Kabar Suka Dan Kabar Duka

Pagi-pagi sekali Dion telah rapih dengan pakaian casualnya, ia tengah bersiap-siap untuk mengantar istrinya ke dokter kandungan.

"Sayang, mandinya masih lama?" Tanya Dion pada Melati yang sedang ada di dalam kamar mandi.

"Sebentar lagi," sahut Melati di balik pintu.

Dion menghela nafasnya, "jangan lama-lama," pintanya.

Dion menunggu dengan sabar, ia mempersiapkan apa saja yang harus di bawanya.

"Uang cash ada, stok di dapur cafe juga sepertinya cukup." Dion terdiam sejenak, lalu ia hendak menghubungi karyawannya untuk memberitahu bahwa hari ini ia tidak akan datang ke cafe.

Panggilan tersambung dengan cepat.

"Halo selamat pagi, Pak Dion."

Seseorang di balik telepon menyapa.

"Pagi, Ra. Hari ini saya tidak akan datang ke cafe, tolong kamu atur sebisamu, ya!" Pinta Dion pada Ara.

"Oh siap, Pak. Cafe dijamin aman," jawab Ara dengan percaya diri.

Ara adalah karyawan pertama yang menemani Dion membangun resto, ia sudah tak segan lagi pada Ara.

Begitupun Ara, ia selalu di perlakukan seperti teman dekat oleh Dion. Namun Ara juga masih bisa bersikap profesional tentang pekerjaan.

"Beneran, yah. Awas kalau terjadi hal yang tidak-tidak!" Seru Dion pada Ara.

"Baik Pak Bos. Laksanakan," jawab Ara.

"Ya sudah, saya tutup, yah."

Panggilan telepon pun terputus.

***

Melati keluar dari kamar mandi, ia segera bersiap-siap. Melihat Dion yang mulai terlihat kesal menunggu, membuatnya bersiap secepat mungkin.

"Aku sudah selesai," ucap Melati.

Dion menganggkat wajahnya yang sedari tadi menunduk menatap layar ponsel, ia segera berdiri dan meraih kunci mobil yang tergeletak di atas nakas.

Kini mereka tengah berjalan menuruni anak tangga, Dion tampak antusias hari ini.

"Bi, kita pergi dulu."

Dion menyempatkan untuk berpamitan pada Bi Ai.

"Iya, Den. Semoga lancar," ucap Bi Ai.

"Aamiin," jawab Dion dan Melati bersamaan.

Dion membukakan pintu mobil untuk istrinya, setelah itu ia segera menyusul berlari masuk kedalam mobil.

Dion mulai menghidupkan mesin mobilnya, dan mobil pun mulai melaju meninggalkan hunian mewah mereka.

Di tengah perjalanan, Dion fokus mengendari mobilnya. Sedangkan Melati, ia tampak terdiam merasakan nyeri di bagian bawah perutnya.

Sesekali Melati meringis, tangannya juga mengusap bagian yang dirasa nyeri.

"Kamu kenapa, sayang?" Tanya Dion sembari memperhatikan istrinya yang tampak kesakitan.

"Bagian ini, sakit sekali." Melati berbicara dengan nada yang terdengar menahan nyeri.

"Ah," ringisnya.

Dion panik, ia memberhentikan mobilnya terlebih dulu.

"Yang mana?" Tanyanya.

"Yang ini," tangan Melati menunjuk bagian yang dimaksud.

"Sejak kapan?" Tanya Dion.

"Baru saja, Mas. Ah, sakit." Melati kembali meringis.

Dion semakin panik, ia kembali menjalankan mobilnya. Kecepatan laju mobil ditambahnya, ia ingin segera memeriksakan istrinya.

"Kamu tahan, yah. Sebentar lagi sampai," pinta Dion dengan gemetar.

Melati hanya mengangguk, matanya terpejam menahan rasa nyeri yang semakin menjadi.

***

Sesampainya di rumah sakit, Dion segera membantu istrinya turun dari mobil.

Dion juga memanggil seorang perawat dan meminta sebuah kursi roda untuk Melati.

Dion yang di bantu perawat mendudukkan Melati pada kursi roda, dan membawanya ke dalam.

"Tunggu disini sebentar, Pak, Bu. Saya akan memanggilkan dokternya terlebih dulu," pinta perawat itu.

Dion mengangguk, dan melihat perawat itu berlalu meninggalkannya dengan Melati. Dion berjongjok di hadapan istrinya, sesekali ia juga menyibakkan rambut yang menghalangi wajah istrinya.

"Masih sakit, sayang?" Tanya Dion dengan khawatir.

Melati mengangguk lemah, tangannya semakin kuat menekan bagian bawah perutnya.

Tak lama seorang wanita paruh baya berjalan kearah mereka, ia tak lain adalah dokter kandungan yang sudah memiliki janji dengan Dion sebelumnya.

"Mari masuk, Pak, Bu." Dokter itu membukakan pintu dan masuk ke dalam ruangan di ikuti oleh Dion juga Melati.

Dion menempatkan Melati untuk berbaring, sedangkan dokter segera memeriksa keadaan Melati.

Dengan telaten dokter itu memeriksa Melati, ia juga melakukan tindakan usg untuk bisa melihat kedalam rahim.

Dokter itu terlihat tersenyum ketika melihat sebuah kantung yang ada di dalam rahim Melati, namun seketika raut wajahnya berubah tak terbaca.

