Demi menghindari pemikiran yang salah dan mengarah ke mana-mana akhirnya aku memutuskan menghubungi Ibu lagi setelah bayi mungil itu tertidur. Capek juga sembunyi-sembunyi kayak gini, atau aku jujur saja? Ah ... tidak-tidak! Nanti Ibu malah salah paham, terus nyuruh aku pulang dikawinin deh sama juragan sawah yang udah bangkotan. Hi ... berasa kek sinetron.
"Assalammualaikum, Bu. Ngapunten keputus, tadi anaknya ibu kos yang kebetulan dititipin di sini lagi nangis, barusan Saras balikin ke rumahnya," jelasku setelah panggilan di sana telah tersambung.
"Loh, Ibu kos kamu kawin lagi?" tanya Ibu yang membuatku terkejut.
"Hah? Kawin lagi?" tanyaku balik.
"Lah bukannya kamu dulu cerita kalau Ibu kos kamu itu suaminya sudah meninggal? Sudah sepuh juga, kan orangnya? Sekarang sudah nikah lagi berarti?" jelas Ibu panjang lebar yang membuatku menepuk jidat.
Mati aku! Kenapa juga nyari alasan gak di pikir dulu. Jelas saja Ibu kaget, dia taunya kan ibu kos memang sudah sepuh, sudah 65 tahun, mana mungkin hamil lagi.
"Eh, maksud Saras cucunya Ibu kos, cucu kan sudah kayak anak sendiri, nggeh to, Bu?" jelasku mencari-cari alasan.
"Oalah, yawes kalau gitu. Kamu di sana jangan macem-macem loh, Ras. Ingat salat. Jaga pergaulan. Kalau kamu gak bisa jaga diri mending kamu pulang aja, ntar Ibu kawinin sama juragan Ipan, dia masih setia nungguin kamu."
"Hi ... Jangan, Bu. Saras janji bakal jaga diri. Pun nggeh, Bu. Saras mau masak dulu nanti disambung lagi."
"Yawes, makan nasi! Jangan makan mie instan terus. Assalammualaikum," ucap Ibu mengakhiri sambungan.
"Nggeh, Bu. Waalaikumsalam."
Haaa! Untung saja Ibu gak curiga. Maafkan Saras, Bu. Saras terpaksa berbohong. Sejenak aku menoleh ke arah bayi yang entah sejak kapan telah terbangun. Dia terlihat sibuk melihat-lihat seisi rumah, ah dia begitu menggemaskan.
"Hai, bayi kecil hari ini kita dapat rejeki, aku akan membelikanmu beberapa pakaian. Apa kau senang?" celotehku sembari menghadap bayi mungil itu. Tak disangka dia membalas ucapanku dengan tersenyum lebar, ah sepertinya aku mulai menyukaimu.
Aku baru sadar jika bayi ini belum bernama, tak mungkin aku memanggilnya bayi mungil terus. Baiklah, kita akan mencari nama sementara untukmu.
Ternyata mencari nama untuk seorang bayi memang bukanlah hal mudah, sudah browsing sejak tadi ternyata aku tak menemukan nama yang pas untuknya.
Bagaimana kalau Lee Min Ho? Atau Taehyung? Edward Cullen? Atau Alliando saja? Tidak-tidak! Kenapa jadi nama artis semua.
Damar Langit! Yaah, namamu Damar Langit sekarang. Kenapa Damar Langit? Langit, karena aku menemukannya di bawah langit, entah anak siapa dia. Mungkin memang langit yang mengutusnya bertemu denganku. Sedangkan Damar, itu adalah nama lelaki yang pernah aku taksir saat SMA dulu, wajahnya ganteng dan menggemaskan seperti bayi ini. Namun, sayangnya lagi-lagi cintaku tak pernah terbalas.
Damar Langit dalam arti sebenarnya berasal dari bahasa jawa yang berarti benda langit yang menerangi angkasa. Semoga saja, kamu akan juga menerangi hidupku meskipun kita tak pernah tahu akan berapa lama bersama.
"Namamu Damar Langit ya, bocah lucu, dan aku akan memanggilmu, Langit. Kamu suka?" Sebuah pertanyaan kuajukan lagi padanya, dan jawabannya pun sama, dia tersenyum lebar. Iish ... kenapa dia selucu ini.
