Sesampainya Asma dihalaman rumahnya, ia menarik nafas untuk memberanikan diri masuk kedalam rumah dan bertemu kedua orang tuanya. Asma takut kalau ayah dan bundanya akan marah dengan melihat kondisi tangannya yang diperban dan atas kelakuannya yang tak memberi kabar kepada kedua orang tuanya. Asma memberanikan diri memencet bel disamping pintu. Tangan kanannya disembunyikan dibelakang, tangan kirinya memegang kantong plastik yang berisi dus ayam bakar.
“asmaa ..” Ucap Ustadzah Zulfah.
“assalamu’alaikum, bunda.” Ucpa Asma sambil tersenyum, namun tanpa salim kepada ibunya.
“asma bawa ayam bakar, bunda maukan suapin asma makan ? asma juga beli untuk ayah sama bunda.” Ucap Asma dengan gugup.
Ustadzah Zulfah terdiam menatap anaknya dan memperhatikan gerak – gerik dan mimik diwajahnya.
“mengucap salam tanpa mencium tangan bunda, memberikan sesuatu dengan tangan kiri, meminta disuapin saat makan. Tidak seperti biasanya.” Jelas Ustadzah Zulfah.
“mungkin hanya perasaan bunda saja. Asma ke kamar ya, bunda.” Ucap Asma yang bergegas menerobos pintu.
“kenapa tangan kanan kamu ?” Tanya Ustadzah Zulfah sambil menghalangi jalan Asma.
Asma terdiam dan tertunduk menarik nafasnya dalam.
“izinkan asma masuk, bunda. Asma janji akan menceritakan dikamar.” Ucapnya.
Ustadzah Zulfah pun mengizinkan puterinya masuk kedalam kamar sambil memperhatikan tangannya yang dibalut perban. Ustadzah Zulfah pun menghembus nafasnya sambil mengunci pintu, lalu menyusul Asma menaiki tangga menuju kamar puteri semata wayangnya. Sesampainya didepan pintu kamar, Ustadzah Zulfah menatap kedalam kamar sambil memegang gagang pintu dan memandang Asma yang sedang duduk terdiamdiatas kasur.
“bunda ambilkan minum dulu ya.” Ucap Ustadzah Zulfah kepada puteri tercintanya.
“ayamnya, bunda.” Ucap Asma penuh kelembutan sambil menyentuh plastik yang berisi box diatas kasurnya, ia takkan memberikan dengan tangan kirinya lagi.
Bunda hanya membalas dengan senyum dan melangkah mendekat untuk mengambilnya. Sambil menunggu bundanya kembali, Asma berganti pakaian tidur. Busananya tetap panjang dan mengenakan jilbab santai. Asma kembali duduk dikasur dan bersandar dengan bantal dipunggungnya sambil memeluk bantal guling. Ustadzah Zulfah kembali dengan membawa nampan yang berisi secangkir teh hangat , segelas air mineral dan piring untuk nasi dan ayam bakar. Ustadzah Zulfah duduk menghadap puterinya dan manaruh nampan diatas meja lampu.
“ada apa ?” tanya Ustadzah Zulfah halus sambil memegang pergelangan tangan kanan Asma.
“asma kecelakaan dijalan. Motor asma tersenggol pengendara lain yang keluar dari tikungan di sebelah kiri jalan.”
Jelas Asma.
“lukanya parah ?” tanya Ustadzah Zulfah dengan santai.
“sebenarnya hanya lecet di jari-jari asma, telapak tangan juga. Asma menolak untuk dibawa ke klinik, tapi pengendara yang menabrak asma dan orang-orang yang membantu, memaksa.” Jelasnya lagi.
“dia juga meninggalkan kartu nama untuk asma, kalau tangan asma belum juga sembuh.” Ucap Asma.
“sudah, jangan memberatkan orang lain. Dia sudah berbaik hati menjalankan kewajibannya untuk bertanggung jawab atas kesalahannya. Insya Allah tidak apa-apa, tangan kamu akan sembuh.” Ucap Ustadzah Zulfah seraya mendoakan.
“Aamiin , insya allah.” Balas Asma.
“yasudah kamu makan, bunda suapin. Bunda juga buatin teh untuk kamu.” Ucap Ustadzah Zulfah sambil menyiapkan sesendok nasi untuk disuapkan pada Asma.
