Putri sedang tertunduk lesu, dia berjalan mengekori Tiyan
Apes banget gue, harus ngurusin anak setan kayak mereka
Putri masih tertunduk.
Dug!
Dan tak sengaja menabrak punggung Tiyan yang tengah berhenti
"Kamu gapapa?"
Putri hanya mengangguk sembari mengusap hidungnya, lalu mengikuti Tiyan untuk masuk ke dalam ruangan kerjanya.
"Karena kamu sudah menjadi ketua kelas, saya percayakan semua yang berhubungan dengan kelas ke kamu" ucap Tiyan sembari memasukki ruang kerjanya
"Jika terjadi sesuatu, kamu harus melapor ke saya, jangan ada yang disembunyikan. Paham Putri?"
"Iyaaaaa."
Tiyan tersenyum, dia menyerahkan tumpukan lembaran ke Putri
"Itu jadwal pelajaran, sekaligus jadwal piket untuk kelas, tolong dibagikan ya."
Putri mengangguk "Saya permisi dulu." Putri baru saja ingin keluar ruangan.
"Tunggu sebentar."
Putri berbalik badan menatap Tiyan
"Kenapa pak?"
"Saya boleh catat nomer kamu?" Tiyan tidak segan meminta kontak milik Putri
Namun Putri terlihat bingung.
"Buat apa bapak minta nomer hp saya?"
"Kamu kan ketua kelas sekarang, dan saya wali kelas kamu, jadi saya ingin langsung menghubungi kamu jika terjadi sesuatu, begitupun kamu"
Putri mengangguk paham. "Oke deh, sini hpnya bapak." Putri meminjam ponsel Tiyan
Tiyan dengan senang hati memberikan.
Putri mulai mencatat nomer hpnya.
"Nih pak, udah saya catat nomer saya" putri memberikan ponsel Tiyan ke tangannya.
"Terima kasih Putri."
"Sama sama pak, saya permisi dulu yaaa." Putri membungkukkan badannya, lalu segera keluar dari ruangan Tiyan.
Tiyan menatap layar ponselnya
"Putri cantik"
Dan Tiyan tidak bisa menahan senyumannya melihat nama yang diberikan oleh Tiyan di nomernya.
"Ada ada saja Putri."
Tiyan memasukkan ponselnya ke dalam saku, lalu segera melanjutkan pekerjaannya.
.
.
.
.
.
Sementara itu, Putri sedang berjalan melewati koridor menuju ke kelasnya
"Bener kata orang, kelas duabelas bukannya enak, tapi malah tambah beban hidup."
"...."
"Mana gue jadi ketua kelasnya, apes banget gue hari ini." Putri masih berguman sendiri
Sedang berguman sendiri, tiba tiba dia dikejutkan dengan sebuah tangan menyentuh bahunya
Putri menoleh ke samping
"Joan."
Laki laki bernama Joan tersenyum "Ngedumel terus dari tadi?"
Putri cemberut "Tahu nggak sih Jo? Masa aku jadi ketua kelas sekarang."
"Serius?"
Putri mengangguk "apes banget aku hari ini."
Joan tersenyum lagi, dia mengacak rambutnya Putri gemas.
"Kamu naik sepeda ya sama Raka?"
Putri mengangguk
"Habisnya aku sebel sama papa, disuruh nganterin ke sekolah aja susah banget, aku kan kesel."
"Yaudah, nanti kita bareng pulangnya."
Pernyataan Joan membuat Putri menoleh "caranya? Kan aku naik sepeda"
"Ya aku bonceng kamu lah, sepeda kamu yang ada boncengannya itu kan?"
"Iya sih... Tapi nanti kamu capek bonceng aku, aku kan berat Jo"
Joan terkekeh "kalau gitu kamu yang bonceng aku, beratan siapa nanti coba."
"Ish, nggak mau!"
"Makanya itu, nanti aku yang bonceng, terus kita keliling pake sepeda"
Putri mengangguk antusias.
"Yaudah sana masuk kelas,"
"Kamu nggak ke kelas?"
