Hujan dan petir belum mereda, gemuruh petir berbaur dengan sayup-sayup deburan ombak. Rumah kecil yang reyot itu memang terletak di kawasan bibir pantai, jarak dari rumah Aiza ke kawasan pantai kurang lebih 400 meter.
Keberadaan laut dengan segala kemakmurannya yang melimpah ruah merupakan salah satu napas kehidupan bagi setiap orang yang mau berusaha dengan memanfaatkan semua potensi yang di miliki oleh laut, dan yang lebih penting adalah potensi diri dari setiap manusia pada saat memanfaatkan anugerah Tuhan tersebut.
Apakah menggunakannya dengan penuh keserakahan atau menggunakannya dengan penuh rasa syukur.
Jika saja semua umat manusia bertanggung jawab terhadap alam, mungkin tidak akan ada kata 'alam sedang marah' ataupun 'bumi sedang berduka.'
***
Nara tampak sangat gelisah, entah sudah berapa kali ia bulak-balik keluar rumah lalu ke dalam lagi. Wajah wanita usia kisaran 40 tahun tersebut nampak sangat gelisah, dia terus menggigit ujung kuku jari telunjuknya, matanya menatap jam weker motif keropi yang ada di mejanya.
Waktu menunjukkan pukul 04.00 sore waktu setempat.
Aiza di mana kamu, Nak? Biasanya jam setengah 4 kamu sudah dateng sayang, Tuhan tolong, tolong anakku Tuhan!
Nara bergegas pergi ke luar, ia tidak sabar lagi jika harus menunggu tanpa kepastian, ia tidak peduli lagi dengan derasnya air hujan, ia pergi dengan membawa payung hitam yang hampir koyak, menerobos pukulan-pukulan kecil curah hujan yang belum saja reda.
Hal pertama yang dilakukannya adalah mengunjungi rumah Bu Lela dan Mbak Yuli.
Nara mencari informasi tentang keberadaan gadis kesayangannya. Namun hasilnya nihil.
Bu Lela dan Bu Yuli menjelaskan bahwa mereka memang bertemu dengan Aiza tapi itu sebelum hujan deras, dan mereka tidak melihat lagi Aiza pulang dari kampung sebelah.
"Jika Aiza sudah pulang dari kampung sebelah saya pasti melihatnya Bu," kata Bu Lela.
Rumah Bu Lela berada di pinggir jalan yang biasa dilewati oleh warga sekitar.
"Kalau hujan malah biasanya Aiza berteduh dulu di rumah saya Bu," sambung Bu Lela.
Suasana alam yang awalnya gelap dan mencekam, lambat laun berubah menjadi sedikit lebih bersahabat, hujanpun sudah mulai mereda, dan tidak ada lagi suara petir yang memekik telinga.
Nara masih nampak gelisah, Bu Lela mencoba menenangkan sambil memeluk dan mengusap-usap punggung Nara. Tiba-tiba dari kejauhan muncul iring-iringan warga, kondisi baju mereka kotor dan penuh dengan lumpur yang nampak menguning.
"Ada apa ini?" kata Bu Lela.
Salah satu dari mereka menjawab.
"Tadi saat hujan deras ada banjir bandang Bu, sungai yang ada di perbatasan kampung kita dan kampung sebelah meluap, sawah kita yang siap panen hampir semuanya rusak, jembatan kecil penghubung ke kampung sebelah pun rusak parah terbawa arus, hanya ada satu tiang saja yang tersisa."
Mendengar penjelasan tersebut, tubuh Nara bergetar, suara hatinya berteriak memanggil nama Aiza. Dia akhirnya menangis meraung-raung, Bu Lela yang megetahui semuanya langsung menjelaskan pada warga.
Mereka berusaha menenangkannya, mereka berjanji akan mencari informasi ke kampung sebelah mengenai keberadaan Aiza. Mereka berharap jika Aiza ada di kampung sebelah dalam kondisi baik-baik saja.
Ibu tetap tidak bisa menghentikan tangisannya, ikatan batin antara ibu dan anak memang sangat kuat, di sisi lain ibu senang karena banyak warga yang mau membantunya, namun di sisi hati bagian yang lain ibu merasakan ada sesuatu yang tidak biasa, apakah ini sebuah firasat seorang ibu?
Nara teringat kejadian kemarin sore saat cermin di kamar Aiza tiba-tiba jatuh dan pecah berkeping-keping.
"Tuhan semoga putriku baik-baik saja. Aamiin!"
♡♡ Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
zainiyah hamid
langsung mewek nyai... 😭😭😭
2022-04-11
1
Marisa
aiza ank nara sma siapa haiden atau bkn ?
2021-07-11
0
martiana. tya
sedih nya😭😭😭😭
tau cerita ini gegara baca komen novel rembulan
2021-03-21
0