Sementara itu. Asyam, pemuda yang tidak sengaja menabrak Asma masih merasa bersalah, hatinya resah. Wajah keceriaan Asma masih terbayang dibenaknya. Ihsan yang sedang terbaring di kasur melihat kegelisahan temannya, yang tak henti modar mandir kesana kemari pun duduk sambil memeluk bantal.
“ada apa, syam ? nampaknya ada sesuatu yang sedang difikirkan !” Ucap Ihsan.
“emh … mhh, aku masih kepikiran sesuatu. Rasanya mengganjal dihati, meskipun aku sudah berulang kali meminta maaf.” Jelas Asyam.
“masalahnya apa ?” Tanya Ihsan.
“tadi tidak sengaja menabrak pengendara lain.” Jawabnya.
“maksudmu ?” Tanya Ihsan yang fikirannya tertuju pada kejadian tadi sore saat Asma datang dengan tangan yang dibalut perban.
“asma.” Jawab Asyam sambil tertunduk.
“jadi ..” Ucap Ihsan yang mulai bangkit dan berdiri dihadapan Asyam.
“aku minta maaf. Benar-benar tidak sengaja.” Ucap Asyam.
“astaghfirullah .. kenapa bisa sampai begituuu ..” Ucap Ihsan yang kembali duduk dengan wajah yang lesu.
“melihat kejadian tadi sore, dengan teman-temannya yang begitu peduli dan mengkhawatirkannya. Hatiku rasanya semakin bersalah.” Ungkap Asyam.
“duduklah.” Ucap Ihsan yang langsung merangkul temannya saat duduk disampingnya.
“sesungguhnya itu adalah musibah juga takdir untuk kalian. Semua pasti telah terprogram oleh Allah. Jam, menit dan detiknya untuk pertemuan kalian, meskipun dalam suatu kejadian seperti itu. Aku yakin kalian sangat berhati-hati dijalan. Yang terpenting kamu telah mengaku salah dan bertanggung jawab terhadapnya.” Ucap Ihsan.
“rasanya sakit, san. Sesak. Saat teman-temannya begitu perhatian terhadap asma. Aku semakin bersalah rasanya.” Ucap Asyam.
“syam. Asma itu memang seseorang yang sangat disayangi oleh teman-temannya karena kelembutan, ketenangan dan kebaikan dalam dirinya. Sudahlah, doakan saja semoga cepat diberi kesembuhan pada lukanya.” Ucap Ihsan.
“lebih baik kita isirahat, sudah semakin larut.” Ucap Ihsan yang langsung terbaring dan menarik selimut.
“Dan adalah karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.”
(Yakni, melakukan ibadah dan ketaatan baik siang maupun malam, lalu siapa saja yang tidak sempat beribadah pada salah satunya, maka dia melakukannya pada waktu lainnya.)
QS. Al Qoshosh (28) : 73
“dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami menjadikan pakaian sebagai pakaian, dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan,”
(Malam disebut sebagai “pakaian” karena malam itu gelap dan menutupi jagat seperti pakaian menutupi tubuh manusia.)
QS. An Naba (78) : 9 - 11
Pagi, di hari minggu. Asma dan Salwa melakukan rutinitas mingguannya bersama, yaitu lari pagi mengitari taman. Kebersamaan adalah kebahagiaan. Kebersamaan adalah keramaian yang menghapus kesunyian. Bagi kedua sahabat ini, bersama adalah hal yang paling disenangi mereka. Dengan berjalan-jalan bersama, berbincang-bincang, terkadang juga dapat mengurangi beban dalam hati atau mungkin juga bisa mendapatkan berbagai macam solusi bagi tiap masalah yang didiskusikan. Sudah sekitar satu jam mereka berlari sambil sesekali mereka berjalan, rasanya sudah lelah. Mereka memutuskan untuk duduk disalah satu bangku pinggir taman sambil meminum sebotol air yang mereka bawa dari rumah.
“Alhamdulillah, kita bisa ketemu lagi dan lari pagi untuk minggu ini.” Ucap Asma dengan senyuman.
“iya, Alhamdulillah.” Sahut Salwa.
