Walaupun sedikit bingung dengan tatapan horor para penghuni kosan, aku tetap saja berjalan menuju kamar Dini. Terlihat Dini akan membuka kamarnya sebelum akhirnya dia manatapku dengan mata belotot. Beberapa kali ia terlihat memberi israyat dengan melihat ke arah tubuhku, aku yang merasa tak ada yang salah tak memedulikannya dan terus saja berjalan.
"Woe, Kampret! Bajumu mana?" teriak Dini kesal karena merasa tak kupedulikan.
Aku berhenti seketika seraya meraba tubuhku. Duh, Gusti, pantes saja daritadi kerasa dingin banget. Kutatap seisi penghuni kos dengan tersenyum kecut, mereka makin cekikikan, segera kuberbalik arah dan ngacir dari sana. Untung saja ini kosan untuk perempuan, kalau tidak hilang sudah kesucian yang harusnya kuperlihatkan untuk suamiku saja.
Tak lama terdengar ketukan pintu saat aku baru saja selesai berpakaian. Terlihat Dini membawa sekantong belanjaan pesananku.
"Anak siapa itu? Kamu gak berubah jadi penculik anak, 'kan? Atau jangan-jangan dia anak kamu? Siapa bapaknya? Ayo jelasin?" cercah Dini saat melihat bayi di atas tempat tidurku.
Sebelum ucapannya makin ngawur, kujitak keras kepalanya biar itu otak kembali ke tempatnya.
"Dasar korban sinetron! Emang kapan kamu lihat aku bunting? Lagian siapa yang mau ngebuntingin? Kucing?" Kulihat raut muka Dini masih belum berubah.
Dia seperti menunggu penjelasan yang lebih masuk akal. Sebelum ia mikir yang tidak-tidak kujelaskan semua yang terjadi, termasuk dengan terpaksa bayi itu harus minum air putih karena tak ada susu di rumah.
"Terus, mau sampai kapan bayi ini di sini? Emang kamu bisa ngerawat bayi? Terus kalau kamu kerja, gimana?" cerocos Dina lagi, gadis itu entah kenapa rasa ingin tahunya begitu besar. Jangankan dia, aku sendiri bingung harus bagaimana sekarang.
"Gak tau, aku juga bingung. Atau kita balikin aja dia ketempat pertama kali aku lihat dia?" jelasku antusias yang justru mendapat balasan jitakan dari Dini.
"Otak dipakai! Tega amat balikin bayi sekecil itu di tempat sepi, iya kalau ketemu orangtuanya, kalau malah dimakan kucing, gimana?" Sembari mengelus-elus bekas jitakan Dini, aku bergidik ngeri membayangkan apa yang gadis itu katakan.
"Ya, sudah, kita pikirkan nanti, untuk malam ini biarkan dia di sini, besok aku juga libur masih bisalah merawat dia." Belum selesai aku menjelaskan terdengar bayi kecil.iti menangis lagi.
"Din, kamu gendong bayinya, aku mau buat susu!" seruku yang diangguki Dini.
Gadis itu langsung saja menggendong bayi yang belum bernama itu, dia timang-timang mencoba menenangkan, tapi sama seperti sebelumnya bukannya diam tangisnya malah semakin kencang. Segeraku bergegas membongkar kantong kresek yang sebelumnya sudah Dini bawa.
"Din, ini gimana cara bikinnya?"
"Lah mana aku tahu, punya bayi aja belum pernah,"
"Duh, Gusti. Piye iki? Bocahe nangis ora meneng-meneng. Susu iki piro takarane?" gerutuku sendiri sembari mondar-mandir tak jelas.
[Duh, Gusti. Bagaimana ini? Anaknya nangis terus gak berhenti. Susu ini berapa takarannya?]
"Berhenti nambah pusing dengan bahasa planetmu itu! Baca petunjuk di kemasannya!" perintah Dini yang langsung kujalankan.
Kubaca dengan teliti setiap petunjuk yang tertera di box kemasan. Dan benar, semua tertulis lengkap di sana. Gadis slengek'an itu terkadang pintar juga, meskipun lebih sering lemotnya.
Susu sudah siap, dengan segera kuberikan kepada bayi yang masih menangis dalam gendongan Dini. Dikenyotnya dot dengan begitu cepat, untuk beberapa menit saja isi dalam dot itu sudah tandas tak bersisa. Aku dan Dini hanya bisa saling pandang saat bayi itu langsung terlelap tanpa banyak drama. Sungguh menggemaskan.
"Ras, udah malam, aku balik, ya, ngantuk," pamit Dini seraya meletakkan si bayi ke atas tempat tidur.
"Belanjaan tadi habis berapa, Din? Ini uangnya aku ganti," ucapku seraya beranjak mengambil dompet.
"Bawa aja dulu, balikin besok awal bulan, aku tau kamu pasti lagi kere," jawab Dini yang membuat mataku berbinar. Tak salah aku memilih dia sebagai sahabat, biarpun sangklek tapi dia sangat pengertian.
"Makasih, ya. Lemah teles, Gusti Allah sing bales," balasku yang membuat bibir Dini mengerucut lima belas centi lebih panjang.
