Galen dalam perjalanan pulang, bukan ke mansion utama, melainkan ke apartemen pribadinya yang dibelikan oleh Elgar untuknya. Dia tidak sendiri, Galen pergi bersama ketiga temannya. Apartemen itu sudah seperti markas bagi mereka.
Galen berada dalam satu mobil yang sama dengan ketiga temannya. Ia yang mengambil alih kemudi. Seperti biasa, mereka bergurau dengan saling mengejek satu sama lain, terkecuali Galen. Dia memilih diam sembari masih memikirkan tentang Safira. Malam nanti gadis itu akan terbang ke paris untuk melanjutkan studinya. Beberapa kali Galen mendapatkan pesan dari gadis itu agar mau mengantarkannya, tetapi pesan itu Galen abaikan. Tidak ada satu pun pesan yang Galen balas.
"Masih dipikirin aja?" ledek Zayn. Pemuda itu duduk di samping Galen, membuatnya dengan mudah memerhatikannya.
Mendengar itu Galen melirik sekilas ke arah Zayn dan mendengkus kesal.
"Siapa yang lagi dipikirin sama Galen?" tanya Alden yang duduk di belakang bersama dengan Sam.
"Ayang lah." Bukan Galen yang menjawab tetapi Zayn.
"Shut up!" omel Galen yang justru semakin membuat Zayn terkekeh geli.
Sam dan Alden saling memandang, mereka tidak tahu apa yang dibicarakan oleh Zayn dan Galen, keduanya lantas sama-sama mengangat bahu sebagai isyarat sama-sama tak mengetahui apa pun.
TING
Ponsel Zayn berdenting pertanda ada pesan yang masuk. Ia merogoh tasnya untuk mengambil miliknya. Kening Zayn mengerut saat mendapati sebuah pesan video yang dikirim oleh seseorang. Merasa penasaran Zayn langsung mendownload pesan itu. Matanya membulat, diikuti sebuah decakan kesal. "Nih Kania nggak capek apa bully anak orang mulu."
"Siapa lagi korbannya?" tanya Sam.
"Anak baru." Bukan Zayn yang menjawab, tetapi Galen.
Semua mata langsung tertuju pada Galen, menatap temannya yang sedang mengemudi dengan tatapan heran.
Galen yang mendapatkan tatapan horor dari ketiga hanya diam nyaris tanpa ekspresi.
"Tahu dari mana kalau tuh anak siswi baru?" tanya Zayn, menatap curiga pada Galen. Pasalnya Zayn tahu jika Galen tidak pernah memerhatikan perempuan manapun kecuali Safira.
Sebelum memberikan jawaban, Galen lebih dulu memberhentikan laju mobilnya karena lampu merah.
"Ara yang bilang," jawab Galen santai tanpa melihat ke arah Zayn, ia masih tetap fokus pada jalanan di depannya.
"Oh." Zayn, Sam, dan Alden berseru bersamaan.
"Gila memang si Kania. Mana guru nggak mau negur dia karena orang tuanya penyumbang terbesar sekolah," imbuh Alden.
"Cuma penyumbang, Galen sama Arabella anak pemilik tuh sekolah aja nggak gitu-gitu amat," imbuh Zayn.
Zayn menunjukkan video di mana saat Arabella datang dan membungkam mulut Kania pada Alden, juga Sam. Senyuman bangga nampak muncul di bibirnya. "Ayang Ara memang the best."
"Sok-sokan panggil ayang. Arabella nggak level sama lo," cibir Alden.
"Galen —"
"Asal lo bisa kasih uang jajan Arabella, sama kaya uang jajan yang bokap gue kasih ke dia, gue restuin." Galen menukas ujaran Galen, seolah tahu apa yang akan Zayn katakan padanya.
"Sukurin, nantangin sih," ledek Sam.
"Ck, kalau itu sih gua nggak bakalan sanggup." Zayn mendesah pasrah seakan mendapati jalan buntu. "Nggak ada syarat lain apa, Bang ipar—" rengek Zayn
"Najis! Lo panggil Galen apa? Abang ipar? Mimpi jangan ketinggian, Zayn," ledek Sam.
"Hati-hati, mimpinya jangan ketinggian, nanti jatuhnya sakit." Alden ikut meledek Zayn.
"Jangan mau, Len, punya adik ipar kere bin pelit macam kadal buntung ini." Sam menoyor kepala Zayn membuat Alden dan Galen tertawa.
Lampu sudah berganti menjadi hijau, Galen kembali melajukan mobilnya, menyalip setiap mobil. Pergerakannya begitu cepat, tetapi masih terkontrol. Jangan ditanya skill mengemudi Galen. Elgar benar-benar melatihnya hingga Galen memiliki skill mengemudi setara dengan dirinya.
Tidak berselang lama mereka sampai di basement apartemen Galen. Ke empat pemuda itu turun dari mobil melalui pintu yang berbeda. Memang dasar sudah kebiasaan, tetap saja mereka saling mengejek dan menjelekkan satu sama lain sepanjang perjalanan ke unit apartemen Galen, bahkan di dalam lift pun mereka masih saja bertingkah sama. Galen tak merasa terganggu dengan tingkah konyol ketiga temannya, justru terkadang itu menjadi hiburan tersendiri untuknya.
"Ada minuman nggak?" tanya Sam ketika sampai di dalam apartemen.