"Aku mau ke lab biologi, anak kelas aku kumpul di sana."
"Baru pertama masuk kelas udah pelajaran aja"
Joan tersenyum "udah sana ke kelas. Nanti temen temen kamu nungguin"
"Aku ke kelas dulu ya Jo? Dadah."
Joan melambaikan tangannya ke Putri.
Joan menghela nafas, lalu segera melanjutkan perjalanannya untuk ke lab biologi
Jadi, Joan dan putri ini adalah sepasang kekasih. mereka sudah menjalin hubungan sejak duduk di bangku kelas 10. Sempat mereka putus, namun akhirnya kembali lagi hingga sekarang.
...******...
Tiyan masih berada di ruang kerjanya, padahal seharusnya, ini sudah waktunya untuk para guru makan siang.
Sebenarnya, selain menjadi guru, Tiyan mempunyai sebuah pekerjaan lain atau bisa disebut pekerjaan sampingan.
Namun pekerjaan itu masih menjadi rahasia, karena hanya dirinya dan kerabat dekatnya saja yang tahu.
"Kerja terosss."
Tiyan melirik ke arah suara, ternyata Hanif. Sesama guru sekaligus sepupu Tiyan.
"Lo kerja terus Yan, kapan cari pasangan hidup?" Ucap Hanif sembari mendudukkan diri
"Kenapa harus cari pasangan kalau jodoh udah di depan mata?"
"Maksud lo?" Hanif terlihat tidak paham apa yang dikatakan Tiyan
"Lo tahu Putri nggak? Anak IPS 4?" Tiyan bertanya
Hanif berpikir sejenak
"Oh, anaknya pak Reivan itu kan? Yang kaya raya, duitnya nggak habis habis?"
"Oh, dia anaknya pak Reivan?"
Hanif mengangguk "Tetangga lo kan? Masa nggak tahu?"
"Ya gue mana tahu kalau Putri anaknya pak Reivan."
"Dahlah, sekarang ngapain lo tanya Putri? Lo naksir?"
Ucapan Hanif membuat Tiyan menatapnya "Mungkin iya."
Hanif cukup kaget "Jangan pedo lo Tiyan, suka sama bocil"
"Nggak pedo lah, umur gue juga belum terlalu tua, cuma beda beberapa tahun"
Hanif hanya menggelengkan kepalanya.
"Lo tahu nggak sih? Cinta pandangan pertama?"
"..."
"Gue ngerasain itu sekarang Han."
Hanif terdiam,
"Hati gue kerasa terbuka lagi pas lihat Putri."
Hanif berdecak sembari menggelengkan kepalanya "Seorang Tiyano Pratama akhirnya jatuh cinta lagi setelah galau ditinggal selingkuh"
"Apadeh lo, gue belum punya pasangan hidup bukan karena gue belum move on dari itu cewe, tapi emang gue males cari."
"Halah alasan aja lo."
"Terserah"
Tiyan melanjutkan pekerjaannya.
"Eh tapi Yan." Suara Hanif membuat Tiyan kembali menatapnya
"Kenapa?"
"Kayaknya lo bakalan patah hati lagi deh."
Tiyan mengangkat sebelah alisnya
"Maksud lo?"
"Putri udah punya pacar kalau lo mau tahu, anak IPA. Udah 3 tahun mereka bareng"
Suasana hati Tiyan saat ini menjadi 💔
"Serius?"
Hanif mengangguk "Namanya Joan, anak IPA 1. Mereka pertama kali kenal waktu Mpls juga sih."
Tiyan terdiam, dia seperti merasakan kekalahan sebelum perang.
'Saya bahkan belum mengajukan diri, tetapi seperti dipukul mundur'
...****...
Karena hari ini masih belum ada jadwal yang tetap, jadi semua kelas dipulangkan lebih awal, kecuali kelas sepuluh, masih ada pembekalan dari kakak kakak osis katanya.
"Lo mau pulang sama Joan ya Put?" Zoya bertanya
Putri mengangguk
"Padahal gue mau nebeng elo."
