Acara Kelulusan Sekolah Swasta Haiden Group School Angkatan X Tahun 1998
Pada hari itu semua orang yang hadir tampak berbahagia. Golongan keluarga darah biru tentu saja menjadikan acara kelulusan tersebut sebagai ajang untuk memamerkan prestasi putra-putrinya, pamer kekayaan dan jaringan bisnis, sekaligus mencari rekanan bisnis baru yang bisa diajak kerjasama.
Untuk kalangan biasa saja, momen tersebut merupakan peristiwa paling istimewa. Orang tua mana yang tidak bangga melihat anaknya lulus di sekolah terbaik karena beasiswa prestasi?
Hal itu pula yang kini tengah dirasakan oleh orang tua Nara. Terlebih kini putrinya dipanggil ke atas podium sebagai siswi jalur beasiswa dengan predikat lulusan terbaik.
Orang tua Nara pun kini dipanggil ke atas podium oleh pembawa acara, saat mata kalangan darah biru melihat penampilan orang tuanya, sontak mereka terkejut mereka menyadari jika siswi yang telah mengalahkan anak-anak mereka ternyata berasal dari kalangan bawah, bahkan mungkin lebih miskin dari yang mereka bayangkan.
Di atas podium Nara memeluk kedua orang tuanya dengan uraian air mata.
Di kursi jajaran paling depan seorang pemuda tampan tampak mengelap pelupuk matanya dengan tissue. Pemuda itu merasa bangga karena gadis yang ia cintai ternyata adalah bintang di acara tersebut. Ingin rasanya ia juga naik ke atas podium dan memeluknya.
Sementara itu Tuan Haiden yang duduk di sampingnya melirik putranya dengan sinis, ia ingin sekali menyadarkan putra tunggalnya bahwa gadis yang ia kagumi tidak pantas dicintainya karena berasal dari darah yang berbeda dengan keluarganya.
Nara diberikan kehormatan untuk menyampaikan sepatah dua patah kata. Gadis itu menyampaikannya dengan sangat baik, andai saja ia berasal dari kalangan darah biru, mungkin saat itu juga akan ada banyak orang yang mendatanginya dan memberi selamat.
.
.
Acara inti telah selesai, dilanjutkan dengan acara hiburan berupa penampilan spesial dari para siswa/siswi Haiden Group School dilanjutkan dengan penampilan artis nasional.
.
.
Nara terkejut saat seseorang menariknya dari kerumunan dan membawanya ke ruangan khusus keluarga Haiden. Tidak ada siapapun di ruangan tersebut, karena keluarga Haiden tengah sibuk bertemu dengan para tamu undangan.
"Kak, apa aku boleh ke ruangan ini?"
"Sssttt ...." Tuan Muda itu menempelkan telunjuknya di bibir Nara, membuat wajah gadis itu memerah.
"Cantik, selamat ya ... kau sangat hebat, kau membuatku bangga." Tuan Muda itu segera memeluk Nara dengan erat dan mencium kepala Nara.
"Tuan Muda Bahir, hentikan!" Nara mendorongnya.
"Sekarang kau sudah tahu namaku?"
Nara mengangguk.
Tiba-tiba Tuan Muda itu mencengkram pipi Nara, mendekatkan wajah Nara ke wajahnya.
"Plak!" Nara menamparknya. Tuan Bahir mengusap pipinya.
"Maaf Tuan, aku hanya rela disentuh oleh suamiku," tegasnya.
"Baiklah, oiya cantik, aku akan segera memperkenalkanmu pada keluargaku," memegang tangan Nara.
"Nanti jangan panggil aku Kakak atau Tuan! Aku ingin dipanggil Abang." Tuan muda itu tersenyum lalu mengelus rambut Nara.
"Kak, sepertinya kita tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Beberapa hari yang lalu, ada orang yang menemuiku, jika hubungan kita berlanjut orang itu mengatakan ayah Kakak akan membunuh Kakak, selain itu Kakak juga akan segera dijodohkan.
"Satu hal lagi Kak, akibat aku pacaran sama Kakak, beasiswaku untuk melanjutkan kuliah di Haiden Group University telah dicabut."
Pria tampan itu terkejut, Nara segera melepaskan genggaman tangannya dan berlari meninggalkan pemuda itu.
"Naraa ...!Cantiik, tunggu! Jangan pergi!"
***
22 Tahun Kemudian
Tahun 2020
Kawasan Pesisir Pantai
Seorang gadis berparas cantik bernama Aiza Bahira berusia sekitar 17 tahun sedang memegang tampah berisi ikan asin yang dia simpan di atas kepalanya.
Gadis itu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Aiza artinya perkasa dan dihormati, sedangkan Bahira berarti pintar.
Entah dari mana asal mula nama tersebut, Aiza pernah bertanya tentang siapa yang memberi nama cantik tersebut pada ibunya, namun ibunya selalu tidak senang jika Aiza bertanya tentang nama atau masa kecilnya.
Wajah gadis itu cantik, imut dan mimiknya selalu ceria.Pipinya chaby dan menggemaskan.
"Eh Aiza, rajin banget gadis cantik seperti kamu jualan ikan asin," sambil menepuk-nepuk bahu Aiza.
Ibu-ibu tersebut sudah mengenal Aiza karena memang bukan hanya kali ini saja Aiza menjual ikan asin ke kampungnya. Aiza membatu ibunya mengantar dan menjual ikan asin selepas pulang sekolah, dan jika sekolah sedang libur, Aiza akan ikut ibunya berjualan ikan asin di Pasar Subuh.
"Heem ... saatnya aku pulang," gumamnya.
"Lumayan tinggal ada lima bungkus lagi yang belum terjual."
Aiza membalikkan badan dan menyusuri kembali jalan yang telah ia lewati sebelumnya. Jalan tersebut melewati perkebunan, dan pesawahan.
Langkah kakinya semakin cepat saat ia merasakan ada hembusan angin dingin dan cahaya mentari semakin meredup, cuaca tiba-tiba mendung, sepertinya akan turun hujan.
Akhirnya hujanpun turun semakin lama semakin deras. Gadis itu berlari ke arah sungai, tangannya yang nampak pucat mencoba meraih tiang jembatan. Jembatan itu adalah jembatan penghubung antara kampungnya dengan kampung sebelah.
Tangan kiri gadis tersebut memegang tiang jembatan, dan tangan kanannya memegang erat tampah yang berisi ikan asin, kakinya melangkah perlahan lalu tiba-tiba kakinya begetar untuk menahan beban tubuhnya yang semakin berat, karena hujan semakin deras, dan seluruh bajunya basah kuyup.
Gelombang angin semakin kencang, menjadikan tubuh gadis itu hampir kehilangan keseimbangan. Dalam hatinya ia terus berdoa agar ia baik-baik saja, dan ibunya tidak khawatir.
Jembatan tua yang dipijaknya terus bergoyang. Belum lagi rasa ketakutannya hilang, Aiza menyadari jika air sungai semakin meluap, ia merasakan air sungai itu menyapu kakinya.
'Preeek' papan jembatan yang diinjak Aiza patah.
Aiza kaget tangan kirinya mencoba meraih kembali tiang jembatan, dan berusaha untuk melangkah, Aiza panik antara harus kembali ke belakang, atau tetap melanjutkan langkahnya untuk pulang, saat Aiza menoleh ke belakang ia menyadari bahwa posisinya kini ada di tengah-tengah jembatan.
Gadis itu tidak bisa bergerak lagi. Kondisi cuaca saat itu semakin mencekam.
"Ibuu, ibuuu! Tolong aku bu, atau siapa saja tolong akuuu!"
"Hikkksss" Aiza menangis.
"Toloooong!"
"Toloooong!"
Namun usahanya sia-sia, tidak ada satu orangpun yang melihatnya apalagi mendegar suaranya. Teriakannya semakin keras berbaur dengan derasnya hujan, dan kencangnya suara petir.
"Prak byuuuuur!"
Tiba-tiba gelombang air sungai yang sangat deras dari hulu menghantam jembatan dan menyeret tubuh Aiza dengan sangat keras.
Tubuh Aiza terhempas ke dalam sungai, gadis itu masih sadar ia berusaha untuk memeluk tiang jembatan, tangan kanannya memegang tampah yang sudah kosong.
Dalam tangis dan diam ia berkata.
"Ibu maafkan aku bu, jika hari ini aku pulang terlambat, ibu makan duluan saja ya ... maafkan aku bu ... jika kehadiranku selalu menyusahkanmu, maafkan aku ibu, karena aku belum bisa membahagiakanmu, maafkan sikapku yang terkadang membuat ibu kesal, ibu ... aku sangat mencintaimu bu ...."
Tangan gadis itu mulai melemah, satu persatu jari tangannya terlepas dari tiang jembatan, matanya mulai
terpejam, air sungai kini sudah menutupi puncak kepalanya, dan akhirnya kepala gadis cantik dan imut itu semakin menghilang dan menjauh dari tiang jembatan yang telah porak poranda.
♡♡ Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
zainiyah hamid
😢😢😢😢😢
2022-04-11
1
Marisa
msh blm phm sma crtnya
2021-07-11
0
dwi
kok tiba"22thn sih
2021-06-03
0