Usai bermain-main sejenak, aku pun memandikannya, bersih atau tidak entahlah, yang penting badannya basah, itu bisa disebut mandi bukan? karena belum ada baju ganti, jadi terpaksalah baju sebelumnya kupakaikan kembali. Sebotol susu telah siap, dan benar saja setelah habis sebotol ia pun tertidur. Kini giliranku untuk membersihkan diri, karena setelah sarapan nanti aku akan mengajaknya berbelanja pakaian.
Setelah sarapan aku pun bersiap-siap, tinggal menunggu Dini kami siap berangkat. Ya, terpaksa aku harus mengajak Dini, disamping untuk teman diskusi memilih baju, aku pun butuh ojek untuk ke supermarket kasihan jika Langit harus naik angkot. Lagipula Dini kerja sift siang, jadi aku tak mengganggu jadwalnya.
Pintu diketuk, saat aku membuka pintu terlihat Dini begitu heran melihat penampilanku, dan sesaat kemudian dia terbahak-bahak.
"Kamu sudah mirip banget sama emak-emak, buru nikah dan bikin anak sendiri gih!" Issh ... dia benar-benar menyebalkan.
Sebenarnya tak salah jika dia menertawakanku, lihat saja diriku, karena tak ada jarik aku pun menggendong langit dengan pasmina milikku. Sebuah jaket besar juga kupakai untuk menutupi tubuh langit, tapi aku yakin tak separah perkataan Dini, gadis itu saja yang berlebihan.
"Jangan banyak komentar, ayok berangkat! Tapi kita ke ATM dulu," ajakkku sembari mengunci pintu.
Setelah tiga puluh menit perjalanan dan berhenti sejenak di ATM, kini sampailah aku di babyshop. Seumur-umur baru kali ini aku masuk tempat perlengkapan bayi seperti ini, dan itu membuat kalap mata. Bagaimana tidak, baju di sini sangatlah lucu-lucu, berbagai model pun ada, untung saja Langit laki-laki, karena baju perempuan jauh lebih menggemaskan.
Beberapa pasang baju sudah di dapat, gendongan, topi dan sepatu pun ada dan untuk itu semua aku harus merogoh kocek sampai empat ratus ribu, Ya Gusti jatah makanku dua minggu.
"Ikhlas, Ras ... ikhlas. Semoga saja orangtua bocah ini kaya raya, jadi uangmu bakal diganti berkali-kali lipat," ejek Dini yang spontan mendapat jitakan olehku.
Untung saja ibu mengirim uang yang lumayan, jadi paling tidak aku tidak terlalu miskin hingga beberapa minggu ke depan. Langit memang banyak rejeki, disaat butuh susu, ada yang membelikan, disaat butuh baju ada yang mengirim uang, semoga saja saat kamu butuh ayah, Allah segera mendekatkan, amin.
Seusai berbelanja, aku berjanji akan mentraktir Dini makan siang, anggap saja sebagai bayaran jadi tukang ojek hari ini, dan Dini pun girang. Langit memang bayi yang pintar, diajak kemana pun dia tak pernah rewel, kalaupun menangis cukup diberi susu dia langsung terdiam.
Sebelum berangkat ke tempat makan, kutitipkan Langit kepada Dini, ada yang sedang berontak untuk dikeluarkan. Seusai dari kamar mandi, entah kenapa saat ada yang bening mata ini tak pernah melewatkan.
Pria itu sepertinya sedang memcari sesuatu atau mungkin seseorang. Matanya melihat ke sana ke mari. Setelan kemeja putih dengan celana formal membuat penampilannya nyaris sempurna, Gusti gak dapat Lee Min Hoo dapat yang beginian saja sudah tak apa.
Entah karena kurang hati-hati atau memang panik, lelaki itu menyebrang tanpa menoleh ke kanan dan kiri, hampir saja sebuah sepeda motor menabraknya kalau aku tak segera menarik tanganya. Adegan seperti ini sering aku lihat di sinetron, setelah itu mereka dekat dan menikah. Semoga Gusti.
"Terima kasih" ucapnya lirih dan segera berlalu.
Aku hanya bisa bengong sambil menatap punggungnya. Jangankan menikah, bertanya nama saja tak sempat. Iish ... batal dapat jodoh ganteng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Iiq Rahmawaty
amin.. smoga nnti dinikahkn sma papa kandungnya langit ya😆😆
2022-06-05
1
Irmayanti Dara
Mak nya yg butuh itu mah🤣
2022-04-23
1
ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •
aamiin ya
2022-03-31
1