“lari pagi itu banyak lho manfaatnya. Salah satunya meningkatkan daya tahan tubuh. Tapi banyak juga yang masih malas untuk melakukannya.” Ucap Salwa.
“semoga saja akan lebih banyak lagi yang akan memahami akan hal itu.” Sahut Asma.
“ngomong-ngomong , kayanya faham banget.” Canda Asma.
“biasa .. googling .. hehe.” Sahut Salwa sambil menunjukkan handphone-nya.
Asma hanya membalas dengan senyuman terhadap sahabatnya.
Minggu pagi milik Ihsan dihabiskan untuk beribadah dan mengulang hafalannya bersama sahabatnya yang kini menetap bersamanya dirumah petak. Ihsan dan Asyam membasuh sebagian tubuhnya dengan air wudhu. Setelahnya, mereka kembali melangkahkan kaki menuju ruangan sholat untuk melaksanakan sholat dhuha. Pagi ini dimasjid cukup sepi, tak banyak orang yang berkunjung dan tak banyak pula suara bising yang terjadi diluar. Sepertinya ini suatu nikmat untuk tenang beribadah didalamnya. Asyam dan Ihsan terus berjalan sambil menurunkan lengan bajunya yang tergulung. Sampai di tengah ruangan, mereka sedikit berjauhan untuk melaksanakan sholat dhuha dengan khusu dan berdoa dengan penuh pengharapan kepada Allah.
Sholat dhuha adalah sholat yang dikerjakan pada waktu dhuha atau waktu ketika matahari mulai naik, kira-kira sekitar pukul 7 pagi hingga waktu zuhur. Jumlah raka’atnya minimal 2 raka’at dan maksimal 12 raka’at, dilakukan satu kali salam setiap 2 raka’at.
...Doa setelah dhuha...
...“Allahumma innadh dhuha-a dhuha-uka, wal bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ishmata ishmatuka. Allahuma inkaana rizqi fissamma-i fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’asaran fayassirhu, wainkaana haraaman fathahhirhu, ...
...wa inkaana ba’idan fa qaribhu, bihaqqiduhaa-ika wa bahaaika, ...
...wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, ...
...aatini maa ataita ‘ibadakash shalihin.”...
...(artinya :Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, ...
...keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu,...
...Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah,...
...apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, ...
...apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba - hambaMu yang soleh.”)...
Langkah kaki Asyam dan Ihsan berlanjut hingga sampai pada rumah seorang gadis, tepat didepan pintu rumahnya. Ihsan pun memencet tombol disamping pintu dan mengucap salam. Tak lama, pintu terbuka bersama dengan wanita yang menjawab salam yang masih menggunakan mukena berwarna putih cerah.
“wa’alaikumussalam warohmatullah..” Sahutnya.
Gadis itu terkejut mendapati dua lelaki dihadapannya. Wajah yang biasa ramah memberi senyuman yang berseri, kini hadir dengan mata yang sedikit membulat. Tatapan satu lelaki ini tak lepas memandang gadis yang untuk kedua kalinya Ia temui, hingga akhirnya ia tundukkan pandangannya dan gadis itu yang ternyata adalah Asma mulai mengalihkan pandangannya untuk menatap Ihsan saat namanya disebut oleh Ihsan.
“asma ..” Panggil Ihsan dengan lembut.
“mhh .. iya. Silahkan masuk bang ihsan, bang asyam.” Ucap Asma.
Ihsan dan Asyam mengikuti langkah Asma hingga ruang tamu. Terlihat Ustadz Hasan sedang sarapan bersama Ustadzah Zulfah.
“silahkan duduk, bang. Asma buatkan minum dulu.” Ucap Asma.
“ihsan ..” Sapa Ustadz Hasan.
“iya, abi ..” Balas Ihsan yang memanggilnya dengan sebutan Abi.
“mari-mari sini, kita sarapan sama-sama.” Ucap Ustadz Hasan.
“ayo nak ihsan kesini, ajak temannya juga.” Sambung Ustadzah Zulfah.
Ihsan tak enak hati untuk menolaknya, kebetulan juga mereka belum sarapan dan perut terasa lapar. Mungkin ini memang rezeki mereka di pagi ini, tepat setelah selesai melaksanakan sholat dhuha. Ihsan dan Asyam menempati bangku di meja makan. Asma muncul dari balik tembok membawa dua gelas berisikan sirup jeruk diatas nampan. Langkahnya menuju ruang tamu dan menaruh nampan diatas meja. Diturunkannya satu per satu gelas dengan tangan kirinya. Ia kembali ke dapur untuk menaruh nampan.
