"Awwww!"
Pekikan itu membuat pandangan orang di sekitar tempat itu menoleh. Mereka melihat seorang gadis terjatuh hingga terduduk di lantai, tetapi tidak ada yang berani membantu lantaran tidak ingin berurusan dengan Galen. Mereka hanya bisa melihat dan menantikan apa yang akan dilakukan oleh Galen pada gadis berkacamata itu.
Galen sendiri mengalihkan pandangannya ke asal suara. Ia melihat seorang gadis terduduk di lantai karena menabraknya. Galen memandang malas, tanpa berminat membantu gadis itu. Sudah sering gadis di sekolahnya bertingkah konyol hanya demi menarik perhatiannya.
Galen masih berdiri di tempat yang sama, mata tajamnya masih mengarah pada gadis di depannya, menatap setiap gerakannya, hingga gadis itu berdiri tegap tepat di hadapannya.
"Ma-af ..." Ucapan gadis itu terhenti dalam sekejap, matanya membulat, terkejut melihat tubuh tegap yang berdiri di hadapannya, tetapi tidak berani menatap wajahnya.
Merasa penasaran gadis itu lantas mendongak, matanya kembali membulat, melihat laki-laki berdiri tegap di hadapannya dengan menunjukan tatapan penuh permusuhan.
Galen sendiri bersikap datar saat pandangannya bersirobok dengan mata bulat gadis yang kini berdiri di hadapannya. Memandang malas gadis itu, tetapi moodnya yang sedang berantakan membuat Galen bertambah kesal.
"Punya mata nggak!" bentaknya.
"Punya!" Gadis itu spontan menjawab lantaran terkejut dengan teriakan Galen membuat orang-orang di sekitarnya tertawa.
Galen bertambah kesal dengan gadis itu dan memilih untuk pergi, tetapi baru akan menggerakan kaki, gadis itu justru menghadangnya.
"Tunggu!" Gadis itu menghadang langkah Galen sambil merentangkan kedua tangannya.
Galen sontak menghentikan langkahnya, kembali menatap mata gadis itu dengan rahang yang mengeras, ekspresi wajahnya menujukkan kemarahan yang siap meledak kapan pun.
"Minggir!" perintahnya dengan suaranya yang berat.
"Sebentar," kata gadis itu.
Semua orang di dekat keduanya syok, napas mereka seolah berhenti melihat keberanian gadis, yang merupakan siswi baru di sekolah.
Berani banget itu anak. Gue yang satu angkatan dan satu kelas sama Galen saja nggak berani ngelakuin itu. Ini anak baru, apalagi kelas 10 lancang banget ngehadang langkah Galen. Cari mati dia.
Apa dia nggak tahu kalau Galen paling nggak suka ada yang menghalangi jalannya?
Wajarlah, dia anak baru. Jadi tidak tahu.
"Minggir!" ucap Galen pelan tapi penuh tekanan.
"Tu-tu-nggu dulu!" cegah gadis yang memiliki nama Lucyana Evangelista itu. "Aku minta maaf. Aku nggak sengaja nabrak Kakak."
"Gue bilang minggir!" sentak Galen, tidak perduli dengan permintaan maaf Lucyana. Galen kembali ingin melangkah, tetapi gadis itu tidak memberikan jalan untuknya.
"Sebentar, Kak," cegah Lucyana. "Aku cuma mau tanya letak toilet kok."
Semua orang yang mendengar pernyataan Lucyana seketika menganga. Menganggapnya lancang karena melontarkan pertanyaan konyol itu pada Galen.
Ekspresi Galen berubah menggelap, setelahnya mendengkus kesal lantaran gadis di depannya mencegah langkahnya hanya untuk bertanya letak toilet.
Galen berdecak kesal, lantas mengangkat tangannya, menarik lalu kemudian membaca nama yang tertera pada id card yang menggantung di leher gadis itu, Lucyana Evangelista.
"Haloo! Kak! Kamu baik-baik saja?" Lucyana menggerakkan tangannya ke kanan dan kiri tepat di depan wajah Galen, semakin membuat orang di sekelilingnya makin sulit untuk bernapas.
Tetapi mereka tidak ingin menghentikan Lucyana, mereka justru tertarik untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh Galen padanya. Yang jelas bukan sesuatu yang baik.
"Aku anak baru dan —"
"Bisa baca nggak?" Galen menukas ujaran Lucyana. Salah satu tangannya menunjuk ke sisi kanannya.
Lucyana mengikuti arah yang Galen tunjukkan. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, ada papan besar yang tergantung dengan tulisan toilet. Setelah itu kembali melihat ke arah Galen. Ia meringis mendapati ekspresi wajah Galen yang seolah ingin memangsa dirinya.
"Terima kasih, Kak," ucap Lucyana. "Aku pergi dulu."
Tidak tahan dengan tatapan mengerikan Galen, Lucyana memilih menyingkir, seolah membuka jalan untuk Galen. Setelahnya berlari kecil menuju toilet. Namun, di tengah perjalanan, Lucyana berbalik seraya melambaikan tangan juga berseru.
"Sampai jumpa, Kak. Namaku Lucyana Evangelista. Kakak bisa panggil aku Ana," ucapnya tanpa menghentikan langkahnya.
DUK
Karena terus melihat ke arah Galen, Lucyana tidak melihat sekitar, hingga kakinya menyenggol tempat sampah.
Orang-orang yang melihatnya pun tertawa, tetapi tidak dengan Galen. Pemuda-pemuda itu justru mendengkus melihat tingkah konyol Lucyana. Tidak ingin berlama-lama, Galen memilih untuk pergi.
