Ace of Coin

Tara menoleh saat merasa sebuah jari menyolek bahunya. Vanka bersandar pada kubikel dan melipat kedua tangannya di dada. "Maksi gak lu?"

"Iya," Tara kembali memalingkan pandangan pada komputer Ia bekerja.

"Ayo, sekarang. Keburu si Susi ikut ntar," Vanka menoleh kebelakang bahunya berusaha memastikan si objek pembicaraan mereka berada setidaknya 1 km dari ia berdiri.

"Iya," Tara akhirnya menjawab sedikit kesal sambil menyimpan semua hasil kerjanya di komputer. Ia merapikan berkas-berkas di atas meja dan memasukkan pada laci terkunci. Ia menggamit pouch kecil bergambar mobil VW bertuliskan 'Travel The World' dan gerakannya terhenti ketika hendak menyambar ponselnya beserta. Ia memutuskan untuk memasukkannya ke laci mejanya beserta berkas-berkas pekerjaan. "Ayo, cuss..."

Vanka langsung menggandeng lengan Tara setengah memaksanya untuk melangkah lebih cepat. Dalam perjalanan menuju tempat makan mereka masih saja membicarakan project acara akhir tahun yang akan diselenggarakan kantornya. Vanka mulai memberi ide untuk tema pakaian yang sekiranya pantas untuk dimasukkan dalam acara, Tara menyahut agar Ia kemukakan di rapat berikutnya. Tempat makan yang berada dalam sebuah Mall tentunya menyajikan berbagai macam makanan juga manusia. Sesekali Vanka memberi tanggapan ke arah cowok yang duduk di sebuah toko kopi sambil berbincang lewat ponsel.

"Cowok yang lengan kemejanya digulung itu kenapa ngegemesin, ya?" bisiknya.

"Sempet aja mata lu, si Berryl kumaha?" Tara menyodok pelan pinggang Vanka.

"Ya, Berryl di hati, tapi kan lagi ga di sini. Masa mata ga boleh sekedar 'window shopping'. Kan ga ada masalah dengan hubungannya," Vanka mengibaskan tangannya seakan ada sesuatu melayang di depan wajahnya, gestur angin lalu.

"Iyalah, Vanka. Mau makan apa nih?" Tara bertanya mengalihkan pembicaraan. Sebetulnya Ia pun tak serius bertanya bahkan makan itu ada dalam daftar terakhir yang ingin dia lakukan.

"Lu aja yang pilih, gua tau lu lagi ga selera makan," Ia tertawa. "******."

"Lu emang paling bisa ya, dasar," Tara menggerutu. "Kita ke food court aja dulu lah, siapa tau gua bisa mikir."

"Pilihan lu cuma satu aja, move on. Itu aja lu susah milih gimana makin banyak," nyinyir Vanka sambil nyengir.

"Eh, setan," sembur Tara namun ia ikut nyengir juga akhirnya. Saat menaiki tangga eskalator, seorang menyerahkan selebaran yang diambil Tara tanpa sedikit pun memeriksa.

Mereka akhirnya memilih sebuah resto yang menyajikan banyak sajian pasta. Tara berpikir itu satu-satunya jenis makanan yang mungkin dapat Ia santap dengan cepat. Setelah memesan dan menyantap hidangan, Vanka mengeluarkan bungkus rokok mentolnya dan menawarkan Tara. Tara mengambil satu dan menyalakan pemantik yang tergeletak saat penggunanya sudah menghembuskan asapnya nikmat. Mereka memang mengambil meja di smoking area.

Vanka melirik selebaran yang dibawa Tara. Selebaran dengan warna menyolok dan gambar dua besar hati serta gambar panah yang saling bertolak belakang. Vanka menarik selebaran itu. "Eh, dapet dari mana Lo?"

Tara melirik sekilas sebelum menghembuskan asap putih tipis, "tadi sebelum naik eskalator. Lo ga liat?"

"Engga," wajah Vanka sedikit berlebihan melihat selebaran itu

"Hunting terus sih tuh mata," sergah Tara.

"Eh, wajar dong liat yang gemes. Tar, lu tau ini apa?" Vanka kini menggoyangkan selebaran di tangannya.

"Apaan, sih?" Tara merebut selebaran itu dari tangan Vanka yang melepasnya dengan penuh drama.

"Itu tuh, di mana gua ketemu Berryl!" Ia menunjuk dengan antusias.