“bunda, asma ke kamar dulu.” Ucap Asma.
“kamu ga sarapan, asma ?” Tanya Ustadz Hasan.
“nanti saja, ayah. Asma belum selesai.” Jelas Asma yang mulai meninggalkan Ayah, Bunda dan kedua tamunya.
“ayo dimakan, nanti baru kita berbincang-bincang.” Ucap Ustadz Hasan kepada Ihsan dan Asyam.
Setelah sarapan, Ihsan dan Asyam lanjut berbincang-bincang bersama kedua orang tua Asma. Perasaan Asyam semakin tak karuan, entah apa yang akan didapatnya ketika mereka tau kalau kecelakaan pada putri mereka disebabkan olehnya. Ihsan semakin asik saja berbincang sambil tertawa dengan Ustadz Hasan.
“aku harap dia tak lupa dengan maksud dan tujuan kedatangan kita pagi ini.” , batin Asyam.
“asma ga gabung sama kita abi ?.” Tanya Ihsan.
“kalau jam segini dia biasa menghabiskan waktu dikamar. Waktu yang tenang untuk dia kembali beribadah setelah ibadahnya dimalam hari.” Jelas Ustadz Hasan.
“memangnya kenapa, san ? apa ada perlu sama asma ?” Tanya Ustadzah Zulfah.
“mmh ..” Gumam Ihsan seperti berfikir sambil melirik kearah Asyam.
“mmh .. maaf ustadzah, sebenarnya kedatangan ihsan adalah untuk menemani saya bertemu dengan kedua orang tua Asma.” Jelas Asyam.
“ooh, jadi ada keperluannya dengan kami.” Ucap Ustadzah Zulfah.
“saya, asyam. Kedatangan saya bertamu pagi ini, untuk meminta maaf atas kejadian kemarin sore yang membuat tangan asma luka.” Ucap Asyam yang mulai tertunduk, tak berani menatap raut wajah Ustadz Hasan dan Ustadzah Zulfah.
“innalillahi ..” ucap Ustadz Hasan dan Ustadzah Zulfah.
“astaghfirullah .. jadi temannya nak ihsan.” Ucap Ustadzah Zulfah,
“saya benar-benar mohon maaf yang sebesar-besarnya.” Ucap Asyam dengan wajah yang merasa sangat bersalah.
“sudahlah nak asyam, insya allah tidak apa-apa. Lagi pula asma telah cerita kalau nak asyam ini telah membawanya ke klinik dan juga meninggalkan kartu nama nak asyam untuk dihubungi lagi kalau terjadi apa-apa.” Jelas Ustadzah Zulfah untuk menenangkan Asyam.
“lalu gimana keadaan asma sekarang , ummi ?” Tanya Ihsan.
“insya allah sudah membaik. Perbannya juga sengaja ummi biarkan lepas supaya lukanya cepat kering.” Jawab Ustadzah Zulfah.
“terimakasih, asyam. Abi salut dengan keberanianmu dan tanggung jawabmu.” Ucap Ustadz Hasan.
“sebenarnya saya juga takut kalau sampai ustadz dan ustadzah marah pada saya.” Ucap Asyam dengan senyuman malu.
“tidaklah nak asyam. Orang mana yang akan marah kepada seseorang yang telah menolong dan juga bertanggung jawab atas perbuatannya. Sekecil apapun kebaikan itu, harus kita hargai, nak.” Sahut Ustadzah Zulfah.
“apalagi kamu sampai datang dan meminta maaf langsung dihadapan kami.” Lanjut Ustadz Hasan.
Ustadz Hasan membalasnya dengan senyuman. Perbincangan mereka tetap berlanjut hingga menjelang zuhur, Ihsan sengaja berlama disana sekaligus belajar dengan Ustadz Hasan, sahabat ayahnya.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Risa Istifa
🤗🤗🤗🤗🤗🤗🤗
2022-03-18
0
rahasia
visualnya dong thor
2022-02-04
0
گسنيتي
thor visualnya doung hehe
2021-11-28
2