Dia teramat sensi saat aku sudah berbicara dengan bahasa jawa, dia yang asli Sumatra jelas tak tau arti ucapanku. Entah kenapa dia bisa terdampar di sini, mungkin sifat sangkleknya itu sudah benar-benar membuat malu provinsinya, hingga akhirnya ia terusir kemari.
Sepeninggal Dini, akupun merebahkan tubuh di samping bayi mungil itu. Mencoba memikirkan nasib bayi ini selanjutnya. Tak mungkin aku terus-terusan membiarkannya di sini, aku harus bekerja. Belum lagi kebutuhan hidupnya yang harus kupenuhi, mencukupi kebutuhan sendiri aja ngos-ngosan, mana bisa jika aku harus menambah pengeluaran lagi.
Setidaknya, aku bisa sedikit lega saat Dini tak meminta uang ganti untuk membayar kebutuhan si bayi menggemaskan ini. Setidaknya uang ini bisa kupergunakan untuk membeli beberapa baju untuk gantinya. Waktu yang semakin malam serta tubuh yang mulai lelah membuatku akhirnya beranjak ke alam mimpi.
💜💜💜
Seberkas cahaya masuk melalui sela jendela membuat tidurku sedikit terusik. Kulayangkan pandangan pada jam dinding, Gusti! Sudah jam setengah lima, aku belum salat Subuh. Sedikit berlarian aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu, biarlah sedikit terlambat Gusti Allah pasti bisa maklum.
Dua puluh dua tahun hidup, selama ini aku selalu tidur malam tanpa gangguan apapun, kalaupun ada mungkin itu hanya nyamuk ada gangguan kecil yang tak menyita banyak waktu. Namun, semalam si bayi beberapa kali terbangun dan membuatku dengan terpaksa membuatkan susu. Lebih parahnya lagi, saat jam menunjukkan pukul dua pagi, dia terbangun dan menolak saat diberi susu.
Entah apa yang membuatnya begitu senang, beberapa kali terdengar dia tertawa. Dia memang anteng dan tak menangis, hanya saja aku tak tega jika harus meninggalkannya tidur. Jadilah sampai pukul setengah empat aku menemaninya menghitung bintang lewat jendela kamar.
Suara dering telepon menyadarkanku dari kantuk. Seusai salat subuh tadi aku kembali tertidur di atas sajadah lengkap dengan mukenannya. Aku baru tau, ternyata secapek ini mempunyai bayi, heran saja kenapa orang-orang dulu senang sekali hamil.
"Assalammualaikum, Bu," sapaku pada ibu yang diujung telepon.
"Waalaikumsalam, Nduk. Ras, Ibu kemarin titip Adi buat transfer uang ke kamu. Alhamdulillah panen kemarin dapat lumayan banyak, Ibu ingat kamu, jadi ibu kirimin uang sedikit," jawab ibu yang membuatku melonjak seneng.
"Ditransfer pinten, Bu?" tanyaku antusias.
"Bocah gemblung! Mbok, ya, tanya dulu kabar Ibu bapakmu ini gimana, bukannya malah tanya transferan berapa," omel Ibu yang membuatku tertawa lebar.
"Lah jenengan, kan, lagi banyak uang, ya pasti kabarnya lagi baik, bener, kan?"
"Ouw bocah edan! Ngerti ae. Tak transfer dua juta. Pakai buat kebutuhanmu."
"Loh, kok katah, Bu. Panennya berhasil semua, Bu?"
"Alhamdulillah, wes cukup pokoe. Kamu wes gak usah mikir Ibu Bapak, bulan depan juga ndak usah kirim uang, insya Allah uang ini masih cukup," jelas Ibu panjang lebar.
"Alhamdulillah. Ngapunten nggeh, Bu. Harusnya Saras yang kirim uang, ini malah Ibu yang kirim."
"Halah ... wes gak usah aksi sedih. Ibu wes hafal kelakuanmu. Wes nanti makan nasi, jangan beli soto terus. Iya, kalau soto asli, ini soto dalam bentuk mie instan," jelas ibi panjang lebar yang membuatku tertawa lebar. Emang gak salah kelakuanku kayak gini, sudah ada turunannya.
"Lah, Jenengan kok ngerti?"
"Yo, ngerti. Lah mbok pakai status terus di WA."
" Jenengan punya HP android?" tanyaku penasaran. Heran saja, bagaimana bisa Ibu tau story WA-ku padahal HP-nya saja cuma HP jadul uang persis ulekan.
"Yo, ora. Ibu lihat dari HP-nya Adi." Saat hendak melanjutkan bicara, si bayi yang awalnya anteng tiba-tiba saja memangis.
"Ras, iku bayi'e sopo? Kok nak kamarmu? Kuwi ora anakmu, kan? Kowe ojok macem-macem loh, Ras," cerca Ibu yang membuatku tanpa sengaja mematikan sambungan telepon.
Mati aku!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Iiq Rahmawaty
😅😅
2022-06-05
1
Little_Bee
naahh kaann 😂😂😂
2022-02-03
1
Mata Air
bwahahahhaha Ras ... ras ... lucu...
makan soto dalam kemasan.
mending cerita AE Ras sama ibuke....
dr pada bikin orang tua kepikiran....
engko duso lho....
2022-01-28
1