"Yakin, Lo?" Tara mengamati selebaran itu, akhirnya. Aplikasi bernama SwipeLove, menyertakan QR code untuk memudahkan pengunduhan aplikasi jodoh itu. "Pasti tuh apps ga laku sampe marketingnya nyebarin selebaran gini."

"Lu download, ga perlu pake tanya ba-bi-bu, deh. Percaya Ama gue."

"Ya, paling sama aja sama aplikasi jodoh lainnya. Banyak yang fake, atau isinya brengsek gitu," jawab Tara apatis.

"Download udah," ucapnya sedikit memerintah.

"Ga bawa hp," jawab Tara ringan.

"Nih gua kasih liat," Vanka dengan lincah membuka ponsel dan menunjukkan aplikasi tersebut. Juga memberikan penjelasan sedikit hingga Tara mulai berpikir apakah Vanka itu rekannya bekerja di perusahaan yang sama atau selama ini dia hanya Intel yang ingin meluaskan jaringan aplikasi tersebut ke karyawan-karyawan single di perusahaan besar, seperti Mitra Grup Indo.

Tara kaget, "Lu masih pake sampe sekarang, si Berryl-" ucapan Tara langsung terpotong.

"Udah, lu mending..." Vanka mengambil kembali selebaran itu melipatnya lalu langsung menjejalkan pada pouch Tara. "download aja ga usah kebanyakan mikir. Susah emang ngomong ama Capricorn mikirnya kelamaan."

"Ga usah bawa-bawa rising gitu lah," Tara terkikik.

"Udah," Vanka ******* rokoknya pada asbak seakan menjadikan sebagai segel atas apa yang dibicarakan. "Ayo balik ke kantor."

Tara mematikan rokok miliknya lalu menyusul Vanka yang sedang menyemprotkan sedikit pengharum agar bau asap rokok menghilang dari tubuhnya.

***

Malam sudah larut saat Tara meletakkan tasnya pada kursi meja riasnya. Ponsel digenggamnya mati dan Ia mengambil pouch untuk mengeluarkan kabel pengisi daya. Tara melihat selebaran yang dilipat asal oleh Vanka saat Ia menarik seleting pouch itu. Ia menimbang-nimbang tentang gagasan Vanka tadi siang. Tak ada salahnya mencoba, mungkin ada penghiburan yang ia dapatkan untuk menghapus jejak Rendi dalam benaknya. Ia sadar ponselnya harus diisi daya, setelah memastikan aliran listrik masuk mengisi ponsel itu, Tara membersihkan wajahnya dengan micelar water dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Yuda, 30.

Mapan, siap nikah, serius.

swipe

Danar, 28.

Bertualang aku dan kamu sampai tua

swipe

Satria, 28.

Having fun, kost? hotel? Jadi 😎

Ih, swipe

Tara tak benar-benar memperhatikan apa yang ia lakukan. Terkadang ia berhenti pada satu pilihan yang mungkin mengingatkannya pada senyum Rendi, atau ucapan-ucapan Rendi yang tertulis di beberapa data pengguna aplikasi tersebut. Terhenti pada perawakan yang mirip Rendi, atau backround-backround foto yang pernah dikunjungi mereka berdua saat bersama.

Tidak ada harapan terlalu besar bagi Tara melakukan itu, dia hanya berpikir ini satu-satunya cara yang bisa Ia lakukan untuk membunuh waktu sampai ia bisa tertidur. Tidak hanya memandangi langit malam sambil menyalakan sebatang-dua rokok atau memandangi langit kamarnya dengan pikiran yang melayang kepada kenangan indah Ia dan Rendi.

Seakan semua baru terjadi kemarin atau semua pikirannya saja yang membuat segalanya terasa seperti luka baru setiap harinya.

Tara memejamkan mata, saat berhenti pada akun Asep, 27. Foto laki-laki berkacamata hitam dengan background jalanan di malam hari. Wajahnya tertimpa cahaya rumah. Datanya bertuliskan, Adem coy.

"Ah, sia-sia," Tara sedikit geli dengan akun terakhir itu. Ia memutuskan untuk membiarkan dirinya termakan oleh pekatnya alam mimpi yang asing.

_____________

Terima kasih yang telah membaca, aku masih galau mau terusin apa pindah lapak. (sambil nyedot NiKopSu~)

Jangan lupa like dan comment, yaaa 😁 Happy reading!

Terpopuler

Comments

Tate

Tate

km ya mba yonn wkwkwkk

2022-01-08

1

Rozh

Rozh

lope u pull

2021-01-28

1

xk_ekga

xk_ekga

swipe swipe....

2020-12-26

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!