Lagi-lagi moodnya kembali berantakan saat mata tajamnya melihat Evan berjalan ke arahnya. langkahnya pun terhenti saat kekasih Safira itu menghadang langkahnya disusul oleh tiga temannya sendiri.
"See, lo boleh pintar dan kaya, tampang lo juga oke. Tapi sayangnya lo kalah untuk mendapatkan Safira. Dia lebih milih gue," ejek Evan.
Galen menatap Evan malas. Ingin sekali dirinya memukul Evan, tetapi tidak ia lakukan. Mereka ada di area sekolah.
"Masih kurang pukulan gue waktu itu?" tanya Galen sarkas.
Evan hanya tersenyum sinis seolah sedang mengejek Galen. "Ayolah, kita bisa berteman, bukan.
"I have no interest in being your friend," tekan Galen.
"Ayo —"
"Apa perlu gue kasih tahu sama Safira, kalau lo menang Olimpiade karena sogokan uang yang nggak seberapa itu!" ancam Galen menbuat Evan terdiam seketika.
Setelah mengatakan kalimat itu, Galen pergi dengan diikuti oleh ketiga temannya diiringi tawa ejekan.
Evan meradang lantas mengangkat tangannya seolah sedang memukul angin. Ekspresinya begitu kesal, terlihat dari tarikan napasnya yang tidak beraturan.
Sebuah pertanyaan pun muncul di benak Evan, dari mana Galen tahu semua itu?
Sementara itu, di dalam toilet, Lucyana sedang mendapatkan bullying dari kakak kelasnya. Padahal dirinya tidak tahu apa kesalahannya. Kania Ariesta, nama yang tertera di id card siswi cantik itu.
Setelah masuk ke dalam toilet, tidak lama Kania dan dua dayangnya datang. Kania langsung mengunci pintu toilet, membuat Lucyana terkejut.
"Ada apa, Kak?" tanya Lucyana gugup karena tatapan Kania dan dua temannya itu.
Bukannya menjawab Kania justru mendorong Lucyana hingga tubuh belakang Lucyana menubruk tembok.
"Awww!" pekik Lucyana. Tangannya terulur untuk menjangkau rasa sakit yang ia rasakan di punggungnya.
"Amara, isi wastafelnya sampai penuh!" perintah Kania pada salah satu temannya.
"Beres!" Amara melakukan apa yang Kania suruh.
Lucyana berdiri dalam kebingungan melihat apa yang dilakukan oleh Kania dan dua temannya, tetapi setiap kali ia bertanya dirinya tidak mendapatkan jawaban, justru yang ia dapat hanya cacian dan juga makian.
"Sini!" Kania mencengkeram rambut Lucyana yang terikat layaknya ekor kuda, menariknya menuju depan wastafel.
"Kakak, lepasin. Arghht." Rambut Lucyana ditarik oleh seorang siswi cantik yang merupakan kakak kelasnya itu.
"Jangan mimpi!" Siswi cantik itu menenggelamkan kepala Lucyana ke dalam wastafel yang penuh dengan air lantas menariknya kembali.
"Hahhh, hahah!"
Belum sempat Lucyana menarik napas, ia kembali ditenggelamkan dan kembali ditarik membuat Lucyana terbatuk-batuk juga kesulitan untuk bernapas.
"Ini akibatnya jika lo udah kecentilan sama pacar gue!" sentak Kania.
"Tapi aku tidak tahu siapa pacar Kakak? Aku anak baru, aku belum kenal siapapun," bantah Lucyana. Ia berucap dengan susah payah.
"Jangan bohong! Mau gue tenggelemin kepala lo lagi, hah!" ancam Kania tanpa melepaskan rambut Lucyana.
Lucyana menggeleng sembari menangis.
"Beneran, Kak. Aku nggak kenal sama pacar Kakak," ucap Lucyana lagi.
"Lo pikir gue bakalan percaya!" Kania melepaskan cengkraman tangannya di rambut Lucyana, lalu mendorong gadis yang merupakan adik kelasnya itu ke tembok, tangannya terangkat u lewat mencengkram leher Lucyana. "Dengernya, pacar gue itu Galen Haidar Bramantyo!"
"A-ku ngga-k kenal," ucap Lucyana. Nada bicaranya terputus-putus karena cekikan di lehernya.
"Kania, lepasin dia! Wajahnya udah merah banget. Kalau dia mati bagaimana?" ucap Amara takut.
"Dia mati pun gue nggak peduli!" Kania menolak untuk melepaskan Lucyana. "Dia udah lancang godain Galenku."
"Tapi —"
BRAK BRAK
"Buka!"
Gedoran dan suara lantang di depan pintu toilet itu mengalihkan perhatian Kania dan dua temannya. Kania dengan cepat melepaskan cengkraman tangannya di leher Lucyana.
"Buka, Sialan!"
Kania kenal jelas siapa pemilik suara itu.
"Buka!" perintah Kania pada Amara.
Amara mengangguk, lantas membuka pintu toilet. Namun … BRAK! Pintu toilet yang terbuka dengan cepat membuat Amara tidak sempat menghindar. Tubuh Amara terkena pintu kamar mandi membuatnya terduduk di lantai toilet yang basah.
"Aaaaa!" Amara menjerit lantaran seragamnya basah.
Bersamaan dengan itu masuklah seorang gadis yang langsung menatap tajam Kania.
"Beraninya main keroyokan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments