Kang Widya meninggalkan keduanya saat asistennya memanggil dan menghentikan konser mini mereka.
"Yaaa....konser udahan deh!" Sasi berseru dan terkekeh.
"Lain waktu ya den rara. Nanti ikut lah kalo ada pentas rutin di depan turis, minggu besok tuhh...ada turis dari Jerman yang datang ke saung, den...kalo gitu akang tinggal dulu."
Bagas menghampiri dengan sedikit melompat-lompat melewati bonang, kecapi dan jentreng. Sementara Sasi masih anteng memukul-mukul gambang meski terjeda-jeda dan salah nada saat ia mencoba mengingat nada irama sebuah lagu.
"Eh, apa ya lupa lagi..." lirihnya bergumam memperhatikan deretan bambu.
"Cik! A Bagas cobain, Si..." pintanya pada Sasi.
"Oh, sok atuh...a Bagas mau belajar? Gampang da..." ujarnya menyerahkan pemukul lain pada Bagas, lalu mengajarinya.
"Nadanya sama kaya angklung kok, da--mi--na--ti--la." Sasi memegangkan pemukul di tangan Bagas. Keduanya tertawa saat Bagas melakukan kesalahan berulang kali, "hahaha, bukan yang itu ih! Aa mah bodo!" umpat Sasi.
"Ngga ada manusia yang bodo, neng. Catet..."
"Iya...iya...maaf." angguk Sasi melanjutkan mengajarkan Bagas, namun kembali ia marah dan kesal saat Bagas kembali melakukan kesalahan, "katanya anak band!"
Nyatanya butuh waktu untuk belajar. Dari doremi, ke daminatila cukup membuat Bagas berusaha keras.
Kondisi hatinya tak kunjung membaik, apalagi saat kini Sasi berlatih jaipongan bersama teh Iceu, bocah itu seolah memiliki aura menaknya lagi. Persis seperti saat 3 tahun lalu, tak berubah sedikit pun, justru aura yang mengikat itu semakin terasa kuat menguasai hati.
Bagas benar-benar dibuat bertekuk lutut kembali tak bisa berkata apapun, melihat lekukan tubuh yang biasanya ditutupi seragam atau baju kebesaran, kini justru hanya dilapisi manset hitam mencetak tubuh dengan legging senada dan selendang hijaunya melenggak-lenggok di depannya.
Bahkan hanya tatapan Sasi yang lelah saja mampu mengusir Salsa dari hatinya saat ini. Salahnya yang kekeh dan ngeyel mengantar Sasi, mungkin selama dua bulan ke depan ia harus menyibukan diri berusaha keras mengenyahkan bayangan Sasi yang telah menjeratnya.
Ia jatuh cinta, sejatuh-jatuh cintanya pada Sasi, adiknya.
Ia menyodorkan tumbler milik Sasi, dimana gadis itu sudah bersimbah keringat dan selesai latihan dengan letih.
Bahkan keringatnya saja menguarkan aroma wangi, dan anehnya Bagas suka.
"A...jam berapa ini? Pulang aja yuk, a Bagas bukannya mau latihan sekaligus gladi? Kapan manggungnya?" tanya Sasi mencoba mengelap keringat dari garis wajahnya.
"Besok."
"Si..."
"Hm?" mata bulat itu menatap Bagas seraya beristirahat barang sejenak di pinggiran pendopo, sepeninggal teh Iceu.
Tangannya nakal terulur membawa anak rambut Sasi yang keluar dari ikatan dan terbasahi menempel di kening oleh keringat.
Dengan penuh kesadaran, Bagas telah menciptakan suasana canggung antara mereka, dan Sasi dapat merasakan itu.
"A." Ia benar-benar tak bisa menahannya lagi. Tindakan Bagas sudah lancang, begitupun hatinya yang sudah kurang ajar mengikuti aliran arus menyukai Bagas.
"Jangan kaya gini..." tatap Sasi dengan sorot mata memohon.
"Soalnya percuma Sasi ngga akan baper sama buaya." Elak Sasi beralibi, meskipun bohong! Hatinya telah terguncang dan diliputi perasaan nervous.
Bagas terkekeh renyah, ia pun sama halnya dengan Sasi, tengah merutuki sikapnya itu sekarang. Lambat nan perlahan, tangannya merambat menyentuh tangan Sasi lalu menggenggamnya. Kemudian ia mendaratkan tatapan hangatnya pada Sasi lagi.
Ia tau, jika ucapan Sasi barusan sebenarnya adalah pernyataan yang berbanding terbalik dengan kondisi hati Sasi saat ini. Nyatanya Sasi tak menolak perlakuannya. Meski Sasi cukup tersentak pada awalnya, namun gadis itu sama sekali tak berniat menolak.
"Besok, kalo Sasi mau....Sasi bisa nonton konser. Dari pinggir stage, dari tempatnya crew..."
Sorot mata Bagas itu, seperti sedang berkata lain...berharap Sasi ikut dan menemaninya. Kembali, Sasi peka akan hal itu.
"Iya a. Sasi mau."
Senyum keduanya terurai, dengan Bagas yang kemudian mengacak pucuk kepala Sasi lalu meraihnya ke dalam pelukan.
Seperti sebuah hipnotis, Sasi menerima saja apa yang dilakukan Bagas padanya.
Tanpa harus berkata atau mengucap ikrar, mereka tau sama tau arti dari pelukan dan seluruh perasaan yang mengalir saat ini.
Nyatanya perasaan bahagia nan berbunga itu tak bisa bertahan lama mengingat semua tanjakan dan turunan yang akan dilalui, kerikil tajam dan kelokan curam di depan sudah pasti menanti jika keduanya memaksakan bertumbuh dan berkembangnya perasaan.
Sasi melepaskan kedua tangannya dari punggung Bagas dan mendorong badannya pelan, menghentikan arus yang akan membawa mereka semakin hanyut.
Sadar akan ekspresi Bagas, Sasi angkat suara, "ngga etis, a." Sasi tersenyum miring dan bergegas membereskan barang-barangnya, "Sasi pamit dulu sama teh Iceu." ia beranjak dari tempatnya dengan mencangklok tasnya dan memangku sweter, meninggalkan Bagas disana sendirian.
Sasi terus saja menggeleng, padahal Bagas sudah lirih berkata, "kalo a Bagas sayang kamu beneran gimana, Si?"
Sasi terhenti di tempat dengan kaki telan janknya yang mulus tanpa cela. Sebentar diam, namun kemudian bibirnya mencetak senyuman miring yang berubah menjadi getaran di bibir, terlalu banyak rintangan, terlalu kokoh benteng dan terlalu pelik, tak menutup kemungkinan mereka akan berda rah-da rah. Sasi tak yakin juga, jika akan ada pihak yang membela termasuk ibun, om Nata, kang Alva, teh Asmi bahkan a Bajra dan a Candra sekalipun.
"Kalo gitu a Bagas tau, kalo aa bakalan berda rah-da rah." Sasi melanjutkan langkahnya ke dalam.
Sasi turun dari motor Bagas, langsung pulang ke rumah tidak mampir ke rumah Asmi. Toh, amih juga sudah pulang rupanya.
"Langsung bersih-bersih...terus kerjain tugas, makan, tidur..." Bagas menerima salim takzim dari Sasi yang terkekeh-kekeh saat ia memberikan pesannya, dan kedua tangan yang bertaut itu masih enggan untuk mereka lepaskan.
"Iya...ngga sekalian cuci kaki---cuci tangan, gosok gigi?" tawa Sasi renyah, "kaya anak tk."
"Mau dikelonin buaya..." tambah Sasi memancing tawa Bagas dengan tangan satunya mengusap kepala Sasi. Entah berapa kali sesorean ini ia mengusap kepala Sasi.
"Besok jam berapa?" tanya Sasi masih setia menggenggam tangan Bagas, layaknya sepasang kekasih.
"Jam 3 aa jemput."
Sasi mengangguk, manggungnya jam berapa? Ngga usah dijemput atuh, masa nanti artisnya mau manggung dicariin crew malah lagi jemput..."
"Besok biar Sasi dianter mang Ujang aja, sekalian ke padepokan silat...Kan lumayan, bajunya sama-sama item."
(..)
"Bye..."
Sasi masuk ke dalam rumah, tanpa harus menunggu sampai Bagas keluar dari pelataran rumahnya.
"Neng...keluarga dari Cigugur, dari Cirendeu, dari kasepuhan sama uwa-uwa, mang--bibi mau pada ke Bandung buat liat den Falit. Sekalian acara aqiqahan...." Amih menyentuh bahu Sasi, mengusap pucuk kepalanya seolah sedang membersihkan sesuatu dari sana.
"Terus?"
"Ya, nanti...mereka bakalan mondok disini. Karena ngga mungkin kan di rumah tetehmu. Rumah ini lebih besar buat nampung...."
Sasi mengangguk-angguk paham dan melengos masuk.
"Oh iya...." ucapan menggantung amih menghentikan langkah Sasi.
"Rencananya, nanti....Wilang tinggal disini, pindah sekolah bareng neng Sasi."
Dan pernyataan itu sukses membuat Sasi menoleh, "oh, Wilang kesini? Loh, bukannya dia juga lagi sekolah di Cigugur? Kenapa harus pindah?" tanya Sasi.
"Amih sama apih yang minta, biar neng ada yang temenin di sekolah...." jawabnya membuat Sasi mengernyit tak paham.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Tri Tunggal
a"bagas bakalan ada bodyguard buat sasi, kayaknya g bisa jln bareng lg deh... si amih kyaknya ngerasa ya klo sasi ma bagas ada 💖....udah si mih g usah mengulang kisah si asmi sama varo.... g kasian apa mereka merasa terkekang, si amih nih sukanya memaksakan kehendak...
tikung di sepertiga malam aja a"biar si amih kayak kembang gula..lembut gmpang meleleh 😁😄
2025-02-01
8
Vike Kusumaningrum 💜
Amih sudah merasa atau gimana ini, sengaja biar g ada alasan buat Bagas antar jemput. hhhh
tanjakan terjal berliku berkerikil berlumpur berlubang, ah lengkap Si
2025-02-01
2
jumirah slavina
belum berjuang jangan menyerah....
maaf Aku kurang paham klo soal adat...
tp Gus... menurut Aku sih bisa kan iparan toh...
2025-02-01
5