panggilan..Panggilan di tujukan kepada saudara Lailiya Rohmatin Nazila di tunggu orang tuanya, Suara Salwa terdengar menggelegar di speaker.
Satu per satu para santri di jemput oleh kedua orang tuanya. Terkadang dirinya menangis ketika melihat ada yang sambangan(di jenguk keluarganya) atau di jemput keluarganya apalagi orang tuanya. Andaikan ia memiliki orang tua pasti hiupnya akan bahagia.
Tidak Al, Lo malah memiliki orang tua lebih dari satu mereka semua menyayangimu seperti anak mereka sendiri, Lo nggak boleh nangis Al, batinnya menguatkan dirinya sendiri.
Almira memang memiliki banyak orang tua karena setiap temannya yang memiliki orang tua pasti dirinya juga di anggap sebagai anaknya meskipun anak temuan. Kasih sayang mereka tidak kalah dengan kasih sayang orang tua kepada anak. Daripada dirinya terus duduk melihat para wali santri menjemput anaknya lebih baik dirinya turun mencari ketenangan.
" Mbakk.. Al..! Di panggil Umi!" Teriak Afif menghampirinya di aula atas.
Ada apa ya..?
Almira langsung ke ndalem tanpa menunggu panggilan kedua kali. terlihat Kyai Fatih dan istrinya akan berpergian. Tapi dirinya tidak melihat Agam.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam, duduk nduk.!" Pinta kyai Fatih.
Almira langsung duduk di atas karpet, namun Umi Sarah memintanya duduk di atas sofa.
"Gini Mbak Al, saya akan pergi ke Surabaya untuk bersilaturahmi dengan keluarga kalau sampean berkenan ikut, masih ada kursi yang kosong Agam sudah kembali ke rumah neneknya kemarin." Jelas maksud Kyai Fatih memanggilnya.
"Nggh Yai."
" Sampean udah berkemas apa belum? jika belum saya tunggu."
" Sudah umi, tinggal mengambil barang saja." Memang apa yang perlu ia siapkan cukup beberapa pasang baju beserta jilbabnya.
Mereka begitu baik, semoga Allah membalas kebaikan mereka. Aamiin. Do'anya di sepanjang perjalanan.
Almira memang tinggal di Surabaya, tepatnya di Kampung Gundih sedangkan keluarga Umi Sarah di kotanya.
" Kamu sudah mendapatkan tempat tinggal Nduk di sana?" Tanya Kyai Fatih yang mengetahui seluk beluk kisah Almira.
"Belum Yai, tapi di sana mereka sudah seperti keluarga saya. Semoga saja mau menerima saya untuk tinggal di sana sementara ." Jelasnya dengan jujur.
Dirinya tak berani membohongi orang Sholeh di depannya ini.Setelah hampir tiga jam menempuh perjalanan akhirnya sampai di kampung Gundih.
"Nduk ini ada sedikit rezeki, buat jaga-jaga kalau sampean belum mendapatkan tempat tinggal, Insya Allah cukup untuk bayar kos." Ucap Umi Sarah sambil memberikan amplop kepada Almira. Awalnya Almira menolak, tapi karena paksaan dari Kyai Fatih dengan berat hati ia mau menerima uangnya.
" Terima kasih Mi, YaiSaya berjanji akan memanfaatkan uang ini dengan sebaik-baiknya." Balas Al terharu atas kebaikan mereka selama ini yang tak akan pernah bisa ia balas kecuali menuruti perintah mereka. Dalam hatinya Almira berjanji akan selalu patuh dan taat kepada Kyai Fatih dan istrinya selama tidak melanggar larangan Allah.
"Saya pamit dulu, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." Jawab mereka serempak, andaikan Afif dan Aqil tidak tidur sudah pasti mereka akan merepotkan Al untuk pergi karena ocehan mereka yang tak henti.
Almira pergi setelah mobil Kyai Fatih hilang dari hadapannya. Ia berjalan menelusuri kampung yang telah berubah menjadi hijau ini melewati setia kenangan yang yang ia lalui bersama teman-temannya.
"Kak Al kan?" Tanya seorang bocah laki-laki berusia sekitar lima belas tahun yang sedang membawa dagangannya.
"Ali." Ucap Almira sambil mengingat nama bocah ini. Dirinya beruntung masih ada yang mengenalinya.
"Kamu sudah besar sekarang, kelas berapa kamu ?Heh?" Tanyanya.
"Lucu deh liat nada bicara Kak Al. Biasanya pakai Lo gue sekarang jadi lebih lembut." Ali terkekeh melihat perubahan Almira dan ia memandangi Almira dari bawah sampai ke atas mulai pakai jilbab baju muslimah serta rok atau sarung bukan memakai celana lepis yang sobek-sobek baju serba hitam dan rambut indahnya yang di ikat satu . Melihat penampilan wanita yang sudah dia anggap sebagai kakak itu, ingin rasanya dirinya tertawa jika tidak ingin di tonjok wanita di depannya, namun di balik penampilannya itu kakaknya terlihat lebih cantik, bersih dan harum. Biasanya mandi sekali sehari dan baunya campu aduk.
"Ini beneran Kak Al kan?" Tanyanya masih ragu.
"Iyaa Ali... ini Kak Al. Memangnya kenapa Kak Al culun ya.. Makai ginian?"
" Nggak." Ali secepat mungkin menggelengkan kepalanya " Kakak terlihat sangat cantik malah, pasti emak kagum melihat Kak Al, apalagi Bang Rio." Ali langsung menarik tangan Almira menuju rumahnya yang tak jauh dari jalanan tempat mereka berdiri. Al hanya menurut hanya saja dirinya kesulitan berlari karena sarungnya.
"Al pelang-pelan!" Pintanya agar bocah itu melambatkan sedikit jalannya.
"Hhhh... maaf kak, Ali lupa kalo Kak Al Makai rok gituan." Ali berhenti sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal " Biasanya kakak yang suruh Ali jalannya cepat." Lanjutnya.
Almira memang tidak menyukai anak yang jalannya lemot, dulu ia selalu memarahi temannya yang jalannya lambat, sekarang dia malah terkena ucapannya sendiri yang jalannya lemot. Allah memang adil.
"Emmaaaa....kkk!!" Teriak Ali ketika sampai di rumah yang cukup sederhana namun tetap bersih seperti setahun yang lalu. "Emmaa..kkk keluar Mak! Coba tebak siapa yang aku.."
"Jangan teriak-teriak! Lihat mereka pada liatin!" Ujarnya.
"Orang dia punya mata kok kak." Jawabnya simpel.
Ya juga ya..
" Lebih baik ke dalam dulu dari pada teriak-teriak!"Bisik Almira, Ali hanya melongo, tak salah kakaknya yang preman itu menyuruhnya salam dulu? memang kakaknya itu benar-benar sudah tobat.
"Ada apa to Ali?" Belum saja dirinya salam seorang wanita paruh baya sudah keluar dari rumahnya.
" Ini Mak coba tebak siapa?" Tanya Ali, Almira langsung mencium tangan emak Ali.
"Almira Mak." Ucapnya karena kasihan melihat wanita separuh baya itu yang ia panggil juga dengan sebutan emak.
"Almira sopo to Nduk?" Emak masih belum mengenalinya.
"Almira yang sering kesini sama Rio." Jelasnya.
"mossok lee.. lah kok tambah ayuuuu.. koyok ngeniki."( Masa iya.. kok tambah cantik kayak gini) Ucap Mak dengan logat khas jawanya .
" Ayo masuk Nduk!" Pinta Mak Jum ramah.
Alhamdulillah mereka masih sangat baik pada gue.
Inilah sosok keluarga yang ia rindukan selama di pesantren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Pipit Sopiah
hidup di pesantren membawa hikmah ya thor
2021-04-12
1
L🌿
Mampir bawa Boom like 👍, komen dan Fav 💛
Suka😍
Semangat Thor👀 Saling dukung...
Ditunggu feedbacknya 😊
"Istri Pilihan Papa"
"Cinta Dan Musuh"
2021-01-20
3