Pemeriksaan selesai, Dion membantu Melati untuk bangun.

Entah mengapa dokter itu memanggil seorang perawat untuk masuk kedalam ruangannya, membuat Dion merasa tidak tenang akan hal itu.

Dokter kembali menatap Dion juga Melati, kali ini beliau memasang wajah ramah.

"Selamat, Pak, Bu, kalian akan segera menjadi orangtua."

Dion dan Melati terlihat bahagia, dengan cepat Dion berhambur memeluk istrinya.

"Usia kandungannya masih sangat muda, baru terlihat kantungnya saja. Di perkirakan usia kandungan Ibu itu empat minggu satu hari," ujar Dokter.

"Jaga selalu kesehatan, jangan melakukan banyak kegiatan yang bisa membuat Ibu cepat lelah." Dokter menambahkan.

Di tengah perbincangan seorang perawat mengetuk pintu ruangan, dan segera mengampiri dokter.

"Ada yang bisa saya bantu, Dok?" Tanyanya.

"Sus, tolong ajak Ibu Melati berkeliling taman rumah sakit. Ibu Melati butuh menghirup udara segar agar pikirannya tenang," pinta dokter dan di angguki oleh perawat itu.

Melati dan Dion saling bertukar pandang, namun mereka sama sekali tak membantah atau mempertanyakan permintaan dokter itu.

Setelah Melati dibawa keluar oleh perawat, kembali dokter itu melanjutkan perbincangannya dengan Dion.

"Dok, apa terjadi hal serius pada istri saya?" Tanya Dion. Ia sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Begini, Pak. Ada benjolan di rahim istri Bapak, dan seiring membesarnya janin bertambah besar pula benjolannya. Itu bisa berpengaruh pada kandungan istri Bapak," ujar dokter itu dengan wajah serius.

Dion terhentak, kabar bahagia beserta kabar buruk didapatkannya secara bersamaan.

"Benjolan apa itu, Dok? Apa bisa membahayakan calon anak kami?" Tanya Dion dengan tatapan nanar.

Dokter itu menghela nafasnya dalam, "bukan hanya membahayakan janin yang istri Bapak kandung, tetapi juga bisa membahayakan nyawa istri Bapak sendiri."

Dion terkejut, tulang-tulangnya seakan melemas. Dion tak bersuara, matanya mulai memerah.

"Apa yang harus saya lakukan, Dok?" Tanya Dion.

Dokter itu mengatupkan kedua bibirnya, ia tampak berpikir untuk menyampaikan tindakan yang mungkin bisa menyelamatkan nyawa Melati.

"Satu-satunya cara agar istri Bapak selamat, yaitu..."

"Apa itu, Dok?" Dion menyela ucapan sang dokter.

"Mengugurkan janin," ucap Dokter dengan berat hati.

Dion terkejut, ia menutup wajahnya menahan tangis.

Ia sangat terpukul, bagaimana bisa kebahagiaan yang baru saja ia dapatkan harus kembali di renggut oleh sebuah penyakit yang entah sejak kapan bersarang dirahim istrinya.

"Apa tidak ada cara lain, Dok?" Tanya Dion seakan berharap ada hal lain yang dapat menyelamatkan istri juga calon anaknya.

"Saya akan berikan obat pereda nyeri juga penguat janin, jika berhasil kemungkinan bayi bisa lahir dengan selamat, tetapi jika seiring membesarnya ukuran janin dan sakit istri Bapak semakin memburuk tidak ada jalan lain kecuali menggugurkannya," ujar dokter itu.

"A-apa benjolan itu adalah kanker, Dok?" Tanya Dion dengan miris.

"Ada kemungkin iya, Pak. Kami akan memeriksa istri Bapak setiap bulannya, dan mengecek perkembangan benjolan itu juga." Dokter memaparkan.

Dion mengangguk pasrah, ia menyetujui segala yang disarankan oleh dokter itu.

Kini Dion keluar dari ruangan, dan berjalan tertatih mencari istrinya.

Sampailah Dion di sebuah taman, ia menatap sendu Melati yang tengah duduk manis di kursi taman.

Dion berjalan mendekat, ia segera bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

"Sayang," panggil Dion pada Melati.

Melati menoleh, raut wajahnya begitu bahagia.

"Mas, kenapa lama sekali? Apa yang kalian bicarakan?" Tanya Melati.

Dion terdiam, ia tak sanggup jika suatu saat Melati harus menerima kenyataan pahit ini.

"Mas, kenapa bengong?" Tanya Melati lagi.

"Emm, tidak bukan apa-apa. Kita pulang sekarang," ajak Dion.

Tanpa rasa curiga, Melati mengangguk menuruti permintaan suaminya.

Mereka kini meninggalkan rumah sakit, Melati dengan perasaan bahagianya sedangkan Dion dengan pikiran juga batinnya yang berkecamuk.

Terpopuler

Comments

Ekamarta Ekamarta

Ekamarta Ekamarta

bahasa dan tulisanya bagus rapi

2021-11-25

0

💜 Cindy Cantik 💜

💜 Cindy Cantik 💜

penulisannyaaa bagussss 👍👍🥰🥰

2021-06-29

0

Ine Maria

Ine Maria

mudah2an Ada keajaiban,debay n bumil selamat 22nya,biar semua hepi,thanx Thor,semangat trus

2020-12-20

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!