"Ada pangeran disini kok dianggurin?" Raka tiba tiba datang
"Pangeran dari goa hantu iye."
"Gas aja Zoy, masih baik ada yang tumpangi." - Dery
"Iya tahu, kan sekalian kita bisa sepedaan bareng bareng, seru tahu naik sepeda."
"Anak sultan mana mungkin bisa naik sepeda? Nanti alergi." Joan ikut berbicara
"Idih, gue getok lo! Oke gue ikut Raka, tapi jangan kenceng kenceng lo kalau ngayuh"
"Ya kalau lo pegangan kenceng nggak bakalan kenceng juga jalannya."
"Modussss"
"Jo, kamu ambil sepedaku ya? Aku tunggu di parki—"
Bruk!
Belum selesai berbicara, ada yang menyenggol bahu Putri dengan sengaja hingga putri terjatuh
"Putri!"
Joan langsung mendekat ke Putri
"LIHAT LIHAT DONG KALAU MAU JALAN! BUTA MATA LO?!" Zoya terlihat tidak terima
Orang yang menyenggol Putri segera berbalik badan.
"Dasar lemah, disenggol dikit aja jatuh."
"Putri, kamu gapapa?"
Putri mengangguk "gapapa kok."
Joan membantu Putri berdiri
"Lo kenapa sih Sa? Ada masalah apa lo sama cewek gue?" Joan berbicara kepada perempuan yang bernama Sasa
"Nggak ada kok Jo, aku cuma seneng aja gangguin dia" Gadis bernama Sasa merubah gaya bicaranya kepada Joan
"Cih, sok lembut, lo pikir lo cantik gitu?" Zoya sepertinya tidak menyukai Sasa
"Emang gue cantik, bye." Sasa segera berlalu meninggalkan semuanya
"Cih, dipikir dia cakep apa. Muka kayak gentong lumutan begitu" Dery juga terlihat tidak menyukai gadis itu.
"Pulang aja ya?" Joan mengajak Putri pulang
Putri menggeleng "mau jalan jalan sama kamu Jo, kan kita udah lama nggak jalan."
"Yaudah sini aku bonceng." Joan menggandeng tangan Putri untuk dibawa ke parkiran
Dan disisi lain, ternyata ada dua pasang mata yang sedang memperhatikan sejoli itu.
Siapa lagi kalau bukan Tiyan dan Hanif
"Dasar darah muda, cowok aja diributin"
"Itu yang nyenggol Putri sampai jatuh siapa?"
"Alissya, panggilannya Sasa, anak kelas bahasa."
"Kenapa dia kayak nggak suka sama Putri gitu?"
"Emang dari dulu nggak suka tuh, soalnya Sasa kalah saing"
"..."
"Kalah pinter, kalah cantik, kalah dapet perhatian dari Joan juga, makanya dia sirik sama Putri"
Hanif ini memang terlihat tahu segalanya, bagaikan ketua gibah.
Sedangkan Tiyan terdiam sembari menatap Joan dan juga Putri yang tengah berboncengan sembari keluar dari gedung sekolah.
Drrrttt
Dan ponsel Tiyan bergetar, dia segera mengambilnya
"Wih, tumben om Tama telfon?"
"Nggak tahu." Tiyan yang tahu sang papa menghubungi segera mengangkatnya
"Halo, iya pa?"
"Tiyan? Kamu dimana?"
"Tiyan masih di sekolah pa, kerja"
"Kamu pulang ke rumah ya, papa sama mama mau ngomong sama kamu"
"Penting banget pa? Nggak bisa lewat telfon?"
"Nggak bisa Tiyan, ini penting. Kamu cepat pulang."
"Iya, Tiyan pulang sekarang."
Tiyan mematikan sambungan telfonnya
"Napa Yan? Om Tama nyuruh pulang?"
"Iya, mau ada yang diomongin katanya."
"Wah, mau dijodohin pasti nih"
Tiyan hanya berdecak "Aneh aneh aja lo, ngaco."
Tiyan memasukan ponselnya ke dalam saku kembali, lalu segera pergi meninggalkan Hanif untuk pulang ke rumah
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments