Jam kerja untuk hari ini pun usai, setelah beres-beres aku bergegas untuk pulang, kasihan Nita jika harus menjaga Langit lebih lama lagi. Semoga saja bayi itu tak rewel.
Tepat di jalan aku menemukan Langit, sengaja aku berhenti sejenak. Siapa tau ada sebuah petunjuk atau mungkin seseorang yang mencari keberadaan Langit, karena aku yakin orang tua bayi itu pasti akan sangat kebingungan mencari keberadaannya. Namun, bukannya mendapat petunjuk aku malah mendapatkan tontonan gratis dari sepasang kucing yang lagi wik-wik. Dasar binatang gak ada akhlak!
Tak mendapatkan apapun, aku pun memutuskan pulang. Sesampainya di gerbang kosan, aku melihat Langit di gendong Nita dan di kelilingi oleh beberapa anak kos lain, aah ... senang rasanya Langit diterima dengan baik di sini.
"Assalammualaikum. Wah Langit, baru juga bayi tapi sudah dikerubungi cewek-cewek cantik," sapaku kepada mereka yang mendapatkan jawaban salam secara serempak.
"Dia lucu banget, sih. Mana ganteng lagi," jawab salah satu dari mereka, aku pun tersenyum menanggapinya.
"Dia rewel gak, Nit? Maaf, ya, sudah ngerepotin," ujarku beralih menghadap Nita.
"Enggak, kok. Dia anteng banget malah. Kamu mandi aja dulu, bersih-bersih. Langit biar aku jaga dulu gak papa," balas Nita lagi.
"Beneran gak papa?" tanyaku lagi memastikan.
"Beneran. Bocah anteng gini. Sudah sana!" Aku pun mengangguk dan bergegas masuk kamar. Meskipun Nita gak keberatan, tapi rasanya sungkan saja kalau harus nitip lebih lama. Dia juga pasti punya kesibukan lain.
Selesai mandi aku bergegas menyusul Langit, kangen juga rasanya tak memeluknya selama sehari.
"Nit, maaf lama, ya? Sini, biar Langit aku gendong, kamu pasti capek," ucapku seraya meraih Langit dari gendongan Nita.
"Ras, tunggu bentar. Ada titipan buat kamu," cegah Nita saat aku hendak beranjak ke kamar.
Keluar dari kamar, Nita menyerahkan sebuah bungkusan ke arahku.
"Ini tadi dari ibu kos, katanya selamatan dari anaknya. Tadinya dititipin ke Ayu, berhubung dia tau Langit sama aku, jadinya dititipin ke aku deh," jelas Nita.
"Tapi bu kos gak tau kalau ada Langit, kan?" tanya penasaran sekaligus khawatir.
"Aman ... tadi pas bu kos datang, anak-anak langsung datengin aku ke kamar, nyuruh nyembunyiin Langit. Gara-gara Langit nih satu kos jadi kompak sekarang," jelasnya lagi dengan tertawa.
Akupun ikut tertawa dibuatnya. Aah ... entahlah, aku pun merasa perkataan Nita memang benar. Aku yang tadinya bukan siapa-siapa mendadak jadi luar biasa gara-gara menemukan Langit. Luar biasa somplaknya.
Di indekos ini, cuma beberapa aja yang bekerja. Ada aku, Dini dan seorang lagi. Yang lainya seperti Nita, bekerja dan kuliah. Kerjaannya pun bukan jaga toko seperti aku dan Dini. kebanyakan mereka adalah admin disebuah perusahaan. Itulah sebabnya aku lebih cocok dengan Dini, merasa senasib.
Setelah menerima bingkisan dari Nita dan basa-basi sebentar, akupun masuk ke dalam kamar. Pas banget belum makan, ada nasi, sikat.
"Langit, tau gak? Tadi ada om-om ganteng, loh. Doain ya, biar dia mau jadi Ayah kamu." Ceritaku sembari tertawa sendiri.
Lama-lama geli juga, ngobrol kok sama bocah, jangankan ngasih pendapat, tahu maksudnya aja kagak. Kelamaan jomlo membuat jiwa kesepianku meronta-ronta.
Entah paham atau tidak, Langit tertawa melihat kearahku. Aiih ... lihat dia ketawa kenapa jadi inget si Lee Min Hoo KW, ya? Mereka sudah kayak pinang dibelah dua, mirip. Bisa dibilang Lee Min Hoo adalah gambaran wajah masa depan Langit.
Sebenarnya, aku tak tahu persis usia si bayi menggemaskan ini. Aku tak paham kapan tahapan-tahapan bayi bisa melakukan sesuatu, tapi saat ini Langit sepertinya dalam fase pingin tengkurap, beberapa kali aku sempat memergoki dia tengkurap, hanya saja dia masih belum bisa menempatkan tangannya dengan benar, masih sering tertindih tubuhnya sendiri.
Jika diingat, aku sama sekali tak menyangka jika sekarang ada seorang bayi yang hidupnya bergantung padaku. Padahal dulu, untuk bangun tidur saja aku sendiri bergantung pada alarm HP. Jangankan untuk merawat bayi, waktu libur kerja saja aku bahkan hanya mandi sehari sekali. Tak rela saja, jika waktu bersantai dihabiskan di kamar mandi.
Biarpun masih dua hari, tapi Langit berhasil sedikit merubah kebiasaanku. Semoga saja, bayi ini memang akan membawa pengaruh dan keberuntungan sendiri untukku.
***
Layaknya hari lalu, pagi ini pun aku bekerja seperti biasa. Kali ini, giliran Dini yang merawat Langit. Aku tak pernah menyuruh atau pun meminta bantuan, dia sendiri yang datang dan menawarkan bantuan. Langit memang pandai membuat semua orang jatuh cinta padanya.
Saat melewati tempat menemukan Langit, lagi-lagi aku mencoba mencari petunjuk. Benar saja, sebuah selebaran tertempel di tiang listrik, ada sebuah foto dan keterengan orang hilang di sana, dan itu Langit.
Setelah sampai di toko, segera aku menghubungi Dini. Aku meminta pendapatnya apakah langsung saja kuhubungi nomor yang tertera di selebaran ini. Beberapa kali tersambung namun belum ada jawaban, mungkin dia sedang sibuk dengan Langit, akan kucoba lagi nanti.
Dua jam berlalu, Dini pun menelpon. Kuutarakan apa yang baru saja kutemukan. Benar saja, Dini menyuruh untuk menahan diri tak menghubungi mereka dulu. Kami sepakat akan membahasnya lagi nanti saat aku telah sampai di rumah.
Sepanjang bekerja, pikiranku selalu tertuju kepada Langit. Walaupun masih beberapa hari, tapi aku menyayangi bocah itu. Akankah aku bisa bertemu lagi dengannya? Masih bolehkah oleh orangtuanya jika aku datang dan mengunjunginya? Entah kenapa ada perasaan tak rela, karena konon katanya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya itu sakit.
Pulang kerja segera aku menemui Dini. Langit yang sedang tertidur membuat kami leluasa berbicara.
"Jangan telepon pakai nomor kamu, pakai nomor baru!" perintah Dini yang membuat dahiku berkerut.
"Emang kenapa? Takut setelah itu bapaknya Langit godain aku?" jawabku malah dapat jitakan dari Dini.
"Jangan GR, kalau benihnya aja sebagus ini, jelas penghasil bibitnya juga bagus. Mana mau Bapaknya Langit sama cewek dekil kayak kamu." Iish ... Aku dibilang dekil? Untung bener, kalau gak udah aku bales jitak juga ini bocah.
"Maksudku suruh kamu pakai nomor baru itu, kita pastikan dulu bener kagak dia orang tua atau keluarganya Langit. Kita pantau dari jauh, kalau mencurigakan ya, sudah kita bawa Langit balik, kamu buang nomornya, aman," jelas Dini lagi yang makin membuatku bingung.
"Lah kalau bukan orangtuanya, ngapain mereka bikin selebaran kayak gini, kan buang-buang duit."
"Lah itu kan kamu, perhitungan. Kalau mereka niat jahat semua bisa aja dilakuin. Terus minta mereka bawa bukti kalau benar-benar keluarganya Langit." Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Dini, jenius juga bocah sangklek ini.
"Oke, deal. Kita jalankan misi," ucapku seraya mengarahkan tangan hendak bersalaman, Dini pun membalas seraya tersenyum miring. Ahh ... berasa sinting ngikutin kelakuan itu bocah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Wicih Rasmita
Dini kamu cerdas juga y
2023-06-13
0
Little_Bee
kok bisaaaa ada adegan kocheng wik-wik sih thooor... 🤣🤣🤣🤣🤣
2022-02-03
2
Mata Air
sinting wes suwe Ras....
2022-01-28
1