"Di kulkas," jawab Galen datar lantas mendudukkan diri di sofa bersama Zayn.
Alden menoyor kepala Sam, "modal dong!"
"Bukannya gue nggak mau modal, keles. Gue cuma bantuin si bos tuh yang bingung ngabisin duit saking banyaknya," dalih Sam.
"Alesan! Bilang saja uang jajan lo kena potong gara-gara ketauan korupsi uang makan anjing peliharaan orang tua lo di rumah," ungkap Zayn.
"Seriusan?" tanya Alden menatap tidak percaya pada Zayn.
Anggukkan Zayn mengundang tawa Alden, juga Galen yang moodnya sedang buruk.
"Emang sial! Anjing peliharaan lebih disayang dari pada anaknya sendiri." Sam datang dari arah dapur tidak bisa menahan rasa kesalnya. Ia membawa empat minuman kaleng yang harganya lumayan mahal lantas memberikan masing-masing satu pada teman-temannya.
Yang Zayn katakan memang benar, uang untuk beli makanan anjing peliharaan orang tuanya ia minta dari art-nya. Sam memakainya untuk membeli ponsel baru, lantaran ponsel lamanya rusak.
"Mereka lebih sayang anjing dari pada anaknya sendiri," adu Sam dengan wajah memelas seraya menenggak minuman di tangannya. Bukannya merasa iba, ketiga temannya justru semakin menertawakan dirinya.
Susana menjadi hening sesaat. Mereka fokus dengan minuman di masing-masing tangan. Sam melirik Galen, seketika ide muncul di kepalanya.
"Galen," panggil Sam.
"Apa?" sahut Galen datar.
"Pinjem duit buat ganti makanan anjing di rumah gue," jawab Sam tanpa ragu.
"Butuh berapa?" tanya Galen tanpa ada keraguan.
"10 juta," jawab Sam.
"Buset pakan si anying lebih dari uang jajan kita," sahut Alden berhasil membangkitkan tawa Zayn dan Galen, tetapi tidak dengan Sam.
"Gue kasih, tapi dengan satu syarat," kata Galen.
Sam bergidik melihat senyuman tipis di bibir Galen. Meskipun ekspresinya datar, tetapi justru menyimpan kengerian sendiri.
"Jangan aneh-aneh, Len!" pinta Sam dengan tatapan memelas.
"Jangan dengerin, Len! Kasih yang aneh-aneh saja biar dia tahu cari duit itu susah," hasut Zayn.
"Kompor lu!" cibir Sam.
"Bodo amat," balas Zayn.
"Parah. Temen lagi susah juga malah dijerumusin," protes Sam. "Udah, Len jangan dengerin temen laknat modelan ke dia," sungut Sam, sontak membuat tawa Zayn, Alden, Galen pecah.
Galen masih tertawa kecil, sesaat kemudian melihat ke arah Sam. "Syaratnya gampang, lo cuma harus ciuman sama Kania."
"Ogah!" tolak Sam mentah-mentah, itu juga tanpa memikirkannya barang satu detik.
Lagi-lagi perkataan Sam mengundang tawa ketiga temannya.
"Bisa-bisa rabies gue," ucap Sam menggebu-gebu dan juga bergidik ngeri membayangkan ciuman dengan Kania yang sudah mereka tahu tabiatnya.
Galen terkekeh pelan lantas berdiri dengan satu tangan masuk ke dalam saku celana. "Pikirin baik-baik tawaran gue."
Setelah mengatakan kalimat itu Galen meninggalkan ketiga temannya, pergi ke kamarnya untuk mandi.
Sampai di kamar, Galen melepas satu persatu kancing seragamnya, melepaskannya hingga menampakan tubuh tegap nan atletisnya lantas membuang seragam miliknya ke sembarang tempat. Galen langsung pergi ke kamar mandi, ia memutuskan untuk berendam.
Setengah tubuhnya sudah tertutup oleh busa. Pandangannya mengarah ke jendela kaca, menatap pemandangan luar yang mulai gelap.
Pikirannya kembali ke peristiwa malam di mana ia menyatakan cinta kepada Safira. Awal di mana rasa kecewa itu tumbuh di hatinya terhadap gadis itu.
Waktu itu, ketika dirinya baru masuk ke kelas tiga, saat acara prom, Galen akhirnya memberanikan diri mengungkapkan perasaannya pada Safira.
"Apa? Gue nggak salah mendengarnya, 'kan?" tanya Safira. "Lo cinta sama gue?"
"Nggak gue memang suka sama lo," jawab Galen tegas.
Namun respon yang Galen dapatkan justru tawa dari Safira.
"Ya ampun Galen, lo itu lebih muda dari gue. Lo itu sudah gue anggap seperti adik nggak sendiri, Galen. Lagi pula gue nggak mau mempunyai pasangan yang lebih muda dari usia gue," ucap Safira.
Galen mendengkus, "Usia kita hanya berbeda beberapa bulan. Harusnya itu nggak menjadi masalah."
"Tetap saja, Galen. Lo lebih muda dari Gue. Dan satu lagi, gue sudah memiliki pasangan," ucap Safira. "Itu dia." Safira menunjuk ke arah Evan. "Mulai sekarang, lupakan perasaan lo sama gue."
"Bagaimana jika gue nggak bisa?"
"Bukan, urusan gue. Sebaiknya lo menjauh dari gue!"
"Oke."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments